To All of You,

Dengarkan Musik Ini

Super Mario Game

INFO SINGKAT

Beri Masukan Untuk Kami

Name :
Web URL :
Message :
:) :( :D :p :(( :)) :x

Jumat, April 25, 2008

SAYA MASIH MENGAJAK KENCAN MANTAN PACAR SAYA

Anda Bisa Menyebut Saya Gila, Tapi Ia Masih Membuat Hati Saya Dak-Dik-Duk

Setelah sepuluh tahun pernikahan, saya masih tergila-gila pada wanita ini.
Berada bersamanya merupakan sejengkal surga bagi saya di dunia ini.

Ini adalah bukti yang dapat saya ajukan: Selama ini, saya telah melakukan 508 kencan romantis dengan istri saya. (Ya, istri saya. Apa tebakan Anda sebelumnya? Ia adalah mantan saya, bukan?) Kencan sekali setiap minggu selama hampir sepuluh tahun yang indah. Dan saya menyukai setiap kencan tersebut.

Malam kencan kami adalah suci.

Saya menolak semua undangan dan pertemuan, kecuali jika saya diundang oleh Presiden. Pernikahan kami menjadi seperti sekarang ini karena kencan berharga sebanyak 508 kali itu.

Silakan mengatai saya kampungan, pembohong, atau pecundang.
Tapi saya betul-betul senang berada bersamanya.

Omong-omong, tahukah Anda kalau istri saya punya kekuatan gaib?
Ketika saya bersamanya, ia mengusir rasa stres saya. Ketika saya dalam kesusahan, yang perlu saya lakukan hanya menceritakan masalah saya padanya, dan dengan segera, saya merasa jauh lebih baik. Bersamanya, saya merasa di rumah. Dan saya beristirahat.

Saya yakin para pasangan perlu saling berhubungan dengan cara yang dalam, kalau tidak mereka akan saling berjauhan dan mencari kelekatan yang lain.

Selain kencan mingguan kami, saya mengambil waktu khusus yang saya sebut “momen hubungan spontan”.

MOMEN HUBUNGAN SPONTAN
Kemarin sore, saya tiba di rumah dan siap untuk tenggelam dalam pekerjaan saya. Pekerjaan yang biasa saya lakukan: menulis artikel,menyiapkan kotbah, merencanakan rapat…

Namun ketika saya tiba di rumah, saya melihat wanita tercinta ini sedang duduk di sofa sendirian.

Saya berkata pada diri sendiri, “Pekerjaan dapat menunggu,” dan saya mengambil kesempatan ini untuk duduk di samping gadis paling luar biasa di seluruh penjuru dunia ini. Ini di luar rencana. Namun kami mampu berbicara dari hati ke hati. Sekalipun hanya untuk beberapa menit.

Kehidupan menawarkan kita waktu kebersamaan yang fantastis ini. Saya telah belajar untuk tidak melewatkan saat tersebut: Saat mengalami kemacetan di jalan bersamanya. Atau menunggu giliran di dokter gigi. Atau mengantri di kasir supermarket. Saat-saat ini akan menjadi tidak membosankan jika Anda saling berpegang tangan dan bicara.

BAGAIMANA MEMILIKI PERNIKAHAN YANG INDAH
Suatu hari, seorang suami yang terbilang muda menghampiri saya dan berkata, “Bo, saya berharap pernikahan saya akan menjadi sama indahnya dengan pernikahanmu sepuluh tahun dari sekarang…”

Saya hanya punya satu kata untuknya: “Jangan berharap. Putuskan.”
Dalam satu kalimat itu, saya memberi rahasia kesuksesan saya.

Itulah yang membedakan pernikahan indah dan pernikahan yang tidak terlalu indah.

Itulah yang membedakan orang-orang yang sukses dari mereka yang tidak sukses.

Orang-orang yang tidak sukses berhasrat, berkeinginan, berharap,mendambakan impian-impian mereka.Itu saja tidak cukup.

Orang-orang sukses memutuskan untuk mewujudkan impian-impian mereka. Titik.

Artinya mereka melakukan apapun yang diperlukan. Tak ada yang dapat menghentikan mereka.

Kegagalan bukanlah suatu pilihan.

Coba saya tanya pada Anda: Akankah Anda melakukan apapun yang diperlukan?

Bagi saya sebagai seorang suami, artinya…
• Menganut “mental” monogami
• Mengabaikan kesalahannya
• Melakukan berbagai cara untuk menunjukkan cinta saya
• Memprioritaskan kencan kami
• Memimpin keluarga saya pada Tuhan

Catatan: Hanya agar Anda tidak berkhayal bahwa saya adalah seorang suami yang sempurna, saya akan katakan terus-terang. Saya sangat jauh dari itu. Tanyakan saja pada istri saya!

Namun yang paling penting adalah bahwa saya telah memutuskan untuk menjadi seorang suami yang luar biasa. Dan saya mengambil keputusan itu setiap hari. (Saya bergumul dalam mimpi ini setiap hari!)

Saya sadar bahwa kekuatan keputusan ini mempengaruhi setiap area lain dalam hidup…

BAGAIMANA MENJADI SUKSES DALAM SEGALANYA
Saya juga telah memutuskan untuk menjadi seorang yang sukses dalam hal finansial.

Tak ada “jika”, tak ada “tetapi”, tak ada alasan. Saya akan melakukan apapun yang diperlukan.

Bagi saya, hal itu berarti tetap berpegang pada bakat alami saya, mencari guru yang bijak, berkreasi, membentuk sebuah tim impian di sekeliling saya, dan berfokus untuk mengasihi para pelangan saya.

Saya juga memutuskan untuk menjadi seorang yang rohani.
Hal itu berarti saya menerima kasih Tuhan, berjalan dengan integritas, dan mengejar misi utama saya untuk mengasihi sesama.

Saya juga memutuskan untuk menjadi seorang yang sehat.
Hal itu berarti berolahraga setiap hari, makan sayuran dan buah-buahan, minum vitamin, dan hidup dalam keseimbangan.

JANGAN BERHARAP. PUTUSKAN.
“Tapi Bo, saya sudah memutuskan untuk menjadi sukses! Namun saya rasa keputusan saya belum cukup kuat…”

Kalau begitu artinya Anda belum betul-betul memutuskan.Anda baru berharap.

Jika Anda tetap tinggal dalam tahap “berharap”, tak ada yang akan terjadi.

Anda harus melangkah ke tahap “memutuskan”.

Saya diingatkan oleh Jendral China yang melakukan invasi ke sebuah pulau. Ketika mendarat di pantai, ia meminta prajuritnya untuk membakar perahu mereka sendiri. Tentu saja, mereka terkejut. Ketika menanyakan mengapa mereka harus melakukan tindakan gila membakar perahu mereka sendiri, ia berkata, “Kita akan meninggalkan pulau ini sebagai Pemenang atau sebagai jasad. Tidak ada pilihan melarikan diri.”

Itulah sebuah keputusan.

Dan itulah bentuk keputusan yang akan membuat Anda sukses dalam segala sesuatu.

Semoga impian Anda menjadi kenyataan,

BO SANCHEZ


Terjemahan oleh: Jessica J. Pangestu
Sumber: Milis Bo Sanchez

Minggu, April 20, 2008

DOMPET

Hari masih gelap. Pintu pastoran masih tertutup rapat. Tampak kabut putih menyelimuti bukit kecil di tengah hutan. Sepi! Sepertinya tak ada kehidupan. Sesekali terdengar suara alam yang menyanyikan senandung kidung pujian pagi. Semalam hujan turun dengan lebatnya menyebabkan aliran sungai di sekeliling bukit itu meluap. Tampak dari jauh seorang pemuda datang mendekat ke pastoran. Ia tidak pernah memakai alas kaki, dan hanya mengenakan celana pendek dengan baju yang agaknya sudah mulai sobek. Kumis dan jenggotnya dibiarkan begitu saja, dan tak pernah diurus dengan rapi. Di belakang punggungnya ada sebuah rangsel. Tergesa-gesa ia mengetuk pintu dan segera mengatakan “good morning father” kepadaku. Aku membuka pintu pastoran dan mengucapkan salam kepadanya. Dalam pikiranku, aku bertanya-tanya ada apa gerangan pagi-pagi Kwane sudah datang ke pastoran. Ternyata dia hanya bertanya apakah dia boleh ikut ke kota bersamaku? Aku menjanjikan dia, jam delapan nanti dia dapat pergi bersama denganku.

Dalam perjalanan menuju ke kota, Kwane bercerita bahwa ia datang ke kota hanya untuk jalan-jalan dan melihat situasi di kota. Kebetulan hari itu hari “pay day”, artinya hari di mana semua instansi pemerintahan dan swasta membayar gaji para pegawai dan karyawannya dengan system fort night, dua minggu sekali mereka mendapat gaji. Jadi orang-orang berbondong-bondong datang ke kota untuk belanja kebutuhan hidup mereka, dan sekedar jalan-jalan seperti yang dilakukan oleh Kwane. Aku memperhatikan saku celananya, tak terlihat ada dompet. Dia berkata bahwa dia tidak memiliki dompet, dan tidak membutuhkannya. Kalau pun ada uang, uang itu dimasukkan saja ke dalam saku celananya. Akupun memberikan nasihat bijak kepadanya; “bila engkau mempunyai dompet, uangmu tidak akan mudah hilang, dan tidak tercecer ke mana-mana, serta memudahkanmu untuk menemukan sewaktu-waktu kamu membutuhkannya”. Tetapi Kwane berkata kepadaku “ father this is life”. Yang terpenting dalam hidup ini bukan ke mana-mana membawa dompet berisi uang, tetapi kemana-mana membawa hati, senyum dan kegembiraan. Kekayaan kita bukan diukur sejauh mana kita memiliki barang, atau uang, tetapi kekayaan kita diukur sejauh mana kemurahan hati, kita berikan kepada orang lain. Aku hanya bisa diam, dan merenung kotbah bijak yang pertama kali aku dengar dari seorang pemuda Papua bernama Kwane.

Kaya di mata Allah
Tuhan Yesus memberikan sebuah perumpaan yang indah kepada orang Farisi tentang seorang kaya yang berlimpah-limpah harta kekayaan. Ia memikirkan bagaimana ia dapat menyimpan di tempat yang aman, kemudian membangun gedung yang besar untuk menyimpan kekayaannya. Ia berkata kepada jiwanya, “ada padamu banyak barang, tertimbun untuk bertahun-tahun lamanya; beristirahatlah, makanlah, minumlah dan bersenang-senanglah! Tetapi keesokkan harinya jiwanya diambil oleh Tuhan. Ia mati. Lantas segala kekayaannya yang berlimpah-limpah tidak ada gunanya lagi.

Orang kaya dalam perumpamaan ini melupakan satu hal yang penting dalam hidup ini yakni bagaimana membuat dirinya kaya di mata Allah. Ia hanya mengumpulkan segala harta kekayaan duniawi yang dapat memberikan kebahagiaan tubuhnya, tetapi lupa untuk membuat dirinya kaya di mata Allah. Kaya di mata Allah, artinya pribadi-pribadi yang menghayati hidup yang penuh kemurahan hati, cinta dan kebaikan kepada sesama. Ini lah harta yang tersimpan di surga. Tidak jarang, kita alpa untuk mencari dan mengumpulkan harta seperti ini. Kita lebih tergiur untuk mengumpulkan harta duniawi. Kecemasan dan rasa takut membawa kita tidak lagi memikirkan harta yang tersimpan di surga. Tuhan Yesus berkata “ carilah dahulu Kerajaan Allah, maka semuanya akan ditambahkan kepadamu”. Kata-kata Tuhan Yesus ini memiliki kekuatan yang luar biasa, karena Kerajaan Allah yang dimaksudkan oleh Yesus adalah cinta, kemurahan hati, kedamaian, pengampunan, belas kasih dan bila kita lakukannya dalam kehidupan kita sehari-hari, maka Allah akan menambahkan apa yang kita butuhkan saat ini. Janganlah cemas akan apa pun yang akan kamu makan, atau apapun yang akan kamu pakai, lihatlah burung di udara yang tidak pernah menabur, tetapi diberi makan oleh Allah. Kalau demikian manusia lebih berharga dari itu semuanya ini. Allah akan memperhatikan dan memelihara kehidupan kita.

Nyala Kasih

Kwane adalah seorang pemuda yang menghayati kata-kata Tuhan Yesus. Buatlah dirimu kaya di mata Allah. Ia masih muda, umurnya kira-kira 25 tahun. Ia gagal menjadi seorang perawat. Bahkan ia bercita-cita dan berkeinginan untuk menjadi seorang pastor. Selama dua tahun ia bekerja di paroki. Ia pekerja keras. Ketika ia menerima uang dari hasil kerjanya, uang itu diberikan untuk keluarga dan saudara-saudarinya. Sementara dia hanya mengambil sedikit untuk keperluaan hidupnya bahkan tidak sama sekali untuk dirinya. Ketika ia tidak bekerja lagi di paroki, ia berniat untuk kembali ke kampungnya dan membangun gereja di tempat asalnya. Ia sungguh-sungguh merealisasikan semangatnya dengan membangun iman umat di kampungnya. Ia sangat aktif dalam semua kegiatan rohani di gereja dengan mempersiapkan liturgi untuk umat yang datang pada hari minggu. Kadang-kala di hari-hari tertentu dia datang dari kampungnya dengan jalan kaki, kira-kira satu jam hanya untuk mencari lagu-lagu dan latihan nyanyi sendiri di gereja sampai sore hari. Semangat hidupnya itu juga ditunjukkan dalam semua aktivitas. Kalau bepergiaan untuk mengadakan kunjungan ke kampung selama satu minggu, dia selalu menyediakan dirinya untuk membawa barang-barang, bahkan suatu saat kami harus melewati sungai, dan kebetulan mesin motor kami mengalami kerusakan, dia turun dari perahu dan menarik perahu yang kami tumpangi di sungai, sampai ke tempat tujuan.

Ketika kutanya mengapa ia melakukan semuanya itu. Dengan senyum ia berkata bahwa dia melakukannya semuanya karena dia adalah instrument dari cinta Allah. Cahaya kasih harus dibagikan kepada orang lain, supaya orang lain juga dapat melihat terang. Inilah yang dapat dia bawa ke mana-mana, yakni cinta dan hati yang siap untuk membantu dan melayani orang lain. Aku meyakini bahwa jawaban Kwane adalah suatu jawaban dari kedalaman pengalaman dan penghayatan imannya terhadap cinta Tuhan. Ia melakukan dan menjalankan semuanya itu dari pengalaman hidupnya sehari-hari. Aku teringat kembali apa yang dikatakan oleh Kwane tentang dompet ketika kami melakukan perjalanan ke kota. Yang terpenting adalah kemana-mana tetaplah membawa cinta, kasih dan pengharapan. Rupanya apa yang dikatakan oleh Kwane mengalir dari kehidupannya sendiri. Sebagai seorang pemuda yang sangat sederhana, dia sudah mengerti tentang kehidupan dan arti cinta ini dengan sangat mendalam. Cinta adalah suatu peziarahan yang tidak pernah berhenti, keluar dari diri sendiri menuju orang lain melalui pemberiaan diri sendiri, pengorbanan, pengharapan sehingga orang lain pun mampu menemukan Allah.

Membawa Hati
Kemana-mana kita bepergiaan, kita selalu membawa dompet di saku belakang celana atau di dalam tas kecil kita. Di dalam dompet ada bermacam-macam jenis kartu. Ada kartu nama, kartu tabungan, uang, dan bermacam-macam lagi jenis barang yang kita simpan di dalam dompet kita. Sementara itu di saku pakaian kita yang lain, kita letakkan handphone. Bila sewaktu-waktu kita membutuhkan, atau orang menelepon kita, kita sudah menyiapkannya. Pendek kata segala sarana yang kita butuhkan kita ambil dan tak pernah kita lupa untuk membawanya. Inilah yang kita lakukan hampir setiap hari. Bahkan pada saat kita menghadiri perayaan ekaristi pada hari minggu, dompet dan handphone kita pun selalu tidak ketinggalan.

Namun, sangat berbeda yang dilakukan oleh Kwane, bila bepergiaan ke gereja sekalipun, ia tidak membawa dompet, apalagi handphone. Ia hanya membawa hati, kemurahan hati, kegembiraan, dan senyum. Inilah kekayaan hati yang dibawa ke mana pun Kwane pergi. Kekayaan bukan yang lagi ditentukan sejauh mana aku memiliki banyak barang, uang, handphone, tetapi kekayaan seorang kristiani sejauh mana kemurahan hati, kegembiraan, senyum, dan pelayanan aku bagikan kepada orang lain. Inilah sebuah nilai yang diajarkan oleh Kwane kepadaku “tentang mengumpulkan harta surgawi”. Inilah harta surgawi yang tersembunyi dalam diri orang-orang sederhana. Harta surgawi inilah yang selalu Kwane pelihara dan bawa ke mana-mana. Tidak memiliki dompet dan handphone membuat dirinya tidak memiliki banyak kebutuhan. Kebutuhannya yang sedikit membuat hidupnya lebih fokus pada pencarian harta surgawi.

Ketika aku memulai lagi suatu perjalanan, atau mlakukan suatu pekerjaan aku mengambil lagi dompetku, kuperhatikan isinya ada uang di dalamnya, kuperhatikan banyak kartu yang tersimpan di dalamnya. Tampak tebal di saku belakang celanaku. Sedangkan di saku celanaku yang lain, tidak pernah ketinggalan kuletakkan hand phone. Tiba-tiba aku diingatkan bahwa semuanya ini hanya sebuah sarana bagiku untuk menjadi seorang pembawa kabar gembira. Bukannya sarana ini menghalangi aku menjadi lebih leluasa membagi kasih dan kegembiraan kepada orang yang ada sekitarku. Dengan sarana ini pula menjadikan aku memiliki peluang yang lebih besar untuk mencintai dan melayani orang lain.

Kwane, pemuda sederhana telah mengajarkan kita akan arti pentingnya membawa hati ke mana pun kita pergi. Hati yang selalu memancarkan kegembiraan, dan bukan kesedihan, hati yang selalu belaskasih, dan bukan egoisme, hati yang selalu senyum, dan bukan hati yang selalu murung, hati yang selalu mencintai, dan bukan hati yang selalu menuntut, hati yang selalu menjadi pembawa damai, bukan hati yang membawa pertikaian, hati yang selalu percaya akan cinta Allah, dan bukan hati yang selalu takut. Inilah kekayaan hati yang selalu kita bawa, sehingga orang lain pun dapat mengalami Tuhan. Di dompet kita mungkin masih banyak barang mewah dan berharga, karena tersimpan uang, kartu kredit, foto orang-orang yang kita cintai, tetapi kedalaman hati Kwane mengajarkan kita bahwa kita juga mesti menyimpan hati kita yang murah hati ke mana pun kita bawa atau ke mana pun kita pergi. Inilah harta yang harus kita jaga, kita rawat dan kita bangun. Kini kabut putih yang menyelimuti pastoran sederhana di tengah hutan di sebuah bukit sudah tidak ada lagi. Kabut itu sudah pergi meninggalkan suatu jejak indah untuk selalu setia membawa hati ke mana pun aku pergi.


Fr. Mans Werang, CM
Pastor Paroki St. Yohanes, Matkomnai, Keuskupan Daru-Kiunga, Western Province, Papua New Guinea. ( ahmans2006@yahoo.com.au) atau (belina_cm@dg.com.pg



Dikirim oleh: Titi (Paroki Maria Bunda Karmel, Jakarta)

Minggu, April 13, 2008

BUKAN BASA-BASI


Malam itu hujan turun dengan lebatnya. Beberapa umat kesulitan untuk kembali ke rumah mereka, setelah mereka latihan nyanyi di gereja. Diantara mereka, hanya sedikit yang membawa payung dan segera itu mereka meninggalkan gereja. Ada beberapa anak-anak datang ke pastoran meminta kantong plastik untuk meletakan pakaian mereka di dalamnya. Setelah itu mereka berlari di tengah kegelapan dan guyuran hujan. Mereka hanya menyelamatkan pakaian mereka agar tidak basah. Pakaian tersebut akan dipakai keesokan harinya untuk menghadiri perayaan ekaristi di Gereja. Pakaian yang mereka kenakan yang itu-itu saja. Bukan karena mereka senang dengan pakaian itu, tetapi karena yang mereka miliki hanya itu. Tampak sobek, agak kotor dan aroma khas yang menebar. Mereka tidak terlalu mempedulikannya, karena itulah hidup mereka di tengah kesederhanaan.

Untuk membeli pakaian bukanlah hal yang mudah atau gampang bagi mereka. Harga pakaian sangat mahal. Akses antar kota perdagangan dari provinsi lain ke western Provinsi sangat sulit. Semuanya hanya dapat dijangkau melalui sungai. Bila musim kemarau tiba, kapal-kapal tidak dapat masuk ke pelabuhan Kiunga, maka harga bahan makanan dan pakaian semakin melambung. Kurangnya perhatian pemerintah dalam menyediakan sarana transportasi, juga turut menyumbang membengkaknya harga barang-barang. Maka kebanyakan mereka memiliki dua atau tiga pasang pakaian, itu sudah cukup bagi mereka.

Cita rasa hidup
Samuel bercerita bahwa mode pakaian belum mendapat tempat di hati mereka. Mereka memakai pakaian seadanya saja. Lihatlah anak-anak Papua, setelah bermain atau berolaraga, mereka segera mandi di sungai, tetapi masih mengenakan pakaian yang sama lagi ke rumah mereka masing-masing. Keesokan harinya saat berangkat ke sekolah mereka masih menggunakan pakaian yang sama, dengan sobekan di mana-mana. Mereka tidak pernah merasa minder, apalagi malu, karena umumnya semua anak-anak demikian dalam cara berpakaian.

Suatu saat Samuel yang masih duduk di bangku Primary school mengajak aku ke sungai untuk melihat teman-temannya yang sedang ceria bermain dengan air di sungai. Di tepi sungai ia bercerita tentang teman-temannya. Ia tidak terlalu peduli apakah aku mengerti atau tidak dengan aksen yang kadang kala bahasa inggris, kadangkala bahasa pidgin, dan sesekali bahasa awim. Ia tidak pernah meminta dari aku pakaian atau makanan, tetapi bermain bersama dengan dia dan teman-temannya.
Samual adalah gambaran wajah anak-anak Papua. Mereka tidak memiliki hiburan yang menarik, selain bermain kelereng, bermain sepak bola dan bermain di sungai. Namun yang terindah adalah mereka menikmati hiburan itu dalam kebersamaan dengan teman-temannya. Ada jalinan komunikasi, keceriaan, dan kegembiraan yang mereka rayakan bersama-sama.

Hadir Bersama Mereka
Pakaian yang kita gunakan menentukan siapakah diri kita. Ketika seseorang menggunakan jubah, orang akan mengetahui dia seorang frater, atau pastor. Tatkala seseorang menggunakan jas dengan dasi, orang dengan mudah pula mengetahui pasti dia seorang eksekutif, atau memiliki kedudukan yang tinggi. Pakaian juga menentukan dengan siapa kita menjalin kerjasama atau berkomunikasi. Dengan pakaian yang rapih, orang akan merasa percaya diri ketika tampil berkomunikasi dengan orang lain. Dengan pakaian yang rapih pula memberi nilai plus pada dirinya, karena orang pasti akan memberikan apresiasi pada dirinya.

Orang-orang Papua adalah pribadi yang sederhana. Mereka tidak terlalu mempersoalkan bagaimana pakaian yang mereka kenakan. Bagi mereka, hidup dalam suasana kebersamaan, dengan merayakan kegembiraan bersama adalah sesuatu yang memberikan rasa damai di hati. Maka, kehadiran secara pribadi, duduk bersama mereka, dan mendengarkan kerinduaan hati mereka adalah jauh lebih mewah, karena disanalah mereka merasa dihargai, dihormati dan disapa hati mereka sebagai teman, sahabat dan keluarga. Mereka seringkali berkisah tentang hidup mereka, tentang kegembiraan, dan tentang pengalaman mereka dan membiarkan diri mereka dicintai.

Hadir bersama mereka adalah kebijaksanaan kuno yang seringkali kita lupa. Kita terbawa arus dalam gaya hidup baru yakni gaya hidup instant. Gaya hidup instant mempromosikan sebuah cita rasa untuk memenuhi selera pribadi, dan mengabaikan kebersamaan. Dengan kata lain, hidup instant memperkenalkan pencarian cita rasa untuk memenuhi keinginan diri sendiri, tanpa menghiraukan keberadaan orang lain. “ slogan yang sering kali kita dengar adalah “emangnya gua pikirin”. Lu, lu, gue..gue” Slogan yang memuliakan paham individualisme. Lantas, perayaan kebersamaan dengan menikmati indahnya duduk bersama, tertawa bersama, bermain bersama adalah sesuatu yang membosankan. Jalinan komunikasi antar pribadi juga menjadi semakin sedikit, karena dunia instant mendikte manusia untuk mengabdi pada kesenangan pribadi. Contoh jelas, kesibukan kita dengan aktivitas yang banyak, kian menyita sekian waktu yang diperlukan untuk membina relasi kebersamaan dalam keluarga. Kita memilih memenuhi selera pribadi kita dengan mengabaikan hadir bersama dengan orang-orang yang kita cintai. Kesenangan kita juga, seringkali menyita sekian waktu yang diperlukan untuk melayani orang lain. Kita memilih untuk mengabdi pada pemenuhan diri sendiri, dari pada merayakan kebersamaan dengan orang lain. Ketika pengabdian pada diri sendiri kian kuat, kita akan mengorbankan roh dari keluarga kita dan mengorbankan semangat pelayanan kita.

Menikmati Kebersamaan
Yesus adalah teladan hidup bagaimana menikmati kebersamaan. Ia selalu berusaha menjalin kebersamaan dengan para rasulNya. Yesus memandang bahwa kekuatan hadir bersama dengan para muridNya mendorong mereka selalu berada dalam komunio, dalam ikatan kesatuaan. Maka Ia selalu berusaha untuk duduk bersama para muridNya, bercanda bersama mereka, bahkan makan bersama mereka.

Hidup dalam kebersamaan dengan menikmati indahnya persaudaraan membuat para muridNya merasa dicintai oleh Guru mereka. Meskipun, Para murid Yesus adalah pribadi-pribadi yang sederhana yakni para nelayan, yang tidak memiliki latar belakang pendidikan yang memadai, namun Yesus tetap hadir bersama mereka. Yesus meyakini bahwa dengan hidup dalam kebersamaan, para muridNya merasa dihargai, dan dihormati sebagai pribadi. Yesus tidak hanya mengajarkan bagaimana menghayati nilai kebersamaan, tetapi ia mempraktekkan nilai kebersamaan itu. Dalam karya pewartaan dan perutusanNya dari desa-ke desa Yesus selalu hadir bersama mereka. Ketika menghadiri perjamuan di Kana, Yesus selalu datang dengan para muridNya. Tatkala pada malam perjamuan terakhir, ia merayakanNya bersama dengan para MuridNya. Ia duduk bersama semeja, dan menikmati kebersamaan dalam perjamuan itu. Bahkan ia berdoa bagi para muridNya kepada BapaNya, agar mereka selalu hidup dalam kebersamaan, dalam komunio sebagai tanda akan pentingnya hadir bersama. Setelah kebangkitanNya, Yesus selalu menampakkan diriNya dan hadir serta menikmati perjamuan bersama para muridNya; seperti kepada dua orang muridnya yang berjalan ke Emaus, atau ketika Yesus meminta makanan dari mereka. Yesus duduk bersama mereka yang sedang dalam suasana ketakutan, dan makan bersama mereka. Pada saat, Yesus mengucapkan syukur, para muridNya baru mengetahui bahwa Dia adalah guru mereka yang datang bersama mereka. Saat para muridNya diliputi suasana ketakutan, pasca kematian Yesus dengan berkumpul bersama di sebuah rumah, Yesus datang mengunjungi mereka, memberikan salam damai, hadir bersama mereka. Kehadiran Yesus bersama dengan para muridNya merupakan kekuatan cinta yang sungguh dirasakan oleh mereka.
Tuhan Yesus juga selalu berusaha hidup dalam persatuan dan kebersamaan dengan BapaNya. Yesus memandang pentingnya menjalin persatuan dan hadir bersama dengan BapaNya, karena dari sana mengalir kekuatan, dan harapan untuk melaksanakan karya perutusanNya. Tatkala Ia memulai karya pewartaanNya, Ia ingin menikmati kebersamaan dengan BapaNya di padang gurun. Ketika, mereka berjalan dari desa ke desa untuk mewartakan tentang Kerajaan Allah, Yesus selalu mengajak para muridNya untuk mengungsi ke sebuah tempat yang sepi untuk menikmati hadir bersama dengan BapaNya. Bahkan saat, Yesus berada di taman Getzemani, peluh dan darah mengalir, karena ketakutan menghadapi kematian, Yesus bertemu secara pribadi dengan BapaNya. Ketakutan berubah menjadi keberanian, ketika Yesus menikmati indahNya hadir bersama dengan BapaNya. “Biarlah Piala ini berlalu dari padaKu ya, Bapa, tetapi bukan karena kehendakKu, melainkan karena KehendakMu”. Yesus sungguh-sungguh merasa diubah oleh kekuatan dari BapaNya, setelah Ia menikmati kebersamaan dengan BapaNya, karena keyakinan bahwa BapaNya mencintai Dia, dan tidak akan meninggalkan Dia sendirian.

Mengalami Rahmat
Hadir bersama dengan orang lain, membuat kita dapat mengalami rahmat tersendiri. Rahmat mencintai dan dicintai oleh pribadi yang lain. Ketika kita mengabaikan hadir dalam kebersamaan, rahmat itu tidak akan kita rasakan, dan orang lain juga tidak akan mengalaminya. Rasul Thomas adalah contohnya, ketika para rasul yang lain sedang berkumpul di sebuah rumah, rasul Thomas tidak hadir dalam kebersamaan itu. Saat itu, Yesus menampakan diri kepada mereka dan memberikan semangat, serta dukungan bagi mereka supaya mereka jangan takut, karena Dia selalu menyertai mereka. Para muridNya mengalami kehadiran Yesus sebagai suatu rahmat, karena Yesus datang memberikan harapan baru bagi mereka. Namun, tidak demikian bagi Thomas, ketika para rasul menceritakan kepadanya, bahwa mereka melihat Tuhan datang, hadir bersama mereka, Thomas mengungkapkan ketidakpercayaannya; “Sebelum aku melihat bekas paku pada tangan-Nya dan sebelum aku mencucukkan jariku ke dalam bekas paku itu dan mencucukkan tanganku ke dalam lambung-Nya, sekali-kali aku tidak akan percaya." Thomas tidak dapat melihat Tuhan dan mengalami rahmat, karena dia tidak hadir dalam kebersamaan. Delapan hari kemudian murid-murid Yesus berada kembali dalam rumah itu dan Thomas bersama-sama dengan mereka. Sementara pintu-pintu terkunci, Yesus datang dan Ia berdiri di tengah-tengah mereka dan berkata: "Damai sejahtera bagi kamu!". Kemudian Ia berkata kepada Thomas: "Taruhlah jarimu di sini dan lihatlah tangan-Ku, ulurkanlah tanganmu dan cucukkan ke dalam lambung-Ku dan jangan engkau tidak percaya lagi, melainkan percayalah."Thomas baru mengalami rahmat dari Tuhan yang mencintainya, melalui kehadiran bersama dengan para rasul yang lain. Seandainya, Thomas memilih untuk mengikuti keinginan hatinya dan mengabaikan untuk hadir bersama dengan para murid yang lain, dia tidak dapat melihat dan berjumpa dengan Tuhan.

Jean Vanier pendiri komunitas L’arche, Daybreak di Kanada, sebuah rumah khusus bagi orang cacat mental berkata bahwa hadir bersama dengan orang lain membuat hidup kita menjadi lebih berarti dan bermakna. Karena kehadiran kita menjadi tanda rahmat bagi orang lain. Di sanalah mengalir solidaritas, karena kita berani berbagi hidup tentang kelemahan, dari pada berbagi kekuasaan dengan orang lain. Kehadiran kita sudah menjadi tanda rahmat bagi orang lain, karena orang lain merasa dicintai, berharga di mata kita. Sedangkan kita mengalami sukacita dan damai, karena boleh membagi kegembiraan, dan harapan bersama mereka. Mother Theresa, berkata bahwa hadir bersama mereka, berarti duduk bersama mereka, mendengarkan kata hati dan kerinduaan mereka yang terdalam, walaupun tanpa kata, tetapi sangat berarti dan bermakna bagi hidup mereka.

Anak-anak Papua adalah anak-anak yang sederhana. Mereka tidak terlalu memikirkan pakaian bermerek apa, yang akan mereka kenakan. Mereka juga tidak pernah berusaha untuk membeli pakaian yang mewah, atau datang mencarinya ke kota. Itu tidak mereka lakukan, karena kemewahan mereka adalah cita rasa akan kebersamaan. Mereka menikmati kebersamaan sebagai suatu yang terindah dalam hidup mereka. Mereka akan merasa lebih berharga dan dicintai lagi, kalau ada orang yang mau datang duduk bersama mereka, dan mendengarkan senandung kerinduan hati mereka yang terdalam di dalam hidup mereka. Mereka adalah anak-anak yang mengalami damai dan sukacita. Tertawa mereka yang khas mengundang rasa kagum akan keagungan Tuhan yang memberikan rahmat kepada mereka. Mereka membawa terang bagi hati kita yang kian hari kian tidak mempedulikan hadir bersama orang yang kita cintai. Mereka seperti nyala obor bagi penuntun jalan hidup kita, bahwa hidup damai dapat kita rasakan bila kita masing-masing memberi diri, hadir bersama dengan orang lain yang membutuhkan perhatian dan uluran hati dari kita.

Anak-anak di mana pun membutuhkan cinta, dihargai, dihormati dan diakung. Mereka membutuhkan kehadiran kita. Pribadi-pribadi yang merasa sendirian, kesepian, dipinggirkan juga adalah adalah pribadi-pribadi membutuhkan cinta dari kita. Pribadi-pribadi yang dipercayakan kepada kita untuk dilayani adalah pribadi-pribadi yang membutuhkan cinta, dihargai dan dihormati juga. Mereka adalah pribadi-pribadi yang merindukan kehadiran orang lain yang menyapa, yang menghangatkan dan menggetarkan hidup mereka untuk bangkit dari keterpurukan. Maka luangkan waktu yang terindah dalam hidup ini untuk berbagi kegembiraan dengan mereka.
Samuel adalah wajah anak-anak Papua yang mengajarkan kita akan nilai hadir bersama dengan orang lain yang agaknya mulai luntur di dalam hidup kita. Samuel masih mengenakan pakaian yang sama dengan aroma yang khas, tetapi kedalaman hatinya mengajarkan tentang sebuah makna hidup yang bernilai yakni hadir bersama mereka. Meskipun, hanya duduk diam bersama mereka, memberi senyum kepada mereka, bermain bersama mereka, tetapi memiliki makna dan arti yang mendalam. Kita akan merasakan suasana yang damai, setelah kita hadir bersama mereka. Karena kehadiran kita bersama mereka, bukanlah sekedar basa-basi, tetapi sungguh-sungguh kehadiran kita adalah tanda rahmat bagi mereka. Buktikan sendiri!

Fr Mans Werang, CM
Pastor Paroki St. Yohanes, Matkomnai, Keuskupan Daru-Kiunga, Western Province, Papua New Guinea. (ahmans2006@yahoo.com.au) atau (belina_cm@dg.com.pg)


Dikirim Oleh: Titi (Paroki Maria Bunda Karmel)

Jumat, April 11, 2008

KETIKA HAL BURUK TERJADI PADA ORANG BAIK

Bagaimana Mengubah Penderitaan Anda Menjadi Kemenangan.

Apakah Anda seorang yang baik?

Jika ya, pernahkah Anda berpikir mengapa hal-hal buruk masih terjadi pada Anda?

Harold Kushner menulis sebuah buku dengan judul yang sama ini dan buku tersebut langsung sangat laris. Karena orang-orang ingin tahu jawabannya.

Maaf, saya tidak akan memberi Anda sebuah jawaban. (Tak seorangpun mampu.)

Karena masalah penderitaan akan terus menjadi sebuah misteri.

Sebaliknya, saya akan memberitahu Anda apa yang harus dilakukan.

Saya akan memberitahu Anda apa yang harus dilakukan di tengah penderitaan Anda - sehingga Anda dapat mengatasi penderitaan Anda. Bagaimana Anda dapat mengubah Penderitaan Anda menjadi Kemenangan!

Anda siap?

Saya akan membagikan sebuah cerita yang sangat luar biasa...

KUTUKAN TERBESAR ANDA DAPAT BERUBAH MENJADI BERKAT TERBESAR ANDA

Michelangelo mempunyai seorang penindas yang sangat iri terhadapnya.

(Yang saya maksud bukan Teenage Mutant Ninja Turtle, tapi Michelangelo yang sebenarnya.)

Nama penindas itu adalah Bramante, seorang arsitek terkenal pada jaman itu.

Omong-omong, Anda tahu Bramante? Saya yakin 99% dari Anda belum pernah mendengarnya. Apakah Anda perhatikan bagaimana para penindas lenyap ditelan bumi, namun orang yang mereka tindas menjadi legenda? Sebuah pelajaran penting yang harus diingat!

Ketika Paus Julius berpikir untuk membuat sebuah kubur, ia meminta Michelangelo untuk melakukannya.

Tapi ketika Bramante mendengar hal ini - dan berpikir tentang pujian yang akan diterima Michelangelo - ia membujuk Paus untuk tidak meneruskan proyek ini. Benar saja, setelah Michelangelo mencari hingga ke pelosok dan menemukan batu marmer yang sempurna untuk proyek ini - yang memakan waktu 8 bulan lamanya - ia menyadari kalau Paus telah menelantarkan proyek ini. Michelangelo sangat kecewa.

Suatu hari, Paus berpikir tentang proyek lainnya.

Mendengar hal ini, Bramante berkesimpulan bahwa ini merupakan proyek yang memakan waktu lama dan hanya akan menerima sedikit pujian dari publik. Maka ia meminta Paus untuk memberikan proyek itu pada Michelangelo. Dalam benaknya, proyek itu akan menyibukkan seniman itu selama bertahun-tahun - dan tidak akan mencapai sesuatu yang berarti.

Lagipula, proyek itu juga merupakan pekerjaan melukis, dan Bramante tahu kalau Michelangelo bahkan bukan seorang pelukis, melainkan seorang pemahat.

Michelangelo melihat jebakan itu. Ia tahu itu merupakan suatu strategi musuhnya untuk menghancurkan dirinya. Awalnya, ia menolak.
Tapi Paus memaksa, dan karena tidak ingin membantahnya, Michelangelo setuju.


Proyek ini betul-betul memakan waktu. Michelangelo menghabiskan waktu 4 tahun untuk menyelesaikannya, dan ia hampir kehilangan penglihatannya karena hal ini...

Saya yakin sekarang Anda sudah tahu proyek itu: Kapel Sistine. Karya terbesar, termegah, terhebat dari Michelangelo. Lebih dari segalanya, hal itu menjadikan Michelangelo sebagai salah satu pelukis terbesar sepanjang masa.

Apa yang awalnya dimaksudkan untuk mengutuknya berubah menjadi berkat terbesarnya.



Penderitaan seharusnya menjadi kutukan terbesar. Namun bisa juga berubah menjadi berkat terbesar.

APAPUN PENCOBAAN YANG ANDA ALAMI, TETAP LAKUKAN YANG BAIK YANG SEHARUSNYA ANDA LAKUKAN



Saya merenungkan kisah ini dan melihat hidup saya sendiri.

Saya sudah melayani Tuhan selama 27 tahun, dan saya juga mempunyai "Bramante" yang tersebar di sana-sini.

Namun tanpa mereka, saya mungkin kehilangan berkat-berkat terbesar saya: pertumbuhan rohani, kesempatan untuk melayani, dan dampak yang saya berikan bagi hidup orang lain.

Bramante terbesar saya adalah dua orang yang menganiaya saya ketika saya masih kecil.

Karena pengalaman menyakitkan yang tidak terperikan ini, saya telah mampu menyembuhkan banyak orang yang memiliki luka batin yang sama. (Anda dapat membaca lebih banyak tentang ini dalam dua buku saya, Your Past Does Not Define Your Future, dan 7 Secrets To Real Freedom.)

Saya juga dapat berpikir tentang pencobaan lain yang saya alami dalam hidup...

Oh, mengapa hal buruk terjadi pada orang baik?

Inilah jawaban teologis saya yang hebat: Saya tidak tahu.

Tapi ini yang saya tahu. Apapun pencobaan yang saya alami, saya akan melakukan yang baik yang harus saya lakukan.

Dan pada akhirnya, saya akan menang.

Teman, tetaplah setia pada Tuhan di saat senang maupun susah.

Dan Anda akan melihat betapa segala sesuatu akan mendatangkan kebaikan bagi mereka yang mengasihi Dia.

Dan Anda akan melihat betapa penderitaan Anda akan berubah menjadi kemenangan.

Jangan pernah menyerah!


Semoga impian Anda menjadi kenyataan,
BO SANCHEZ

(Terjemahan Oleh: Jessica J. Pangestu)

Sumber: Milis Bo Sanchez

Jumat, April 04, 2008

MENIKMATI KESENDIRIAN BUKAN BERARTI KESEPIAN

Oleh: Mans Werang, CM

Sudah lama ia berjalan tanpa alas kaki. Di tangannya hanya ada parang dan tas kecil yang disangkutkan pada kepalanya. Keringat mengucur deras di tubuhnya. Sesekali dia berusaha untuk menghindari jalan yang berlumpur dan memilih jalan yang agak kering. Pandangan matanya tetap mengarah pada jalan kecil itu. Tak terdengar suara manusia. Di kiri dan kanannya hanya hutan lebat. Bila ada suara yang asing di telinganya, dia berhenti sejenak, namun segera itu ia melangkah lagi, karena ia menyakini itu suara alam yang setia menyertainya. Tatkala rasa lelah dan haus menghingapi dirinya, ia berhenti sejenak di sungai dan menimba air untuk memuaskan rasa dahaganya. Setelah itu, ia melanjutkan lagi perjalanannya. Ia berjalan dalam keheningan dan kesendirian di tengah jalan kecil di hutan menuju ke kota.

Jalan kecil yang melalui hutan itu dilewatinya setiap bulan kalau ia datang ke kota. Dia tidak pernah mengetahui sudah berapa lama ia berjalan, karena dia tidak memiliki jam tangan. Namun ia mengetahui dengan pasti bahwa kalau dia berangkat pagi hari berarti dia akan tiba di kota, ketika anak-anak sekolah sudah mulai bergegas keluar dari gedung sekolah. Inilah potret wajah Jo, seorang Prayer leader dari desa Nonigire. Ia sangat sederhana, pakaian yang dikenakan masih sama saja, dengan bekas lumpur di mana-mana, namun senyumnya selalu menghiasi wajahnya. Tak tergambar rasa lelah, yang adalah kelegaaan yang terpancar.

Wajah Jo adalah wajah orang Papua. Wajah-wajah kesederhanaan yang menikmati perjalanan dalam kesunyiaan tanpa merasa kesepian. Orang-orang Papua adalah pribadi-pribadi penikmat kesendirian. Mereka tidak memiliki akses untuk menjangkau dari satu tempat ke tempat yang lain. Akses yang sangat terbatas tidak membuat mereka putus asa memilih jalan kecil di tengah hutan untuk tiba di kota. Meskipun beban bahan makanan kadang sangat berat, namun mereka terus berjalan dan mengayunkan langkah. Ketika langkah awal diayunkan, itulah kehidupan mereka mulai bergulir. Rasa lelah dengan berjalan kaki berjam-jam dipuaskan dengan sumber air di tengah hutan yang memberi kesegaran baru untuk melangkah lagi, hingga mereka sampai di tempat tujuan.

Religiositas hati orang Papua
Kedekatan dengan alam membuat orang-orang Papua merasa bahwa alam adalah sahabat mereka yang senantiasa menyertai mereka dalam kesendirian. Alam adalah penuntun hidup mereka. Alam selalu menyediakan hati untuk memuaskan rasa dahaga mereka. Tatkala lelah, capek dan lapar, alam menyediakan air dan makanan bagi hidup mereka. Dalam kesunyiaan, alam berbisik tentang kehadiran mereka dalam perjalanan. Perjalanan itu menjadi suatu sukacita di tengah kesendiriaan. Mereka menikmati kesendiriaan sebagai doa dan mendengarkan suara-suara alam yang menyapa mereka bahwa mereka dicintai, bahwa hidup mereka berharga. Sehingga perjalanan itu tidak lagi menjadi suatu beban tatkala mereka mulai melangkah.

Hati yang dekat dengan alam membuat mereka memahami kehidupan dengan lebih jernih. Alam memberi banyak kemungkinan tentang hidup manusia. Alam menyapa di hati mereka bahwa ada harapan untuk mengapai hidup yang tenang. ketika perjalanan itu dirayakan dengan sikap yang terbuka, kelegaan hati akan mereka raih. Perjalanan bagi mereka di tengah alam tidak lagi menjadi sesuatu yang menakutkan, meskipun dalam kesendirian, karena keyakinan akan alam yang selalu berbicara tanpa kata-kata.
Hidup mereka bagaikan sebuah perjalanan doa. Tak ada rasa takut, gelisah dan cemas meskipun harus melewati hutan belantara dan jalan sempit, karena kesadaran akan suara-suara Tuhan yang memanggil mereka dengan nama mereka bahwa mereka dicintai.

Hadir di Hadapan Allah
Theresa dari Avila mengatakan doa adalah hadir di hadapan Allah, menikmati dan merasakan kekuatan kasih yang mengalir dari Allah. Bagi Hendri Nouwen dalam bukunya “The Only Necessary Thing living a prayerful Life” mengatakan doa adalah masuk dalam persatuan dengan pribadi yang mencintai kita sebelum kita dapat mencintai. Inilah cinta pertama yang diungkapkan pada kita dalam doa. Sedemikian pentingnya doa, sehingga St Vinsensius pernah berkata “ Berilah aku hati seorang pendoa, maka aku akan dapat melakukan semuanya”. Benar! Doa adalah sumber hidup yang memberi kekuatan di saat kita lelah. Doa seperti air yang memberi kelegaan, kepuasaan dan kegembiraan pada kita.

Tuhan Yesus menunjukkan dengan jelas bagaimana kekuatan doa. Ketika dia dan para muridNya berjalan dari kota ke kota, dia selalu berusaha mengasingkan diri dalam kesendirian dan bertemu dengan BapaNya. Ketika rasa takut menghadapi kematian di depan matanya, Yesus bertemu dengan BapaNya seorang diri di taman Getsemani. Yesus berdoa. Yesus memulai seluruh karya dan perutusanNya dengan doa. Rasa takut dan kesendirian menjadi kekuatan, ketika Ia datang bertemu dengan BapaNya dan merasakan betapa BapaNya mencintai Dia. Yesus tidak pernah lari dari kesendirian dan kesepian karena keyakinan akan penyertaan BapaNya. Semuanya itu ditemukan dalam doa.

Kesunyiaan Hati
Hidup di Papua adalah hidup dalam dunia kesunyiaan. Hidup dengan tak ada tawaran dan promosi modernisme. Hidup yang mengalir begitu saja, tanpa ada hiruk pikuk yang menenggelamkan hati pada dunia. Yang ada adalah suara-suara alam yang memanggil dari hari ke hari. Suara alam yang menyanyikan senandung pujian, senandung doa dan senandung lagu cinta bahwa hidup manusia dicintai dan berharga di mata Allah.
Namun suara-suara yang menyapa setiap saat sepertinya berlalu begitu saja, tatkala hidup manusia kian hari kian tak ada ruang waktu yang disediakan untuk melangkah dan masuk dalam diri sendiri. Kian hari kian kita kian takut untuk hidup dalam kesunyian. Maka kita berusaha untuk melepaskan diri dari rasa takut dengan memuaskan diri pada atribut-atribut duniawi. Kita berusaha memenuhi berbagai tawaran duniawi, ketimbang berusaha memenuhi panggilan jiwa. Karena panggilan jiwa adalah berjalan dalam kesendirian, di tapak kecil dengan jarak waktu yang kian lama. Tatkala tak ada ruang untuk memenuhi panggilan jiwa, kesepian datang dalam berbagai wajah. Wajah yang paling menakutkan adalah wajah yang memperlihatkan wajah ketidakpuasaan dengan diri sendiri. Orang menjadi cepat marah, bahkan berbagai tindakan brutalisme, kejahatan, dan kriminalitas lahir dari ketiadaan ruang untuk memenuhi kesunyiaan hati. Kesunyiaan adalah momok yang menakutkan, karena di sanalah diri kita berhadapan dengan kesendirian. Maka doa dengan masuk dan bersatu dengan Allah menjadi suatu beban. Jika demikian doa tidak lagi dilihat sebagai sumber yang memberi kepuasaan, kedahagaan, dan kebahagian hidup seperti Orang Papua tatkala lelah, berhenti sejenak menikmati sumber air, melainkan doa dilihat sebagai saat membuang-buang waktu, karena melakukan hal yang tidak berguna.

Sebagai orang Kristiani kadang aku malu dan bertanya pada diri sendiri. Sudah kah aku jadikan doa sebagai sumber hidupku yang memberi kedahagaan? Alasan klasik sering aku lakukan adalah tidak ada waktu untuk berdoa karena sibuk dengan dunia idealismeku sendiri. Sibuk mencari popularitas dan merasa bahwa aku tidak membutukan doa lagi. Tatkala kesepian datang, aku berusaha untuk mencari atribut-atribut duniawi. Namun semakin aku mencari kelegaan tak pernah aku raih. Inilah cermin wajah-wajah kita yang memilih memuliahkan diri sendiri, dan lupa untuk mendengarkan suara pribadi yang memanggil “anakku Aku mencintai engkau”. Peristiwa pembabtisan Yesus di sungai Yordan dengan gamblang melukiskan suara yang terdengar dari langit “ Inilah Anakku yang terkasih, dengarkan Dia. Bapa menyapa Yesus dengan sapaan anakku yang terkasih. Jika Yesus disapa dengan anakku yang terkasih, berarti aku juga disapa demikian.

Menikmati Kesendirian
Kesepian adalah bagian dari hidup manusia. Siapapun pasti mengalami. Kesepian datang setiap saat. Di tengah keramaian, di tengah suara gegap gempita bahkan di tengah suasana pesta, kesepian itu datang. Kesepian adalah sebuah pengalaman eksistensial yang tidak mengenakan. Dan ketika ia datang tidak jarang kita berusaha untuk menghindarinya, tanpa berusaha untuk mengelola rasa kesepian itu menjadi suatu yang kreatif.

Tuhan Yesus pun mengalami kesepian dan kesendiraan ditinggalkan oleh BapaNya ketika Ia bergantung di kayu salib “ ya Allah, ya Allaku mengapa Engkau meningalkan Aku? Yesus merasa ditinggalkan oleh BapaNya, namun segera itu dia menyadari karya perutusanNya, dia berkata “ sudah selesai”. Yesus menyadari bahwa dalam kesepian itu BapaNya tetap menunjukkan kasih dan penyertaanNya. Allah tak pernah tidur. Dia selalu menyertai kita dalam setiap perjalanan hidup. Dia hadir menyapa setiap manusia melalui berbagai peristiwa, mungkin peristiwa yang tidak besar, tetapi dalam pengalaman keseharian yang sederhana. Di situ Allah juga berbicara. Yang terpenting adalah membuka hati dan mata untuk melihat Allah yang berbicara kepada kita dalam pengalaman itu.

Kita sering merasa sendirian, meskipun berbagai atribut duniawi kita miliki. Jo dan orang Papua adalah pribadi-pribadi yang tidak memiliki apa-apa. Mereka hanya memiliki sikap hati yang terbuka sehingga peka melihat bahwa di tengah kesendirian di jalan tapak kecil di antara hutan, mereka masih meyakini bahwa alam selalu melindungi dan menyertai mereka. Mereka menikmati perjalanan dalam kesendirian, namun tidak merasa kesepian. Itulah hidup yang harus kita kejar dan kita raih, bahwa dalam kesendirian Allah selalu dan masih mencintai kita. Nikmatilah kesendirian di hadirat Tuhan, karena kesendirian bukan berarti kesepian.

…..bersambung….

Mans Werang, CM
Pastor Paroki St. Yohanes, Matkomnai, Keuskupan Daru-Kiunga, Western Province, Papua New Guinea. (ahmans2006@yahoo.com.au) atau (belina_cm@dg.com.pg)



Dikirim oleh: Titi (Paroki Maria Bunda Karmel, Jakarta)

Chat on MSN, YAHOO, AIM with eBuddy