Saya akan ceritakan pada Anda sebuah rahasia sederhana untuk berhasil dalam hidup.
Jangan pernah mencoba untuk menyenangkan setiap orang.
Saya sudah menjadi seorang pemimpin organisasi Katolik selama dua dekade hingga saat ini. Jika saya mencoba untuk menyenangkan semua harapan-harapan yang digantungkan orang-orang atas saya, saya perlu menjadi Padre Pio dan Bill Gates dan Fransiskus Asisi dan John Rockefeller dan Clark Kent dalam waktu bersamaan.
Beberapa orang ingin saya menjadi Padre Pio: "Bo, waktu doa pagimu-dilakukan pukul empat dini hari-harusnya berlangsung selama tiga jam. Beberapa lama sekali kamu harus melayang di udara. Saat kamu berjalan, kamu akan mencium parfum kekudusan dan melihat pancaran keindahan diwajahmu." Saya punya beberapa tipe parfum, yang saya ketahui. Tapi saya ragu jika itu adalah suci. (Coba eja nama saya. Mengingatkan Anda akan sesuatu?)
Yang lain ingin saya menjadi Bill Gates, CEO yang luar biasa: "Sebagai ketua kami,kamu harus mengatur organisasi dengan baik. Kamu harus membangun tempat pemasaran kita dan mengejar sistim ISO 9002 dalam persekutuan doa kita."
Yang lain ingin saya menjadi Santo Fransiskus Asisi, sang pertapa: "Bo, kamu harus hidup dalam kemiskinan, memakai baju bekas dan jangan pernah menyentuh atau memiliki atau berpikir tentang uang sama sekali. Mengendarai sebuah mobil yang bobrok dan berkarat. Dan tinggal di area kumuh."
Dan juga sekelompok orang yang lain memaksa saya menjadi John Rockefeller, sang dermawan: "Ketika kami mempunyai kebutuhan finansial, akan sangat baik jika kami melihatmu merogoh sakumu dalam-dalam dan membantu kami dalam biaya sekolah anak-anak kami, biaya rumah sakit kami, uang belanja kami."
Beberapa berharap saya menjadi Clark Kent: " Saya tidak perduli dengan jadualmu yang padat. Kamu harus ada saat saya membutuhkan! Jadilah teman baik saya. Jangan hanya menjadi pemimpin saya! Telepon saya setiap hari dan kunjungi saya setiap hari yang lain."
Bagi dua ribu anggota organisasi saya ?
Saya telah menerima kenyataan ini: Saya percaya bahwa jika saya melakukan apa yang diinginkan pencipta saya, saya akan mengecewakan banyak orang.
Saya bukan semua tokoh ini. Saya adalah Bo. Dan saya senang menjadi Bo!
Tuhan telah menciptakan saya untuk menjadi orang ini dengan semua kelebihan, kelemahan, dan keanehan saya.
Jangan pernah mencoba untuk menyenangkan setiap orang.
Kecewakan orang!
Ketahui panggilan Anda.
Dan jawablah panggilan itu.
Diterjemahkan secara bebas dari Buku "You Have the Power to Create Love" - Bo Sanchez
Dikutip dari: "Bahasa Kasih",Juni 2008 - Renungan Harian Berdasarkan Kalender Liturgi
To All of You,
Dengarkan Musik Ini
Super Mario Game
INFO SINGKAT
Send texts to over 200 countries with CardBoardFish
Beri Masukan Untuk Kami
|
Sabtu, Mei 31, 2008
Minggu, Mei 18, 2008
BERBAGI
Ahmans2006
Sungai kecil itu mengalir di tengah hutan ke sungai yang lain. Airnya selalu bening. Ketika melewati sungai kecil di tengah hutan, beberapa orang-orang mengambil air dari sungai itu dan dimasukan ke dalam botol. Dalam bayanganku, air itu akan dibawa ke rumah, direbus, setelah itu diminum. Namun, tidak demikian air itu langsung diminum begitu saja. Aku agak ragu-ragu untuk meminumnya, tetapi setelah melihat beberapa orang menikmati air di sungai itu, tanpa ragu-ragu aku juga ikut menikmatinya. Bahkan setelah kami tiba di sebuah kampung dan melepaskan lelah, air itu diletakkan begitu saja di rumah panggung. Tatkala kami menikmati hidangan sagu dan pisang, air itu diminum tanpa dimasak lebih dahulu.
Romanus adalah salah satu keluarga yang seringkali datang untuk mengambil air dari sungai. Setiap kali datang, ia selalu membawa beberapa botol air. Botol-botol ini tidak terlalu besar. Bila botol itu sudah selesai, ia datang mengambil air dari sungai ini lagi. Demikian pula warga yang lain, mereka juga melakukan hal yang sama seperti yang dilakukan oleh Romanus. Di rumah-rumah mereka, hampir tidak pernah dijumpai ember dalam ukuran yang besar, tetapi botol-botol kecil yang warna dan bentuknya sudah semakin tidak jelas. Kadangkala di tengah hutan, mereka membuat aliran kecil dari bambu,sehingga setiap orang yang lewat memudahkan mereka untuk mengambilnya.
Mereka tidak pernah membuang kotoran atau sampah di tengah sungai itu. Romanus bercerita kepadaku bahwa air ini akan mengalir ke sungai yang lebih besar, dan sepanjang sungai itu, masyarakat di desa yang lain akan menikmati air yang sama. Maka seperti suatu kebijaksanaan hidup, mereka tidak akan mengotori air tersebut.
Ketika persediaan air semakin tidak ada, mereka rela berbagi air kepada orang lain. Kegembiraan itulah yang mereka berikan. Meskipun persediaan air tinggal sedikit, mereka masih mau berbagi dengan orang lain. Bagi mereka, seperti sumber air yang memberi dan berbagi kepada sungai-sungai yang lain, dan mengalirkan kehidupan kepada orang lain, maka kehidupan itu akan selalu dirayakan dalam kebahagiaan dengan “memberi”. Romanus berkata, sumber air selalu memancarkan kebeningan, karena sumber air selalu memberi, dan selalu berbagi kepada orang lain. Ke mana air itu mengalir, ia selalu menawarkan sukacita, kepuasaan dan memberikan kedahagaan kepada orang lain.
Mengalirkan kehidupan
Tuhan Yesus menyebut dirinya sebagai sumber air hidup. “Barang siapa datang kepadaKu, dan minum dari sumber air yang Aku berikan ini, dia tidak akan mati, tetapi akan memperoleh kehidupan. Yesus dalam seluruh karya perutusanNya selalu memberikan kelegaan kepada manusia. Ketika Ia mengajar dari desa ke desa Ia selalu membawa warta gembira dan sukacita, sehingga hati setiap orang yang terbuka dan mendengarkan warta gembira mengalami sukacita, dan kegembiraan.
Hati Yesus adalah sumber air hidup yang memberikan kelegaan dan kegembiraan kepada manusia yang siap untuk menerima. Kabar sukacita ini ditawarkan kepada setiap manusia dengan memberikan diriNya sendiri seutuhNya kepada manusia, agar manusia mengalami kebahagiaan. Puncak pemberiaan diriNya adalah melalui penderitaan, hingga wafat di kayu salib. Warta tentang kebangkitan yang dibawah oleh para rasul dan wanita yang mengalami penampakan menimbulkan sukacita, karena Yesus sebagai sumber air hidup tetap tinggal dan hadir di setiap langkah hidup manusia.
Berani Memberi
Confusions mengajarkan sebuah nilai keutamaan bahwa tatkala manusia berani melepaskan dan menanggalkan segala apa yang menjadi keinginannya, dan kelekatan hidupnya ia akan meraih hidup baru. Kelekatan berarti tidak berani untuk memberi yang dimilikinya untuk dibagikan kepada orang lain. Dengan demikian hidup baru yakni hidup yang memberi dan menyajikan santapan kehidupan yang melegakan bagi orang lain tidak dirayakan bersama dengan orang lain, tetapi hanya demi kepuasaan diri sendiri. Anthony De Mello mengatakan hidup yang sejati adalah sikap hidup lepas bebas. Sikap hidup lepas bebas ini memungkinkan manusia meraih arti dan makna hidup yang sebenarnya.
Orang-orang Papua adalah pribadi yang berani untuk memberi. Prinsip hidup mereka adalah seperti sumber air hidup yang mengalir ke mana saja dan menawarkan kesegaran. Demikian pula hidup mereka, dengan memberi air kepada orang lain, meskipun mereka hanya memiliki sedikit, tetapi mampu memberikan kehidupan kepada orang lain. Mereka berani melepaskan dan menanggalkan apa yang mereka miliki dan dibagikan kepada orang lain untuk merebut kelegaan hati yang jauh lebih mewah dari pada membiarkan orang lain menderita.
Perumpaan seorang janda miskin yang memberikan sepeser koin yang dimilikinya di bait Allah mendapat apresiasi dari Yesus adalah contoh paling jelas dalam kitab suci. Yesus memuji janda miskin, karena dia berani memberikan dari kekurangannya dan bukan dari kelebihannya untuk Tuhan. Ia berani memberikan semua yang menjadi jerih payahnya. Keyakinannya yang teguh bahwa Tuhan pasti akan memberikan yang terindah dalam hidupnya. Satu-satunya pedomanan hidupnya adalah berharap dan berpegang pada Tuhan. Iman dan keteguhan akan kepercayaan bahwa kemurahan Allah akan dialami, membuat dia memberikan semuanya untuk Tuhan.
Menikmati kebahagiaan
Tatkala kami pulang, dan melewati sungai itu, Romanus menunjukkan kepadaku bahwa sungai ini menjadi berkat bagi hidup mereka. Sungainya tetap bersih dan bening, dan mengalir kemana saja, dia suka, dan kemana dia mengalir, sungai ini menawarkan dan memberikan kepuasaan bagi orang lain. Hidup itu indah kalau kita mau memberi, seperti sungai yang selalu memberi dan mengalir. Meskipun hanya sedikit tetapi memberi makna bagi hidup orang ini. Aku tidak banyak menanggapi dengan filosofi sederhana yang diajarkan oleh Romanus kepadaku. Aku teringat akan tindakan sederhana yang dilakukan oleh Romanus ketika ia memberikan semua makanannya kepada orang lain saat kami makan bersama di sebuah kampung. Ketika kubertanya apakah masih ada makanan untuk dirinya? Sambil tersenyum ia berkata tidak ada lagi makanan yang lain selain ini. Tetapi “no problem”. Karena kadang kala kami hanya makan sekali saja dalam sehari. Aku baru mengerti bahwa ia telah belajar dari air sungai yang selalu memberi. Memberi adalah sebuah tindakan yang sederhana, namun kedalaman hatinya mengajarkan sebuah keutamaan kemurahan hati. Kemurahan yang memancarkan sukacita dalam dirinya dan dalam diri orang lain yang menikmatinya.
Steven covey, dalam bukunya “ Delapan kebiasaan Baik” memaparkan rumusan yang sederhana namun kaya dengan makna hidup yakni bahwa kebahagian dapat diraih melalui “sikap dan tindakan memberi”. Sikap memberi adalah tindakan “share and give” apa yang aku miliki kepada orang lain, agar orang lain dapat menikmati kebahagiaan. Benar! Seperti apa yang dilakukan oleh janda miskin dalam Injil, dikisahkan bahwa ia memberikan semua apa yang ada padanya kepada Tuhan. Bagi orang lain, tindakan janda miskin adalah sebuah tindakan yang keliru, karena memberi semuanya, lantas untuk dirinya bagaimana? Sebuah pertanyaan yang sangat manusiawi. Tetapi keyakinan yang teguh bahwa memberi adalah menuai kebahagiaan dalam jiwa. Semakin banyak kita memberi, semakin banyak pula kita menuai kebahagiaan yakni menerima. Tuhan Yesus adalah teladan hidup dalam sikap pemberiaan diriNya yang total kepada Allah dan manusia. Meskipun penderitaan dan kesengsaraan yang dialami begitu berat, namun keselamatan manusia menjadi kebahagiaan BapaNya di surga.
Melihat cara hidup orang Papua, kekaguman terberserit dalam diriku. Betapa mereka menghayati sebuah nilai memberi agar mereka dapat menikmati kebahagiaan. Kata-kata Romanus menggetarkan hatiku, betapa penghayatan hidup yang sederhana ini justru menuai kebahagian. Tidak jarang, egoisme dan sikap indivuadualisme menumbuhkan sikap untuk enggan memberi apa yang kita miliki kepada orang lain. Karena memahami memberi berarti mengurangi apa yang telah aku miliki.
Sungai yang mengalir di tengah hutan itu kini menjadi symbol untuk mengingatkan hidup manusia bahwa memberi adalah mengalirkan kehidupan kepada orang lain, agar orang lain dapat merasakan dan menikmati kebahagiaan. Dengan memberi dan mengalirkan kehidupan kepada orang lain, hidup menjadi bermakna dan berarti, karena sumber yang mengalir dalam jiwa manusia terus memancarkan sukacita.
Mans Werang, CM
Pastor Paroki St. Yohanes, Matkomnai, Keuskupan Daru-Kiunga, Western Province, Papua New Guinea
Kiriman dari: Titi (Paroki Maria Bunda Karmel, Jakarta)
Sungai kecil itu mengalir di tengah hutan ke sungai yang lain. Airnya selalu bening. Ketika melewati sungai kecil di tengah hutan, beberapa orang-orang mengambil air dari sungai itu dan dimasukan ke dalam botol. Dalam bayanganku, air itu akan dibawa ke rumah, direbus, setelah itu diminum. Namun, tidak demikian air itu langsung diminum begitu saja. Aku agak ragu-ragu untuk meminumnya, tetapi setelah melihat beberapa orang menikmati air di sungai itu, tanpa ragu-ragu aku juga ikut menikmatinya. Bahkan setelah kami tiba di sebuah kampung dan melepaskan lelah, air itu diletakkan begitu saja di rumah panggung. Tatkala kami menikmati hidangan sagu dan pisang, air itu diminum tanpa dimasak lebih dahulu.
Romanus adalah salah satu keluarga yang seringkali datang untuk mengambil air dari sungai. Setiap kali datang, ia selalu membawa beberapa botol air. Botol-botol ini tidak terlalu besar. Bila botol itu sudah selesai, ia datang mengambil air dari sungai ini lagi. Demikian pula warga yang lain, mereka juga melakukan hal yang sama seperti yang dilakukan oleh Romanus. Di rumah-rumah mereka, hampir tidak pernah dijumpai ember dalam ukuran yang besar, tetapi botol-botol kecil yang warna dan bentuknya sudah semakin tidak jelas. Kadangkala di tengah hutan, mereka membuat aliran kecil dari bambu,sehingga setiap orang yang lewat memudahkan mereka untuk mengambilnya.
Mereka tidak pernah membuang kotoran atau sampah di tengah sungai itu. Romanus bercerita kepadaku bahwa air ini akan mengalir ke sungai yang lebih besar, dan sepanjang sungai itu, masyarakat di desa yang lain akan menikmati air yang sama. Maka seperti suatu kebijaksanaan hidup, mereka tidak akan mengotori air tersebut.
Ketika persediaan air semakin tidak ada, mereka rela berbagi air kepada orang lain. Kegembiraan itulah yang mereka berikan. Meskipun persediaan air tinggal sedikit, mereka masih mau berbagi dengan orang lain. Bagi mereka, seperti sumber air yang memberi dan berbagi kepada sungai-sungai yang lain, dan mengalirkan kehidupan kepada orang lain, maka kehidupan itu akan selalu dirayakan dalam kebahagiaan dengan “memberi”. Romanus berkata, sumber air selalu memancarkan kebeningan, karena sumber air selalu memberi, dan selalu berbagi kepada orang lain. Ke mana air itu mengalir, ia selalu menawarkan sukacita, kepuasaan dan memberikan kedahagaan kepada orang lain.
Mengalirkan kehidupan
Tuhan Yesus menyebut dirinya sebagai sumber air hidup. “Barang siapa datang kepadaKu, dan minum dari sumber air yang Aku berikan ini, dia tidak akan mati, tetapi akan memperoleh kehidupan. Yesus dalam seluruh karya perutusanNya selalu memberikan kelegaan kepada manusia. Ketika Ia mengajar dari desa ke desa Ia selalu membawa warta gembira dan sukacita, sehingga hati setiap orang yang terbuka dan mendengarkan warta gembira mengalami sukacita, dan kegembiraan.
Hati Yesus adalah sumber air hidup yang memberikan kelegaan dan kegembiraan kepada manusia yang siap untuk menerima. Kabar sukacita ini ditawarkan kepada setiap manusia dengan memberikan diriNya sendiri seutuhNya kepada manusia, agar manusia mengalami kebahagiaan. Puncak pemberiaan diriNya adalah melalui penderitaan, hingga wafat di kayu salib. Warta tentang kebangkitan yang dibawah oleh para rasul dan wanita yang mengalami penampakan menimbulkan sukacita, karena Yesus sebagai sumber air hidup tetap tinggal dan hadir di setiap langkah hidup manusia.
Berani Memberi
Confusions mengajarkan sebuah nilai keutamaan bahwa tatkala manusia berani melepaskan dan menanggalkan segala apa yang menjadi keinginannya, dan kelekatan hidupnya ia akan meraih hidup baru. Kelekatan berarti tidak berani untuk memberi yang dimilikinya untuk dibagikan kepada orang lain. Dengan demikian hidup baru yakni hidup yang memberi dan menyajikan santapan kehidupan yang melegakan bagi orang lain tidak dirayakan bersama dengan orang lain, tetapi hanya demi kepuasaan diri sendiri. Anthony De Mello mengatakan hidup yang sejati adalah sikap hidup lepas bebas. Sikap hidup lepas bebas ini memungkinkan manusia meraih arti dan makna hidup yang sebenarnya.
Orang-orang Papua adalah pribadi yang berani untuk memberi. Prinsip hidup mereka adalah seperti sumber air hidup yang mengalir ke mana saja dan menawarkan kesegaran. Demikian pula hidup mereka, dengan memberi air kepada orang lain, meskipun mereka hanya memiliki sedikit, tetapi mampu memberikan kehidupan kepada orang lain. Mereka berani melepaskan dan menanggalkan apa yang mereka miliki dan dibagikan kepada orang lain untuk merebut kelegaan hati yang jauh lebih mewah dari pada membiarkan orang lain menderita.
Perumpaan seorang janda miskin yang memberikan sepeser koin yang dimilikinya di bait Allah mendapat apresiasi dari Yesus adalah contoh paling jelas dalam kitab suci. Yesus memuji janda miskin, karena dia berani memberikan dari kekurangannya dan bukan dari kelebihannya untuk Tuhan. Ia berani memberikan semua yang menjadi jerih payahnya. Keyakinannya yang teguh bahwa Tuhan pasti akan memberikan yang terindah dalam hidupnya. Satu-satunya pedomanan hidupnya adalah berharap dan berpegang pada Tuhan. Iman dan keteguhan akan kepercayaan bahwa kemurahan Allah akan dialami, membuat dia memberikan semuanya untuk Tuhan.
Menikmati kebahagiaan
Tatkala kami pulang, dan melewati sungai itu, Romanus menunjukkan kepadaku bahwa sungai ini menjadi berkat bagi hidup mereka. Sungainya tetap bersih dan bening, dan mengalir kemana saja, dia suka, dan kemana dia mengalir, sungai ini menawarkan dan memberikan kepuasaan bagi orang lain. Hidup itu indah kalau kita mau memberi, seperti sungai yang selalu memberi dan mengalir. Meskipun hanya sedikit tetapi memberi makna bagi hidup orang ini. Aku tidak banyak menanggapi dengan filosofi sederhana yang diajarkan oleh Romanus kepadaku. Aku teringat akan tindakan sederhana yang dilakukan oleh Romanus ketika ia memberikan semua makanannya kepada orang lain saat kami makan bersama di sebuah kampung. Ketika kubertanya apakah masih ada makanan untuk dirinya? Sambil tersenyum ia berkata tidak ada lagi makanan yang lain selain ini. Tetapi “no problem”. Karena kadang kala kami hanya makan sekali saja dalam sehari. Aku baru mengerti bahwa ia telah belajar dari air sungai yang selalu memberi. Memberi adalah sebuah tindakan yang sederhana, namun kedalaman hatinya mengajarkan sebuah keutamaan kemurahan hati. Kemurahan yang memancarkan sukacita dalam dirinya dan dalam diri orang lain yang menikmatinya.
Steven covey, dalam bukunya “ Delapan kebiasaan Baik” memaparkan rumusan yang sederhana namun kaya dengan makna hidup yakni bahwa kebahagian dapat diraih melalui “sikap dan tindakan memberi”. Sikap memberi adalah tindakan “share and give” apa yang aku miliki kepada orang lain, agar orang lain dapat menikmati kebahagiaan. Benar! Seperti apa yang dilakukan oleh janda miskin dalam Injil, dikisahkan bahwa ia memberikan semua apa yang ada padanya kepada Tuhan. Bagi orang lain, tindakan janda miskin adalah sebuah tindakan yang keliru, karena memberi semuanya, lantas untuk dirinya bagaimana? Sebuah pertanyaan yang sangat manusiawi. Tetapi keyakinan yang teguh bahwa memberi adalah menuai kebahagiaan dalam jiwa. Semakin banyak kita memberi, semakin banyak pula kita menuai kebahagiaan yakni menerima. Tuhan Yesus adalah teladan hidup dalam sikap pemberiaan diriNya yang total kepada Allah dan manusia. Meskipun penderitaan dan kesengsaraan yang dialami begitu berat, namun keselamatan manusia menjadi kebahagiaan BapaNya di surga.
Melihat cara hidup orang Papua, kekaguman terberserit dalam diriku. Betapa mereka menghayati sebuah nilai memberi agar mereka dapat menikmati kebahagiaan. Kata-kata Romanus menggetarkan hatiku, betapa penghayatan hidup yang sederhana ini justru menuai kebahagian. Tidak jarang, egoisme dan sikap indivuadualisme menumbuhkan sikap untuk enggan memberi apa yang kita miliki kepada orang lain. Karena memahami memberi berarti mengurangi apa yang telah aku miliki.
Sungai yang mengalir di tengah hutan itu kini menjadi symbol untuk mengingatkan hidup manusia bahwa memberi adalah mengalirkan kehidupan kepada orang lain, agar orang lain dapat merasakan dan menikmati kebahagiaan. Dengan memberi dan mengalirkan kehidupan kepada orang lain, hidup menjadi bermakna dan berarti, karena sumber yang mengalir dalam jiwa manusia terus memancarkan sukacita.
Mans Werang, CM
Pastor Paroki St. Yohanes, Matkomnai, Keuskupan Daru-Kiunga, Western Province, Papua New Guinea
Kiriman dari: Titi (Paroki Maria Bunda Karmel, Jakarta)
Sabtu, Mei 17, 2008
REFLEKSI ATAS FILM "THE SECRET"
Salam Damai Kristus,
Teman-teman semua, pada tanggal 28 April 2008 yang lalu saya dengan isteri saya mengikuti suatu seminar bedah film yang berjudul "The Secret" yang dibawakan oleh Romo B.S. Mardiatmadja SJ dengan moderator Ibu Meifung. Ibu Meifung kita kenal sebagai salah seorang pengajar di Kursus Evangelisasi Pribadi Kristus Salvator dari Shekinah.
Bedah film tersebut oleh seorang Romo bagi kami sangat menarik dan langka dalam gereja Katolik sejauh yang kami ketahui dan baru pertama kali mengikutinya. Ternyata memang menarik dimana pada akhir seminar diberikan ulasan atas sajian berpengaruh dari apa yang hendak ditawarkan oleh film tersebut dan bagaimana ajaran gereja dan iman ke Kristenan kita menanggapinya. Romo Mardi dan Ibu Meifung telah membawakan seminar ini dengan baik sekali sehingga banyak pertanyaan yang muncul dari audiens dan menjadikan hidup seminar itu.
Atas kebaikan Ibu Meifung, kita telah mendapatkan tulisan dari Beliau yang akan kami "sharing" kan berikut ini. Kami sungguh berterima kasih atas "oleh-oleh"/ buah tangan mengikuti seminar ini dari Beliau. Atas ijin Beliau maka kami persembahkan refleksi Ibu Meifung atas film "The Secret" ini untuk menambah wawasan dan pengetahuan yang menyangkut iman kita. Selamat membaca !
Salam,
Andreas Andy S. & Fransisca Loa Yennie (Paroki Kristus Salvator, Jakarta)
-----------------------------------------------------------------------------------------
REFLEKSI ATAS FILM "THE SECRET"
Oleh : Monica Maria Meifung
Perjumpaan yang tidak disengaja antara saya, Pak Berman dan Pak Roy di sekretariat SEP Shekinah hari Selasa sore, ternyata bukan perjumpaan yang kebetulan. Percakapan kami bertiga menimbulkan inspirasi untuk mengadakan tinjauan kritis terhadap Film The Secret yang oleh banyak orang dinilai ‘bagus’… Semula Temu Forum Komunikasi Pengajar Evangelisasi (FKPE) 15 Maret 2008 itu mau diisi dengan Sejarah Misi di Indonesia (dalam rangka menyambut 20 tahun kita mengajar Misi Evangelisasi melalui SEP / KEP). Romo Eddy Kristianto OFM salah seorang ahli sejarah yang pernah saya minta satu bulan sebelumnya tidak bisa karena ada pelayanan di Medan . Rapat Harian 12 Maret 2008 akhirnya memutuskan meminta bantuan Pak Roy untuk menjadi fasilitator terhadap tayangan The Secret yang kami sajikan pada Temu FKPE tersebut.
Setelah diberi pengantar secukupnya, Pak Roy meminta semua yang hadir untuk melihat film The Secret dengan sikap netral tanpa prejudis tertentu. Hampir semua yang hadir (45 orang) menanti dengan sabar sekaligus penasaran terhadap Film yang akan ditayangkan. Sebuah buletin rohani yang berisi ulasan terhadap Film The Secret, sebanyak 20 eksemplar yang diboyong oleh Pak Roy dari Toko Buku Lumen di lantai satu, dalam tempo 5 menit habis diserbu oleh rekan-rekan pengajar yang sedang pada penasaran…
Tiga tahun yang lalu saya ‘dipaksa’ oleh Romo Sugiri untuk membaca sebuah buku dari Seri Dokumen Gerejawi No.66 yaitu “Yesus Kristus Pembawa Air Hidup : Sebuah Refleksi Kristiani tentang New Age” (dikeluarkan oleh Pontifical Council for Culture, Pontifical Council for Interreligious Dialogue, Roma, 3 Pebruari 2003). Buku ini sudah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia dan diterbitkan oleh KWI sejak bulan Januari 2005. Beberapa kali saya juga ‘dipaksa’ menemani Romo Sugiri untuk memberikan seminar tentang New Age. Tahun 2007 Surabaya mengundang saya & Romo Mardi untuk memberikan Seminar yang sama. Nah, berdasar beberapa pengalaman itu, maka waktu nonton Film The Secret di lantai 3 Gedung Shekinah, saya sudah tidak bisa netral lagi seperti yang diminta oleh Pak Roy. Jujur saja, film itu membuat saya agak ‘gerah’…. Cukup banyak ungkapan bahkan ajaran di dalamnya yang 'menendang-nendang' kredo iman rasuli kita.
Dari sudut Psikologi saya ingin memberi angka 9 (sembilan) kepada Film The Secret, termasuk teknik pengemasan dan pembuatan Film-nya yang terlihat rapih, cekatan , cerdas, dan mengesan sekali.
Akan tetapi dalam kaca mata iman kristiani (meskipun saya bukan ahli ajaran gereja) saya mau memberi angka - 9 (minus sembilan). Mengapa ?
A. Ia (The Secret) menawarkan kekuatan maha dahsyat dan tanpa batas dari ‘hukum gaya tarik’ yang dapat diterapkan lewat pengolahan potensi diri : keinginan, pikiran, perasaan, intuisi, imajinasi, energi, …. yang menarik seluruh dunia dan alam semesta kepada pemenuhan diri pribadi. Iman kristiani menawarkan ‘hukum kasih’ yang menyediakan kekuatan kepada kita untuk memberi dan untuk melihat keindahan dari semangat berkorban, bukan mencari segala demi kepentingan pribadi semata.
B. Kekuatan maha dahsyat dan tanpa batas itu membuat manusia menjadi pencipta tunggal atas dirinya sendiri.. “Anda-lah satu-satunya pencipta realitas diri anda sendiri”!, demikian ungkapan dari sebuah kalimat yang sempat saya catat dari Film The Secret. Syahadat iman kita mulai dengan : “aku percaya akan Allah, Bapa yang Maha Kuasa, Pencipta langit dan bumi ….. “
C. The Secret juga bilang : Alam semesta meyediakan energi positif untuk melayani dan memenuhi semua yang anda inginkan dan anda pikirkan. “Tidak ada kekurangan apalagi kemiskinan dan penderitaan (Teologi Kemakmuran ?), semua itu adalah kebohongan karena alam semesta sangat kaya dan menyediakan secara berkelimpahan apapun yang dibutuhkan manusia”. Sekularisme adalah paham yang mengatakan bahwa Allah sudah mati, dunia dapat dan akan hidup terus dengan menyelenggarakan dirinya sendiri di luar Allah (self sufficient). Self-sufficient, self-healing, self-recovering adalah konsep-konsep yang sangat disukai dalam New Age untuk menolak ketergantungan manusia kepada Allah. Allah sebagai Sumber Keselamatan yang diajarkan oleh iman kristiani, sungguh tidak diperlukan bahkan tidak relevan disini.
D. Karena dengan kekuatan pikiran Anda dapat menarik alam semesta kepada (dan untuk melayani) apa-pun yang Anda inginkan, maka tugas Anda adalah tinggal menyelaraskan diri dengan alam semesta. Energi Anda yang diselaraskan dan diintegrasikan dengan energi alam semesta akan menjadikan anda adalah manusia / makhluk abadi. Ini selaras dengan lagu-nya Enya (wanita cantik pengumandang lagu-lagu New Age), antara lain ada yang berjudul “we cannot die” dan sudah diterjemahkan ke dalam lagu bahasa Indonesia : “kita semua tak dapat mati”. Sementara syahadat iman yang kita kumandangkan dalam Ekaristi Kudus berbunyi : “….. aku percaya akan Roh Kudus, gereja katolik yang kudus, persekutuan para kudus, pengampunan dosa, kebangkitan badan, kehidupan kekal…” New Age mengajak (kalau tidak mau dikatakan ‘menghasut’) manusia untuk tidak memerlukan pengampunan dosa, kebangkitan badan dan kehidupan kekal karena itu sudah ada dan melekat pada dirinya sendiri…. Ini membuat bulu kuduk saya berdiri. Film ini TIDAK kalah lihai, tidak kalah cerdik dan halus dengan “si jahat yang suka menyamar sebagai malaikat terang” yang berekor pada kehancuran relasi manusia dengan Tuhan-nya yang sejati.
Sejak awal sampai akhir The Secret sarat dengan muatan New Age : mulai dari prinsip, slogan, konsep, metode, simbol, sampai dengan backsound-nya. Film ini tidak menampilkan sebuah ceritera dalam suatu keutuhan yang bulat, tetapi lebih merupakan kumpulan dari cuplikan ceramah yang ditempeli kesaksian-kesaksian pilihan, dan disajikan dengan penekanan sejumlah prinsip yang diulang-ulang seperti ingin melakukan ‘brain-wash’ terhadap penontonnya…
Beberapa prinsip ini kiranya dapat membantu untuk meneruskan refleksi kita dengan lebih mendalam dan bermanfaat :
1. Kita tidak menarik garis benar dan salah, putih dan hitam, terang dan gelap. Kita berpikir, The Secret mau mengorientasikan hidup kita kemana ? Ke arah yang makin selaras dengan iman katolik, atau sebaliknya ?
2. Kita juga tidak mengambil keputusan boleh atau tidak boleh, tetapi lebih mencermati batasan-batasannya : sampai dimana The Secret akan membantu meningkatkan aktualisasi diri saya dalam kesatuan yang semakin intim dengan Tuhan, Penciptaku, atau ke arah sebaliknya : suatu perwujudan dan pengembangan potensi diri yang membuat saya menjadi kuat tanpa Tuhan.
3. Kita tidak serta-merta mengutuk The Secret sebagai aliran sesat lalu dengan sikap heroik yang membabi-buta ‘melarang’ teman dan sanak-saudara kita untuk membaca buku atau menonton film tersebut. Sebagai anggota FKPE, kita ingin terus-menerus menanggapi panggilan kita : menjadi pembimbing dan fasilitator yang membantu dan bersama orang-orang yang kita layani membangun iman kristiani yang lebih bertanggungjawab.
Jika kita sudah mengerti bagaimana dunia dengan aneka revolusi di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi komunikasi menyodorkan begitu banyak kemungkinan untuk berkembang tetapi juga sekaligus tantangan yang tidak dapat dihindarkan, akankah kita berpura-pura tidak melihatnya ? Ketidakmampuan untuk melihat atau berpura-pura tak melihat tidak membuat masalah tiada.. Tindakan pastoral apa yang akan kita ambil sebagai wujud komitmen kita terhadap kebaikan Tuhan yang memberi banyak kepercayaan kepada kita ? Semoga misteri cinta kasih Kristus membuat hati kita semakin melekat kepadaNYA.
Monica Maria Meifung
Kamis, Mei 15, 2008
WAWANCARA DENGAN BO SANCHEZ
MENGAPA SAYA MIRIP TOM CRUISE
Saya banyak diwawancara.
Mungkin sekali seminggu, saya diwawancara (Serius!).
Masalahnya adalah saya menghadapi pertanyaan yang sama berulang-ulang.
Karena itu hanya agar tidak bosan, saya memberi mereka jawaban paling konyol.
Saya akan ceritakan satu wawancara pada hari ini.
Selain gurauan, saya yakin Anda akan memetik sesuatu untuk pertumbuhan diri Anda sendiri. Ini dia ceritanya…
T : Brother Bo, kami akan menanyakan beberapa pertanyaan dasar.
Bo : Tidak masalah. Anda juga tidak akan tahu apakah jawaban saya betul atau tidak, ya kan?
T : (Tertawa) Kapan dan di mana Anda lahir?
Bo : 11 Juli 1966 di Caloocan City. Atau 1976 ya? Saya akan tunjukkan foto saya ketika bayi. Paling tidak, itu yang dikatakan ibu saya ketika ia memberi saya foto ini. Tapi karena mahkluk dalam foto itu mirip miniatur pegulat sumo, saya ragu apakah itu betul-betul saya. Bagaimana menurut Anda?
T : Siapa orang tua Anda?
Bo : Eugenio dan Pilar Sanchez. Manusia paling luar biasa di planet ini.
T : Kami pernah membaca bahwa mereka mempunyai kisah cinta yang luar biasa. Bagaimana mereka bertemu?
Bo : Mama adalah seorang gadis cantik berusia 19 tahun ketika ia bertemu Papa saya. Ia sedang melamar kerja di kantor Papa. Papa,lebih tua 6 tahun, menyukai apa yang dilihatnya dan, mengambil secarik kertas, secara diam-diam memberikan pada Mama jawaban atas ujian masuk – agar ia lulus! Kemudian ia menerima Mama saat itu juga dan mengajaknya kencan pertama. Hal ini mungkin memalukan bagi Anda, tapi tiga bulan kemudian, Mama dan Papa menikah. Sebenarnya, mereka tidak pernah menceritakan pada saya informasi yang mengejutkan ini hingga saya berusia 31 tahun – ketika saya jauh dan aman dari romantika remaja yang meledak-ledak.
T : Apa latar belakang kepercayaan mereka?
Bo : Katolik. Mau tahu apa kencan pertama mereka?
T : Apa?
Bo : Misa pagi. Dan sejak hari itu, mereka tidak pernah berhenti pergi ke Misa harian sepanjang hidup mereka. Sebelum Papa meninggal tahun lalu, mereka merayakan 63 tahun pernikahan yang bahagia.
T : Anda sekolah di mana?
Bo : Saya berganti-ganti sekolah seperti saya berganti baju. Saya mulai di Stella Maris, melompat ke San Carlo Boys, meloncat ke St.Josephs, berganti ke SMA Claret, dan akhirnya mendarat di Ateneo. Ya,saya tidak pernah mendapat sebuah Piagam kesetiaan.
T : Jurusan apa yang Anda ambil saat di perguruan tinggi?
Bo : AB Filosofi.
T : Apakah Anda mengambil Master?
Bo : Saya mengambil Master Teologi namun tidak pernah membuat tesis saya. Saya terlalu sibuk dengan pelayanan saya. Tujuan saya bukan untuk mendapat gelar. Saya hanya ingin belajar lebih banyak.
T : Di mana Anda bekerja?
Bo : Dalam pekerjaan normal dan perusahaan normal? Tidak pernah. Sekarang saya berusia 41 dan saya tidak pernah memiliki seorang bos seumur hidup saya. Sejak SMA saya sudah aktif dalam pelayanan. Dan ketika saya di perguruan tinggi, saya sudah bekerja “full-time” (sepenuh waktu) dalam pelayanan bagi Tuhan. Saya mendirikan 4
organisasi non-profit dan saya selalu menjadi pemimpinnya. Saya rasa saya malas dan tidak ingin bekerja bagi siapapun.
T : Mengapa Anda menjadi seorang pengkotbah?
Bo : Saya mengalami pertobatan rohani pada usia 12. Saya mengalami kasih Tuhan melalui suatu cara yang begitu nyata dan intim. Dan saya ingin melakukan dua hal. Pertama, kekuatan cinta itu melingkupi saya dan saya ingin membalas mencintaiNya. Kedua, saya menginginkan suatu hidup yang berarti. Saya ingin hidup saya memiliki makna yang kekal. Dan karena itu saya memiliki keinginan untuk melayani Tuhan dengan
berkotbah. Percayakah Anda, sebagai seorang anak berusia 13 tahun, saya membayangkan diri saya berdiri di hadapan 3.000 orang di Coliseum Araneta, memegang sebuah Alkitab dan sebuah mic, berkotbah tentang Firman Tuhan.
T : Apakah itu terjadi?
Bo : Saya memberi kotbah pertama saya di Coliseum Araneta pada usia 16. Itu suatu mukjizat. Saya akan buktikan pada Anda: Ini adalah foto paspor saya ketika berusia 16. Apakah Anda akan mendengarkan…ah, mahkluk asing itu?
T : Adakah kejadian tertentu dalam hidup Anda yang menyebabkan Anda menjadi seorang pengkotbah?
Bo : Pada usia 13, Aida, ketua persekutuan doa kami bernubuat bahwa saya akan menerima karunia kebijaksanaan dan bahwa saya akan berkotbah. Karena itu ia meminta saya untuk memberi kotbah pada persekutuan doa Jumat berikutnya. Maka pada usia 13, saya memberi kotbah pertama saya dan tidak pernah berhenti sejak saat itu. Saya
berhutang pelayanan saya pada wanita itu, Aida. Ia percaya pada saya. Ia melihat sesuatu di dalam diri saya, yang orang lain – bahkan saya sendiri – tidak melihatnya. Dan selama bertahun-tahun, saya mencoba menjadi seorang Aida bagi hidup orang lain. Saya membangkitkan orang dan melepas mereka ke dunia. Asik sekali.
T : Kami perhatikan bahwa Anda berbicara tentang berbagai topik. Apakah Anda punya topik favorit saat ini?
Bo : Setelah hampir 30 tahun berkotbah, topik favorit saya sekarang adalah tentang membangun gambaran diri seseorang, mengajar orang untuk melihat diri mereka dengan cara Tuhan melihat mereka, dan membantu mereka untuk bermimpi lagi. Untuk saya dapat melakukan itu, saya harus mengubah gambaran mereka yang salah terhadap Tuhan dan terhadap diri mereka sendiri. Topik favorit yang lain saat ini adalah membantu orang meningkatkan kemampuan finansial mereka dan mengajar mereka teologi dan psikologi yang benar terhadap uang. Boleh saya promosi?
T : Ya, silakan!
Bo : Saya tidak tahu apakah masih ada tempat kosong, tapi biar bagaimanapun saya akan mengumumkan hal ini. Saya akan memberikan Seminar How To Be Truly Rich pada 5 April 2008, dari jam 08:30 pagi hingga 12:00 siang. Saya senang memberikan seminar ini karena ini benar-benar mengubah kehidupan finansial orang. Bagaimana? Dengan
mengubah psikologi dan teologi mereka terhadap uang. Saya selalu yakin bahwa masalah uang adalah masalah pemikiran. Maka dengan mengubah pemikiran mereka terhadap uang, kehidupan uang mereka akan juga mengalami perubahan.
T : Mengapa Anda menggunakan media yang berbeda? Tampaknya Anda menggunakan segalanya. Anda menggunakan TV dan radio dan buku dan majalah dan internet…
Bo : Media mempunyai kekuatan yang luar biasa. Media melipat-gandakan jangkauan saya. Saya kira jika Yesus masih hidup hari ini,Ia pasti juga akan menggunakan internet. Bolehkah saya melakukan promosi tidak tahu malu lainnya? Di internet, saya telah membuat sebuah komunitas orang-orang yang bersifat internasional, tiada batas, non fisik, yang ingin bertumbuh dalam kehidupan pribadi mereka. Saya menyediakan bagi mereka segunung gizi rohani – seperti refleksi Alkitab harian, majalah bulanan, dll…
T : Anda adalah Pengkotbah Firman Tuhan sekaligus Pembicara Inspirasional. Apakah ada konflik?
Bo : Kebenaran bersifat umum. Maka saya menyampaikan satu pesan. Tapi ya, saya adalah seorang pengkotbah dalam persekutuan doa saya karena saya dapat berbicara lebih terbuka tentang sumber saya – Alkitab dan tradisi iman kami. Dan saya adalah pembicara inspirasional dalam seminar korporat saya dimana saya mengambil sejarah, penulis sekuler, pengetahuan sosial, dll sebagai sumber dari apa yang saya sampaikan. Namun pesannya tetap sama karena kebenaran yang paling sederhana yang mengubah hidup bersifat umum.
T : Mengapa Anda berpikir ribuan orang mengagumi Anda?
Bo : Karena saya mirip Tom Cruise. Anda tidak percaya? Usus, ginjal, dan limpa kami betul-betul mirip. Oke, sekarang serius. Yeee, saya hanya menebak-nebak. Tiga hal. Pertama, mungkin karena saya mencoba untuk bersikap jujur terhadap kegagalan dan kelemahan saya. Kedua, mungkin karena saya mencoba untuk berbicara dalam bahasa
mereka. Saya berbicara dengan cara sederhana. Saya tidak berusaha untuk membuat orang terkesan dengan pengetahuan saya. Yang terakhir,mungkin karena saya berbicara tentang apa yang menjadi masalah bagi mereka, kebutuhan mereka yang paling menghimpit. Karena saya ingin menolong mereka di tempat yang paling mereka rasa sakit. Di samping ketiga hal tersebut, saya betul-betul berpikir tentang hal-hal yang berhubungan dengan Tom Cruise.
T : Bagaimana Anda mencapai tujuan-tujuan Anda?
Bo : Saya memulai dari hal kecil. Bagaimana Anda memakan seekor gajah? Satu gigitan setiap kali. Kedua, saya mengumpulkan sebuah tim impian di sekeliling saya. Saya tidak memulai suatu proyek tanpa sekelompok orang yang luar biasa yang akan membantu saya dalam proyek ini. Ketiga, saya berpegang pada hal itu. Saya tetap positif. Saya tetap beriman. Saya tetap berfokus. Saya percaya bahwa ketika
seorang pria berfokus pada impiannya dengan penuh semangat, ia akan menjadi sebuah magnet-berkat. Ia bahkan tidak perlu mencarinya. Setiap berkat yang ia butuhkan untuk memenuhi impiannya akan datang menghampirinya. Ia akan menemukan berkat-berkat itu menggelinding ke arah kakinya, memohon untuk diterima.
T : Kami dengar bahwa Anda tidak menyekolahkan anak-anak ke sekolah. Sebaliknya, Anda menyekolahkan mereka di rumah(homeschool). Mengapa Anda mengambil keputusan sedemikian radikal?
Bo : Itu merupakan keputusan yang sulit. Namun setelah 4 tahun menyekolahkan anak-anak di rumah, kami melihat buahnya. Kami mampu membentuk nilai-nilai dalam diri anak-anak kami. Kami menikmati suatu relasi yang kuat dengan mereka.
T : Bagaimana relasi Anda dengan Tuhan?
Bo : Hidup. Intim. Senang. Asik. Nyata. Jujur. Membumi. Saya mengalami Dia dalam momen-momen paling sekuler dalam hidup saya.
T : Kelihatannya Anda menjadi Pengkotbah yang berbeda. Anda tidak hanya berkotbah. Anda ingin menolong kaum miskin. Anda ingin mengubah dunia. Mengapa?
Bo : Saya mulai mengerti hakekat Kristiani. Yaitu kasih. Saya akan mengatakan sesuatu yang akan mengejutkan Anda. Saya percaya bahwa Keselamatan bukanlah soal masuk Surga. Saya percaya Keselamatan adalah membawa Surga turun ke bumi, khususnya kepada mereka yang paling menderita – yang miskin, yang sakit, yang terlantar, yang
terhilang. Iman saya tidak berarti – persekutuan doa saya, ritual liturgi saya, bacaan Alkitab saya, kepercayaan religius saya – jika saya tidak mencintai sesama saya.
T : Apa rencana Anda untuk masa depan?
Bo : Saya akan terus berkotbah tentang kasih Tuhan. Saya akan terus mengajar orang untuk percaya pada apa yang Tuhan percaya dalam mereka. Saya akan terus membagikan cara yang sangat praktis untuk menjalani kehidupan Kristiani – dalam keluarga mereka, dalam pekerjaan mereka… Saya akan menggunakan media dengan lebih ekstensif untuk membagikan pesan ini. Sebagai satu komunitas, kami akan memberi
separuh dana kami untuk evangelisasi dan separuh lainnya untuk pelayanan kami bagi kaum miskin. Secara spesifik, kami akan melakukan pekerjaan pembangunan bagi yang termiskin dari kaum miskin, mendirikan fasilitas kredit ringan dan mata pencaharian. Kami akan bekerja dengan kelompok lain untuk membasmi kemiskinan dunia.
T : Terima kasih banyak. Anda kembali memberikan inspirasi pada kami.
Bo : Terima kasih kembali. Anda telah memberi saya pertanyaan-pertanyaan luar biasa.
Teman-teman, saya harap Anda menikmati wawancara ini sebagaimana saya
sendiri menikmati menjawab pertanyaan-pertanyaan itu.
Semoga impian Anda menjadi kenyataan,
BO SANCHEZ
Terjemahan oleh: Jessica J. Pangestu
Sumber: Milis Bo Sanchez
Saya banyak diwawancara.
Mungkin sekali seminggu, saya diwawancara (Serius!).
Masalahnya adalah saya menghadapi pertanyaan yang sama berulang-ulang.
Karena itu hanya agar tidak bosan, saya memberi mereka jawaban paling konyol.
Saya akan ceritakan satu wawancara pada hari ini.
Selain gurauan, saya yakin Anda akan memetik sesuatu untuk pertumbuhan diri Anda sendiri. Ini dia ceritanya…
T : Brother Bo, kami akan menanyakan beberapa pertanyaan dasar.
Bo : Tidak masalah. Anda juga tidak akan tahu apakah jawaban saya betul atau tidak, ya kan?
T : (Tertawa) Kapan dan di mana Anda lahir?
Bo : 11 Juli 1966 di Caloocan City. Atau 1976 ya? Saya akan tunjukkan foto saya ketika bayi. Paling tidak, itu yang dikatakan ibu saya ketika ia memberi saya foto ini. Tapi karena mahkluk dalam foto itu mirip miniatur pegulat sumo, saya ragu apakah itu betul-betul saya. Bagaimana menurut Anda?
T : Siapa orang tua Anda?
Bo : Eugenio dan Pilar Sanchez. Manusia paling luar biasa di planet ini.
T : Kami pernah membaca bahwa mereka mempunyai kisah cinta yang luar biasa. Bagaimana mereka bertemu?
Bo : Mama adalah seorang gadis cantik berusia 19 tahun ketika ia bertemu Papa saya. Ia sedang melamar kerja di kantor Papa. Papa,lebih tua 6 tahun, menyukai apa yang dilihatnya dan, mengambil secarik kertas, secara diam-diam memberikan pada Mama jawaban atas ujian masuk – agar ia lulus! Kemudian ia menerima Mama saat itu juga dan mengajaknya kencan pertama. Hal ini mungkin memalukan bagi Anda, tapi tiga bulan kemudian, Mama dan Papa menikah. Sebenarnya, mereka tidak pernah menceritakan pada saya informasi yang mengejutkan ini hingga saya berusia 31 tahun – ketika saya jauh dan aman dari romantika remaja yang meledak-ledak.
T : Apa latar belakang kepercayaan mereka?
Bo : Katolik. Mau tahu apa kencan pertama mereka?
T : Apa?
Bo : Misa pagi. Dan sejak hari itu, mereka tidak pernah berhenti pergi ke Misa harian sepanjang hidup mereka. Sebelum Papa meninggal tahun lalu, mereka merayakan 63 tahun pernikahan yang bahagia.
T : Anda sekolah di mana?
Bo : Saya berganti-ganti sekolah seperti saya berganti baju. Saya mulai di Stella Maris, melompat ke San Carlo Boys, meloncat ke St.Josephs, berganti ke SMA Claret, dan akhirnya mendarat di Ateneo. Ya,saya tidak pernah mendapat sebuah Piagam kesetiaan.
T : Jurusan apa yang Anda ambil saat di perguruan tinggi?
Bo : AB Filosofi.
T : Apakah Anda mengambil Master?
Bo : Saya mengambil Master Teologi namun tidak pernah membuat tesis saya. Saya terlalu sibuk dengan pelayanan saya. Tujuan saya bukan untuk mendapat gelar. Saya hanya ingin belajar lebih banyak.
T : Di mana Anda bekerja?
Bo : Dalam pekerjaan normal dan perusahaan normal? Tidak pernah. Sekarang saya berusia 41 dan saya tidak pernah memiliki seorang bos seumur hidup saya. Sejak SMA saya sudah aktif dalam pelayanan. Dan ketika saya di perguruan tinggi, saya sudah bekerja “full-time” (sepenuh waktu) dalam pelayanan bagi Tuhan. Saya mendirikan 4
organisasi non-profit dan saya selalu menjadi pemimpinnya. Saya rasa saya malas dan tidak ingin bekerja bagi siapapun.
T : Mengapa Anda menjadi seorang pengkotbah?
Bo : Saya mengalami pertobatan rohani pada usia 12. Saya mengalami kasih Tuhan melalui suatu cara yang begitu nyata dan intim. Dan saya ingin melakukan dua hal. Pertama, kekuatan cinta itu melingkupi saya dan saya ingin membalas mencintaiNya. Kedua, saya menginginkan suatu hidup yang berarti. Saya ingin hidup saya memiliki makna yang kekal. Dan karena itu saya memiliki keinginan untuk melayani Tuhan dengan
berkotbah. Percayakah Anda, sebagai seorang anak berusia 13 tahun, saya membayangkan diri saya berdiri di hadapan 3.000 orang di Coliseum Araneta, memegang sebuah Alkitab dan sebuah mic, berkotbah tentang Firman Tuhan.
T : Apakah itu terjadi?
Bo : Saya memberi kotbah pertama saya di Coliseum Araneta pada usia 16. Itu suatu mukjizat. Saya akan buktikan pada Anda: Ini adalah foto paspor saya ketika berusia 16. Apakah Anda akan mendengarkan…ah, mahkluk asing itu?
T : Adakah kejadian tertentu dalam hidup Anda yang menyebabkan Anda menjadi seorang pengkotbah?
Bo : Pada usia 13, Aida, ketua persekutuan doa kami bernubuat bahwa saya akan menerima karunia kebijaksanaan dan bahwa saya akan berkotbah. Karena itu ia meminta saya untuk memberi kotbah pada persekutuan doa Jumat berikutnya. Maka pada usia 13, saya memberi kotbah pertama saya dan tidak pernah berhenti sejak saat itu. Saya
berhutang pelayanan saya pada wanita itu, Aida. Ia percaya pada saya. Ia melihat sesuatu di dalam diri saya, yang orang lain – bahkan saya sendiri – tidak melihatnya. Dan selama bertahun-tahun, saya mencoba menjadi seorang Aida bagi hidup orang lain. Saya membangkitkan orang dan melepas mereka ke dunia. Asik sekali.
T : Kami perhatikan bahwa Anda berbicara tentang berbagai topik. Apakah Anda punya topik favorit saat ini?
Bo : Setelah hampir 30 tahun berkotbah, topik favorit saya sekarang adalah tentang membangun gambaran diri seseorang, mengajar orang untuk melihat diri mereka dengan cara Tuhan melihat mereka, dan membantu mereka untuk bermimpi lagi. Untuk saya dapat melakukan itu, saya harus mengubah gambaran mereka yang salah terhadap Tuhan dan terhadap diri mereka sendiri. Topik favorit yang lain saat ini adalah membantu orang meningkatkan kemampuan finansial mereka dan mengajar mereka teologi dan psikologi yang benar terhadap uang. Boleh saya promosi?
T : Ya, silakan!
Bo : Saya tidak tahu apakah masih ada tempat kosong, tapi biar bagaimanapun saya akan mengumumkan hal ini. Saya akan memberikan Seminar How To Be Truly Rich pada 5 April 2008, dari jam 08:30 pagi hingga 12:00 siang. Saya senang memberikan seminar ini karena ini benar-benar mengubah kehidupan finansial orang. Bagaimana? Dengan
mengubah psikologi dan teologi mereka terhadap uang. Saya selalu yakin bahwa masalah uang adalah masalah pemikiran. Maka dengan mengubah pemikiran mereka terhadap uang, kehidupan uang mereka akan juga mengalami perubahan.
T : Mengapa Anda menggunakan media yang berbeda? Tampaknya Anda menggunakan segalanya. Anda menggunakan TV dan radio dan buku dan majalah dan internet…
Bo : Media mempunyai kekuatan yang luar biasa. Media melipat-gandakan jangkauan saya. Saya kira jika Yesus masih hidup hari ini,Ia pasti juga akan menggunakan internet. Bolehkah saya melakukan promosi tidak tahu malu lainnya? Di internet, saya telah membuat sebuah komunitas orang-orang yang bersifat internasional, tiada batas, non fisik, yang ingin bertumbuh dalam kehidupan pribadi mereka. Saya menyediakan bagi mereka segunung gizi rohani – seperti refleksi Alkitab harian, majalah bulanan, dll…
T : Anda adalah Pengkotbah Firman Tuhan sekaligus Pembicara Inspirasional. Apakah ada konflik?
Bo : Kebenaran bersifat umum. Maka saya menyampaikan satu pesan. Tapi ya, saya adalah seorang pengkotbah dalam persekutuan doa saya karena saya dapat berbicara lebih terbuka tentang sumber saya – Alkitab dan tradisi iman kami. Dan saya adalah pembicara inspirasional dalam seminar korporat saya dimana saya mengambil sejarah, penulis sekuler, pengetahuan sosial, dll sebagai sumber dari apa yang saya sampaikan. Namun pesannya tetap sama karena kebenaran yang paling sederhana yang mengubah hidup bersifat umum.
T : Mengapa Anda berpikir ribuan orang mengagumi Anda?
Bo : Karena saya mirip Tom Cruise. Anda tidak percaya? Usus, ginjal, dan limpa kami betul-betul mirip. Oke, sekarang serius. Yeee, saya hanya menebak-nebak. Tiga hal. Pertama, mungkin karena saya mencoba untuk bersikap jujur terhadap kegagalan dan kelemahan saya. Kedua, mungkin karena saya mencoba untuk berbicara dalam bahasa
mereka. Saya berbicara dengan cara sederhana. Saya tidak berusaha untuk membuat orang terkesan dengan pengetahuan saya. Yang terakhir,mungkin karena saya berbicara tentang apa yang menjadi masalah bagi mereka, kebutuhan mereka yang paling menghimpit. Karena saya ingin menolong mereka di tempat yang paling mereka rasa sakit. Di samping ketiga hal tersebut, saya betul-betul berpikir tentang hal-hal yang berhubungan dengan Tom Cruise.
T : Bagaimana Anda mencapai tujuan-tujuan Anda?
Bo : Saya memulai dari hal kecil. Bagaimana Anda memakan seekor gajah? Satu gigitan setiap kali. Kedua, saya mengumpulkan sebuah tim impian di sekeliling saya. Saya tidak memulai suatu proyek tanpa sekelompok orang yang luar biasa yang akan membantu saya dalam proyek ini. Ketiga, saya berpegang pada hal itu. Saya tetap positif. Saya tetap beriman. Saya tetap berfokus. Saya percaya bahwa ketika
seorang pria berfokus pada impiannya dengan penuh semangat, ia akan menjadi sebuah magnet-berkat. Ia bahkan tidak perlu mencarinya. Setiap berkat yang ia butuhkan untuk memenuhi impiannya akan datang menghampirinya. Ia akan menemukan berkat-berkat itu menggelinding ke arah kakinya, memohon untuk diterima.
T : Kami dengar bahwa Anda tidak menyekolahkan anak-anak ke sekolah. Sebaliknya, Anda menyekolahkan mereka di rumah(homeschool). Mengapa Anda mengambil keputusan sedemikian radikal?
Bo : Itu merupakan keputusan yang sulit. Namun setelah 4 tahun menyekolahkan anak-anak di rumah, kami melihat buahnya. Kami mampu membentuk nilai-nilai dalam diri anak-anak kami. Kami menikmati suatu relasi yang kuat dengan mereka.
T : Bagaimana relasi Anda dengan Tuhan?
Bo : Hidup. Intim. Senang. Asik. Nyata. Jujur. Membumi. Saya mengalami Dia dalam momen-momen paling sekuler dalam hidup saya.
T : Kelihatannya Anda menjadi Pengkotbah yang berbeda. Anda tidak hanya berkotbah. Anda ingin menolong kaum miskin. Anda ingin mengubah dunia. Mengapa?
Bo : Saya mulai mengerti hakekat Kristiani. Yaitu kasih. Saya akan mengatakan sesuatu yang akan mengejutkan Anda. Saya percaya bahwa Keselamatan bukanlah soal masuk Surga. Saya percaya Keselamatan adalah membawa Surga turun ke bumi, khususnya kepada mereka yang paling menderita – yang miskin, yang sakit, yang terlantar, yang
terhilang. Iman saya tidak berarti – persekutuan doa saya, ritual liturgi saya, bacaan Alkitab saya, kepercayaan religius saya – jika saya tidak mencintai sesama saya.
T : Apa rencana Anda untuk masa depan?
Bo : Saya akan terus berkotbah tentang kasih Tuhan. Saya akan terus mengajar orang untuk percaya pada apa yang Tuhan percaya dalam mereka. Saya akan terus membagikan cara yang sangat praktis untuk menjalani kehidupan Kristiani – dalam keluarga mereka, dalam pekerjaan mereka… Saya akan menggunakan media dengan lebih ekstensif untuk membagikan pesan ini. Sebagai satu komunitas, kami akan memberi
separuh dana kami untuk evangelisasi dan separuh lainnya untuk pelayanan kami bagi kaum miskin. Secara spesifik, kami akan melakukan pekerjaan pembangunan bagi yang termiskin dari kaum miskin, mendirikan fasilitas kredit ringan dan mata pencaharian. Kami akan bekerja dengan kelompok lain untuk membasmi kemiskinan dunia.
T : Terima kasih banyak. Anda kembali memberikan inspirasi pada kami.
Bo : Terima kasih kembali. Anda telah memberi saya pertanyaan-pertanyaan luar biasa.
Teman-teman, saya harap Anda menikmati wawancara ini sebagaimana saya
sendiri menikmati menjawab pertanyaan-pertanyaan itu.
Semoga impian Anda menjadi kenyataan,
BO SANCHEZ
Terjemahan oleh: Jessica J. Pangestu
Sumber: Milis Bo Sanchez
SEMINAR, BUKU, WORSHIP CELEBRATION - BO SANCHEZ
Saya yakin Anda telah diberkati lewat tulisan Bo Sanchez, demikian juga banyak orang lain (well.. terakhir kali kami hitung ada lebih dari seribu nama di milist ini…). Jadi saya yakin Anda tidak akan melewatkan kesempatan ini.
Kami BERHASIL mengundang Bo Sanchez (YES!!! Setelah perjuangan panjaaang dan berat..…Puji Tuhan!!!) untuk memberikan seminar.Tentang satu hal yang sangat dekat di hatinya. Yaitu tentang bagaimana dibebaskan dari keterikatan masa lalu. Anda sering
membacanya dalam tulisannya. Namun dalam seminar ini Anda akan mendengarnya mengisahkan sendiri bagaimana dia mengalami pelecehan seksual pada umur delapan dan tiga belas tahun, bagaimana dia berjuang mengatasi pengalaman pahit tersebut, bagaimana dia menghadapi keterikatan pornografi, dan bagaimana akhirnya dia MENANG! Tema seminar ini: REBORN! (Brosur dapat Anda lihat dalam
http://groups.google.com/group/milis-bo-sanchez.)
Dan karena kami tahu Anda pasti akan hadir di seminar ini, kami memberikan Anda kesempatan pertama untuk mendaftar. Jika Anda mendaftar sampai dengan tanggal 31 Mei, Anda hanya perlu membayar biaya seminar sebesar Rp. 75.000,- (Tujuh Puluh Lima Ribu Rupiah). Biaya yang sangat murah mengingat biaya tersebut sudah termasuk buku
baru Bo Sanchez yang berjudul “Your Past Does Not Define Your Future” seharga @ Rp. 35.000,-. Ditambah tiket GRATIS untuk masuk ke Worship Celebration yang akan diadakan sesudah seminar (Tiket Worship Celebration ini jika dijual terpisah harganya Rp. 20.000,-). Harga tersebut akan mengalami kenaikan setelah tanggal tersebut di atas.
Satu lagi alasan mengapa Anda perlu segera mendaftar. Jujur! Anda adalah harapan kami untuk mendapatkan modal demi melangsungkan seminar ini. Uang yang terkumpul dari pendaftaran awal ini akan kami gunakan untuk memungkinkan acara ini berlangsung. Jadi bukan saja Anda mendapatkan harga khusus, Anda telah menjadi rekan kerja kami yang telah memungkinkan acara yang akan memberkati banyak orang ini
berlangsung.
Rekan-rekan, bantu kami, daftar segera dan masukkan tanggal ini dalam catatan Anda:
Sabtu, 26 Juli 2008.
Pukul 13.00 – 17.00.
Bertempat di Prisma Sport Hall (samping Tol Jakarta – Merak).
Untuk informasi dan pendaftaran silahkan email ke kkka@cbn.net.id.
in Christ,
Jessica
Sumber: Milis Bo Sanchez
Sabtu, Mei 10, 2008
KERENDAHAN HATI
...sebab Aku telah memberikan suatu teladan kepada kamu, supaya kamu juga berbuat sama seperti yang telah Kuperbuat kepadamu. (Yoh 13:15)
Suatu ketika kantor saya mengadakan acara gathering. Pakaian yang disarankan adalah casual karena kebetulan acara berlangsung di luar ruangan.
Dalam acara itu, kami juga mengundang beberapa rekan kerja level manajerial dari daerah lain. Namun salah satu undangan datang dengan pakaian formal - berjas dan berdasi. Dari cara berpakaiannya saja semua langsung tahu kalau undangan ini adalah seorang direktur. Beberapa rekan panitia yang bertugas merasa sungkan dan meminta atasan dari level yang sama untuk menyapanya.
Kita pun sering bersikap sama. Ketika dalam suatu acara kita melihat orang yang terlihat "lebih", kita merasa minder dan sungkan menyapa. Lewat tradisi pencucian kaki, Yesus ingin menjadikan diri-Nya sama seperti murid-murid-Nya. Ia tahu bahwa apabila Ia menyandang gelar "Anak Allah", maka akan timbul penolakan. Lihat saja dalam Injil, orang Yahudi spontan menolak-Nya ketika Yesus menyatakan diri-Nya adalah Mesias.
Karena itu kerendahan hati sangatlah penting dalam pelayanan. Bukan hanya karena Tuhan mengajarkan kita untuk tidak bersikap sombong, tetapi juga karena dengan kerendahan hati kita akan lebih mudah diterima oleh orang lain. Ketika mereka sudah menerima kita, maka akan lebih mudah bagi kita untuk mewartakan kabar gembira Tuhan. (Ch)
Apakah saya sudah cukup bersikap rendah hati ?
Sumber: "Bahasa Kasih" - Maret 2008, Renungan Harian Berdasarkan Kalender Liturgi
Suatu ketika kantor saya mengadakan acara gathering. Pakaian yang disarankan adalah casual karena kebetulan acara berlangsung di luar ruangan.
Dalam acara itu, kami juga mengundang beberapa rekan kerja level manajerial dari daerah lain. Namun salah satu undangan datang dengan pakaian formal - berjas dan berdasi. Dari cara berpakaiannya saja semua langsung tahu kalau undangan ini adalah seorang direktur. Beberapa rekan panitia yang bertugas merasa sungkan dan meminta atasan dari level yang sama untuk menyapanya.
Kita pun sering bersikap sama. Ketika dalam suatu acara kita melihat orang yang terlihat "lebih", kita merasa minder dan sungkan menyapa. Lewat tradisi pencucian kaki, Yesus ingin menjadikan diri-Nya sama seperti murid-murid-Nya. Ia tahu bahwa apabila Ia menyandang gelar "Anak Allah", maka akan timbul penolakan. Lihat saja dalam Injil, orang Yahudi spontan menolak-Nya ketika Yesus menyatakan diri-Nya adalah Mesias.
Karena itu kerendahan hati sangatlah penting dalam pelayanan. Bukan hanya karena Tuhan mengajarkan kita untuk tidak bersikap sombong, tetapi juga karena dengan kerendahan hati kita akan lebih mudah diterima oleh orang lain. Ketika mereka sudah menerima kita, maka akan lebih mudah bagi kita untuk mewartakan kabar gembira Tuhan. (Ch)
Apakah saya sudah cukup bersikap rendah hati ?
Sumber: "Bahasa Kasih" - Maret 2008, Renungan Harian Berdasarkan Kalender Liturgi
LUAPAN KECERIAAN
Rumahnya berbentuk rumah panggung, dengan atap dari daun lontar dan dindingnya terbuat dari pohon sagu. Ruangan rumahnya sangat lebar, dibuat tidak dari papan, tetapi dari batang pohon sagu yang sudah dibelah dan disusun. Ruangan ini serba guna, selain untuk masak, untuk tidur, untuk bermain anak-anak dan sarana berkumpul keluarga. Di dekat pintu masuk, diletakan beberapa piring, senduk nasi, dan panci untuk memasak. Di beberapa sudut yang lainnya, tergantung beberapa potong pakaian yang tampaknya sudah sobek dan lusuh, dan beberapa tandan pisang mentah, dan jenis umbi-umbian. Kalau lelah setelah pulang dari kebun, mereka langsung merebahkan tubuhnya dan lelap dalam tidurnya. Mereka sepertinya sudah menyatu dengan kehidupan mereka. Demikianlah kesederhanaan keluarga Paul dan Ana dengan lima orang anaknya.
Mereka hidup dari hasil hutan dan hasil berburu. Setelah dua atau tiga hari, persediaan makanan mereka sudah habis, Paul dan Ana kembali ke kebun. Selama mereka belum mendapatkannya mereka tidak akan pulang ke rumah panggung mereka. Kesehariaan mereka adalah menikmati pisang, sagu, umbi-umbian dan kalau Paul mendapat rejeki dari hasil buruannya, maka mereka mendapat rejeki makan daging babi dan jenis binatang buruan lainnya. Anak-anaknya tidak pernah mengeluh tentang makanan. Sarapan pagi, siang dan malam adalah pisang bakar, dan sagu. Jarang sekali mereka makan nasi, karena harganya sangat mahal dan mereka harus datang membelinya di kota. Meskipun demikian keceriaan wajah mereka selalu nampak. Yang ada adalah kegembiraan menikmati hidangan dengan senyuman. Mereka menikmatinya itu sebagai anugerah.
Keluarga Paul adalah salah satu keluarga yang tinggal di desa yang bernama Noningire. Untuk sampai ke tempat mereka, dapat ditempuh dengan berjalan kaki selama 5 jam, atau naik perahu bermotor selama empat jam melewati sungai. Penduduk desa Noningire umumnya bermata pencaharian berkebun, dan berburu. Bentuk rumah mereka umumnya sama seperti halnya dimiliki oleh Paul dan Ana. Di desa ini ada beberapa umat yang beragama Kristen Katolik. Setiap dua bulan sekali pastor datang mengunjungi mereka. Kebanyakan dari anak-anak muda sudah tidak mau menempati desa ini lagi. Mereka mulai pindah ke daerah-daerah di dekat kota yang mudah diakses. Hanya beberapa penduduk yang tinggal di daerah ini termasuk keluarga Paul dan Ana.
Luapan Keceriaan
“Kami tidak punya apa-apa untuk diberikan”…demikian ungkapan Paul kepada kami. Ketika itu, Ana menyediakan bagi kami pisang bakar dan sagu. Namun luapan keceriaan dan keramahan selalu tampak dalam pemberiaan mereka. Dalam kesederhanaan, luapan keceriaan dan semangat hidup tetap terpancar dalam hidup mereka.
Kotbah Yesus di bukit, dengan gamblang mengungkapkan kebenaran kata-kata ini “berbahagialah orang miskin, karena kamulah empunya kerajaan Surga. Berbahagialah mereka, yang tidak memiliki apa-apa tetapi keceriaan dan kebahagiaan hidup selalu mereka nikmati. Kebenaran kata-kata itu terungkap jelas dalam keseharian hidup keluarga Paul dan Ana. Satu-satunya andalan hidup mereka adalah kemurahan dan kebaikan Allah. Mereka tidak pernah cemas dengan apa yang harus mereka makan, atau apa yang harus mereka pakai, karena keyakinan yang besar pada kasih dan kebaikan Tuhan, bahwa pasti Tuhan akan menyediakan bagi mereka. Allah adalah harta kekayaan mereka. Harta yang tidak ternilai harganya. Harta yang dilupakan oleh orang-orang dunia yang ambisi untuk mengejar kedudukan, kekayaan dunia, tetapi miskin akan kedamaian.
Kehidupan manusia kian hari, kian memuja pada materialisme. Orang gelisah karena hatinya terpaut dan terpusat pada harta duniawi. Hidupnya menjadi tidak tenang karena dihantui perasaan tidak aman. Berbeda dengan kehidupan Ana dan Paul yang adalah cerminan gaya hidup orang Papua, dalam kesederhanaan luapan keceriaan tetap terpancar dari hati mereka.
Berguru pada Orang Miskin
Yesus sendiri pernah berkata, “barang siapa melayani orang sekecil ini, dia melayani Aku. Yesus sendiri dalam seluruh hidupnya berpihak pada orang miskin”. Ia mengidentifikasikan diriNya dengan orang yang terppingirkan. Ia datang menjumpai mereka, menyapa mereka, memeluk mereka, bahkan makan bersama dengan mereka. Suatu gaya hidup baru yang diperkenalkan oleh Yesus pada ahli penafsir kitab Taurat. Yesus menunjukkan suatu jalan pikiran baru kepada mereka bahwa orang miskin memiliki harta yang tak ternilai yakni hidup yang berpegang pada kasih Tuhan. Mereka tidak memiliki kekuatan apa-apa untuk dijadikan andalan hidup mereka, kekuatan hukum dan kekuasaan tidak mereka miliki, maka ketika mereka mengalami kesulitan, pegangan dan andalan hidup mereka adalah Tuhan. Sekaligus Yesus juga ingin menunjukan kepada kaum Yahudi bahwa orang miskin bukanlah kaum pendosa yang pantas dipinggirkan, karena mereka memiliki martabat yang sama sebagai citra Allah.
Kehadiran Yesus menunjukkan suatu radikalisme baru yakni kita perlu menatap mereka dengan penuh kasih. Karena di dalam hidup mereka mengalir kebijaksanaan Allah sendiri. Wajah Allah tersembunyi di balik wajah orang-orang Miskin. St Vinsensius memandang orang miskin sebagai Tuan dan Majikan. Vinsensius datang dan berguru pada kehidupan mereka. Ia menemukan wajah Kristus sendiri. Sehingga ia sangat getol melayani mereka. Ia menghayati kebenaran kata-kata Yesus sendiri bahwa melayani orang miskin adalah melayani Tuhan Yesus sendiri. Kehadiran Tuhan Yesus tidak hanya dijumpai di Synagoga ( Gereja ) tetapi Tuhan Yesus juga hadir secara nyata dalam diri orang miskin. “ Ketika Aku di penjara, kamu tidak melawat Aku, ketika Aku haus kamu tidak memberi Aku minum, dan ketika Aku tidak mempunyai pakaian kamu tidak memberi aku pakaian.
Pemberian diri
Merenungkan perjalanan hidup sebagai seorang Kristiani, terkadang terbersit rasa malu karena luapan keceriaan jarang aku alami. Aku memiliki segala-galanya dalam ukuran orang Papua. Rumah yang lumayan bagus, dengan perabot masak yang agak lengkap, kamar tidur dengan tempat tidur yang baik, dilengkapi dengan kamar mandi. Tak pernah aku kesulitan untuk makan, karena dengan kendaraan aku dapat menjangkaunya ke Kota. Meskipun demikian, terkadang aku terpenjara dalam impian aku sendiri dan lupa memberi diri untuk melayani Yesus yang hadir dalam diri orang miskin.
Hendri Nouwen menulis di dalam bukunya “ The Road of Peace” mengatakan bahwa spiritualitas melayani orang miskin adalah soal semangat pemberian diri kepada orang miskin, hadir bersama mereka dan berjumpa dengan orang miskin. Segala sarana yang kita miliki adalah fasilitas yang memudahkan kita untuk datang berjumpa dengan mereka. Dengan demikian, segala fasilitas yang kita miliki tidak membelokkan kita untuk menggapai dan menjumpai Yesus dalam diri orang miskin. Kita harus mengakui banyaknya fasilitas terkadang membuat hidup kita terpusat padanya, tidak merasa bebas, dan terpenjara pada harta duniawi.
Keluarga Paul dan Ana telah mengajarkan sebuah kebenaran kuno dari Yesus sendiri yang tetap aktul sampai saat ini. Kebenaran yang tidak pernah termakan jaman, kebenaran yang tidak pernah tergoyahkan oleh promosi modernisme. Saatnya kita berkiblat pada orang miskin, karena wajah Tuhan secara nyata hadir di dalam diri mereka. Jalan pemberian diri dalam bentuk apa saja adalah suatu jalan untuk mengapai dan mencicipi luapan keceriaan dari orang miskin.
Fr. Mans Werang, Cm
Pastor Paroki St. Yohanes, Matkomnai, Keuskupan Daru-Kiunga, Western Province, Papua New Guinea.(Ahmans2006@yahoo.com.au)
Kiriman dari: Titi (Paroki Maria Bunda Karmel, Jakarta)
Kamis, Mei 01, 2008
"Adalah lebih berguna bagi kamu jika Aku pergi."
(Kis 16:22-34; Yoh 16:5-11)
"Tetapi sekarang Aku pergi kepada Dia yang telah mengutus Aku, dan tiada seorang pun di antara kamu yang bertanya kepada-Ku: Ke mana Engkau pergi? Tetapi karena Aku mengatakan hal itu kepadamu, sebab itu hatimu berdukacita. Namun benar yang Kukatakan ini kepadamu: Adalah lebih berguna bagi kamu, jika Aku pergi. Sebab jikalau Aku tidak pergi, Penghibur itu tidak akan datang kepadamu, tetapi jikalau Aku pergi, Aku akan mengutus Dia kepadamu. Dan kalau Ia datang, Ia akan menginsafkan dunia akan dosa, kebenaran dan penghakiman; akan dosa, karena mereka tetap tidak percaya kepada-Ku; akan kebenaran, karena Aku pergi kepada Bapa dan kamu tidak melihat Aku lagi; akan penghakiman, karena penguasa dunia ini telah dihukum." (Yoh 16:5-11), demikian kutipan Warta Gembira hari ini.
Berrefleksi atas bacaan-bacaan serta mengenangkan pesta St.Katarina dari Siena, martir dan pujangga Gereja, hari ini saya sampaikan catatan-catatan sederhana sebagai berikut:
• Tugas perutusan pertama setelah menerima tahbisan imamat bagi saya adalah menjadi `Direktur Perkumpulan Strada', perkumpulan atau yayasan yang mengelola sekolah-sekolah katolik milik Keuskupan Agung Jakarta, yang tersebar di seluruh wilayah Keuskupan Agung Jakarta. Sebagai orang muda, imam muda yang baru saja menerima tahbisan, saya merasa harus bertanggungjawab penuh dan tidak boleh meninggalkan tugas. Baru kurang lebih empat bulan bekerja, tiba-tiba saya memperoleh tawaran untuk mengikuti Seminar Pendidikan di Manila-Filipina, selama satu bulan.Hal itu berarti harus meninggalkan tugas pekerjaan selama sebulan; perang batin terjadi dalam diri saya:"berangkat" atau "tidak berangkat".
Konsultasi dengan rekan Yesuit senior saya diberi nasihat: "Kamu pergi Strada tidak akan ambruk/hancur, paling rusak sedikit". Berbekal nasihat ini akhirnya saya pergi selama sebulan.
Pengalaman yang tak terduga dan mendidik saya: ketika saya pergi justru rekan kerja atau `anak buah' saya bekerja dan mengabdi lebih baik dan bertanggungjawab daripada ketika saya berada di tengah-tengah mereka. Maka dalam hati saya berkata :"Kalau begitu lebih baik saya pergi saja". Harus rendah hati dalam hidup dan bekerja, itulah pelajaran yang saya peroleh.
Saya adalah salah satu dari dua ribu lebih guru dan pegawai Perkumpulan Strada; para guru dan pegawai adalah ujung tombak karya pelayanan pendidikan, guru pergi mungkin para peserta didik berantakan, tetapi Direktur pergi para guru dan pegawai tetap setia melaksanakan tugas perutusannya. Maka ketika kita pergi untuk meningkatkan dan memperdalam keterampilan dan pengetahuan yang terkait dengan tugas perutusan adalah baik adanya, pergi untuk `mendatangkan penolong' atau pengetahuan dan keterampilan yang dibutuhkan rekan kerja maupun yang dilayani.
Maka marilah kita imani bahwa Roh Kudus berkarya lebih besar dan hebat dalam dan melalui rekan-rekan kita daripada kita, orang lemah dan rapuh yang tiada arti ini.
• "Jangan celakakan dirimu, sebab kami semuanya masih ada di sini!"(Kis 16:28), demikian kata Paulus kepada penjaga penjara yang ditugaskan untuk menjaga dan mengawasi Paulus dalam penjara, ketika tiba-tiba pintu penjara terbuka lebar. Apa yang dikatakan oleh Paulus ini rasanya juga menjadi cirikhas pribadi St.Katarina dari Siena, gadis cantik, suci, pemersatu umat dan pemerhati keselamatan sesamanya.
Kita semua kiranya dipanggil untuk bersikap dan bertindak seperti itu dalam menghadapi saudara-saudari atau sesama kita yang sedang mengalami atau menghadapi kesulitan. Cukup banyak orang ketika menghadapi kesulitan, tantangan atau hambatan kemudian frustrasi dan bahkan ada yang ingin bunuh diri alias mencelakakan
diri lebih lanjut. "Tibo kebrukan ondo" (=Jatuh tertimpa tangga), demikian kata pepatah Jawa. Orang-orang yang demikian harus segera dan secepat mungkin ditolong dan diselamatkan, dan salah satu caranya adalah menemani dan menyapa mereka dengan rendah hati dan penuh kasih seperti dilakukan oleh Paulus: "Jangan celakakan dirimu,
sebab kami semuanya masih ada di sini". Hadir bersama dengan dan menemani mereka yang sedang dalam kesulitan atau kesedihan kiranya merupakan bentuk bantuan yang pertama dan utama, dan ketika setelah bersama dengan mereka serta mengenal apa yang menjadi kesulitan atau menyebabkan kesedihan mereka, kemudian kita dengan segala upaya membantunya. Hendaknya kehadiran dan sepak terjang kita dimanapun dan kapanpun senantiasa meringankan beban sesama, menggairahkan hidup dan bekerja, menjadi 'penolong' bagi siapapun yang membutuhkannya. Semoga kehadiran dan sepak terjang kita sungguh menjadi `garam masyarakat' dan `terang dunia'.
"Aku hendak bersyukur kepada-Mu dengan segenap hatiku, di hadapan para allah aku akan bermazmur bagi-Mu. Aku hendak sujud ke arah bait-Mu yang kudus dan memuji nama-Mu, oleh karena kasih-Mu dan oleh karena setia-Mu; sebab Kau buat nama-Mu dan janji-Mu melebihi segala sesuatu. Pada hari aku berseru, Engkau pun menjawab aku, Engkau
menambahkan kekuatan dalam jiwaku. Semua raja di bumi akan bersyukur kepada-Mu, ya TUHAN, sebab mereka mendengar janji dari mulut-Mu"
(Mzm 138:1-4)
Jakarta, 29 April 2008
ROMO MARYO
Sumber: Milis Gabriel_Indo
Dikirim oleh: Sisil (Paroki Maria Bunda Karmel, Jakarta)
"Tetapi sekarang Aku pergi kepada Dia yang telah mengutus Aku, dan tiada seorang pun di antara kamu yang bertanya kepada-Ku: Ke mana Engkau pergi? Tetapi karena Aku mengatakan hal itu kepadamu, sebab itu hatimu berdukacita. Namun benar yang Kukatakan ini kepadamu: Adalah lebih berguna bagi kamu, jika Aku pergi. Sebab jikalau Aku tidak pergi, Penghibur itu tidak akan datang kepadamu, tetapi jikalau Aku pergi, Aku akan mengutus Dia kepadamu. Dan kalau Ia datang, Ia akan menginsafkan dunia akan dosa, kebenaran dan penghakiman; akan dosa, karena mereka tetap tidak percaya kepada-Ku; akan kebenaran, karena Aku pergi kepada Bapa dan kamu tidak melihat Aku lagi; akan penghakiman, karena penguasa dunia ini telah dihukum." (Yoh 16:5-11), demikian kutipan Warta Gembira hari ini.
Berrefleksi atas bacaan-bacaan serta mengenangkan pesta St.Katarina dari Siena, martir dan pujangga Gereja, hari ini saya sampaikan catatan-catatan sederhana sebagai berikut:
• Tugas perutusan pertama setelah menerima tahbisan imamat bagi saya adalah menjadi `Direktur Perkumpulan Strada', perkumpulan atau yayasan yang mengelola sekolah-sekolah katolik milik Keuskupan Agung Jakarta, yang tersebar di seluruh wilayah Keuskupan Agung Jakarta. Sebagai orang muda, imam muda yang baru saja menerima tahbisan, saya merasa harus bertanggungjawab penuh dan tidak boleh meninggalkan tugas. Baru kurang lebih empat bulan bekerja, tiba-tiba saya memperoleh tawaran untuk mengikuti Seminar Pendidikan di Manila-Filipina, selama satu bulan.Hal itu berarti harus meninggalkan tugas pekerjaan selama sebulan; perang batin terjadi dalam diri saya:"berangkat" atau "tidak berangkat".
Konsultasi dengan rekan Yesuit senior saya diberi nasihat: "Kamu pergi Strada tidak akan ambruk/hancur, paling rusak sedikit". Berbekal nasihat ini akhirnya saya pergi selama sebulan.
Pengalaman yang tak terduga dan mendidik saya: ketika saya pergi justru rekan kerja atau `anak buah' saya bekerja dan mengabdi lebih baik dan bertanggungjawab daripada ketika saya berada di tengah-tengah mereka. Maka dalam hati saya berkata :"Kalau begitu lebih baik saya pergi saja". Harus rendah hati dalam hidup dan bekerja, itulah pelajaran yang saya peroleh.
Saya adalah salah satu dari dua ribu lebih guru dan pegawai Perkumpulan Strada; para guru dan pegawai adalah ujung tombak karya pelayanan pendidikan, guru pergi mungkin para peserta didik berantakan, tetapi Direktur pergi para guru dan pegawai tetap setia melaksanakan tugas perutusannya. Maka ketika kita pergi untuk meningkatkan dan memperdalam keterampilan dan pengetahuan yang terkait dengan tugas perutusan adalah baik adanya, pergi untuk `mendatangkan penolong' atau pengetahuan dan keterampilan yang dibutuhkan rekan kerja maupun yang dilayani.
Maka marilah kita imani bahwa Roh Kudus berkarya lebih besar dan hebat dalam dan melalui rekan-rekan kita daripada kita, orang lemah dan rapuh yang tiada arti ini.
• "Jangan celakakan dirimu, sebab kami semuanya masih ada di sini!"(Kis 16:28), demikian kata Paulus kepada penjaga penjara yang ditugaskan untuk menjaga dan mengawasi Paulus dalam penjara, ketika tiba-tiba pintu penjara terbuka lebar. Apa yang dikatakan oleh Paulus ini rasanya juga menjadi cirikhas pribadi St.Katarina dari Siena, gadis cantik, suci, pemersatu umat dan pemerhati keselamatan sesamanya.
Kita semua kiranya dipanggil untuk bersikap dan bertindak seperti itu dalam menghadapi saudara-saudari atau sesama kita yang sedang mengalami atau menghadapi kesulitan. Cukup banyak orang ketika menghadapi kesulitan, tantangan atau hambatan kemudian frustrasi dan bahkan ada yang ingin bunuh diri alias mencelakakan
diri lebih lanjut. "Tibo kebrukan ondo" (=Jatuh tertimpa tangga), demikian kata pepatah Jawa. Orang-orang yang demikian harus segera dan secepat mungkin ditolong dan diselamatkan, dan salah satu caranya adalah menemani dan menyapa mereka dengan rendah hati dan penuh kasih seperti dilakukan oleh Paulus: "Jangan celakakan dirimu,
sebab kami semuanya masih ada di sini". Hadir bersama dengan dan menemani mereka yang sedang dalam kesulitan atau kesedihan kiranya merupakan bentuk bantuan yang pertama dan utama, dan ketika setelah bersama dengan mereka serta mengenal apa yang menjadi kesulitan atau menyebabkan kesedihan mereka, kemudian kita dengan segala upaya membantunya. Hendaknya kehadiran dan sepak terjang kita dimanapun dan kapanpun senantiasa meringankan beban sesama, menggairahkan hidup dan bekerja, menjadi 'penolong' bagi siapapun yang membutuhkannya. Semoga kehadiran dan sepak terjang kita sungguh menjadi `garam masyarakat' dan `terang dunia'.
"Aku hendak bersyukur kepada-Mu dengan segenap hatiku, di hadapan para allah aku akan bermazmur bagi-Mu. Aku hendak sujud ke arah bait-Mu yang kudus dan memuji nama-Mu, oleh karena kasih-Mu dan oleh karena setia-Mu; sebab Kau buat nama-Mu dan janji-Mu melebihi segala sesuatu. Pada hari aku berseru, Engkau pun menjawab aku, Engkau
menambahkan kekuatan dalam jiwaku. Semua raja di bumi akan bersyukur kepada-Mu, ya TUHAN, sebab mereka mendengar janji dari mulut-Mu"
(Mzm 138:1-4)
Jakarta, 29 April 2008
ROMO MARYO
Sumber: Milis Gabriel_Indo
Dikirim oleh: Sisil (Paroki Maria Bunda Karmel, Jakarta)
Langganan:
Postingan (Atom)