To All of You,

Dengarkan Musik Ini

Super Mario Game

INFO SINGKAT

Beri Masukan Untuk Kami

Name :
Web URL :
Message :
:) :( :D :p :(( :)) :x

Sabtu, Maret 29, 2008

YA! YA! YA!


Saya baru membaca kisah hidup Bunda Teresa dari Kalkuta.

Ada sebuah kisah menarik tentang dia yang baru dipublikasikan akhir-akhir ini. Ternyata selama bertahun-tahun Bunda Teresa sungguh amat menderita. Bukan penderitaaan fisik karena hidup miskin yang memang merupakan pilihan jalan hidupnya. Tapi penderitaan batin, atau lebih tepatnya penderitaan rohani.

Menurut kisah ini, yang dipublikasikan dalam rangka penyelidikan untuk kanonisasinya, selama puluhan tahun Bunda Teresa merasa sangat jauh dari Tuhan. Berada dalam kekeringan rohani selama jangka waktu yang sangat panjang. Ada saat bahkan dimana dia meragukan keberadaan Tuhan.

Kisah ini sungguh menarik karena saya sangat mengagumi Bunda Teresa. Karena kesederhanaannya. Karena perjuangannya. Karena keberaniannya. Tapi terutama karena kesediaannya untuk menjawab "ya" untuk tugas yang diberikan Tuhan.

Namun perjalanan hidup Bunda Teresa menunjukkan kepada kita bahwa jawaban "ya" ternyata tidak cukup sekali diucapkan. Bagi Bunda Teresa jawaban "ya" merupakan jawaban yang terus menerus dia ucapkan bahkan ketika dia tidak merasa ingin menjawab "ya".

Ketika kita merasa jauh dari Tuhan. Ketika kita tidak ingin mengikuti ajaran Tuhan. Ketika tugas dari Tuhan terasa sangat berat. Beranikah seperti Bunda Maria dan Bunda Teresa dari Kalkuta kita menjawab "ya" kepada Tuhan ? (Jo)

Tuhan tolonglah saya menjawab "ya" kepadaMu.


(Sumber: "Bahasa Kasih", Maret 2008 - Renungan Harian Berdasarkan Kalender Liturgi)

Jumat, Maret 28, 2008

KEKUATAN LUAR BIASA DARI IMAGINASI ANDA

Apakah Anda Menggunakannya Untuk Mengubah Hidup Anda?



Saya baru saja tiba dari Dubai.

Dan saya masih tidak dapat melupakannya.

Ini adalah kedua kalinya saya mengunjungi kota yang mempesona itu,tapi pengaruhnya bagi saya masih sama. Seperti seorang pria yang baru menyaksikan pertunjukan sulap yang spektakuler, saya masih takjub. Terutama, saya kagum pada keberaniannya. Pada kenekatannya.

Teman saya, Ed, memberitahu saya, "Ketika saya datang ke Dubai 17 tahun lalu, tempat ini hanyalah gurun pasir yang sangat luas." Saya percaya pada ucapannya. Saya melihat foto-fotonya dulu.

Ed juga membawa saya ke sebuah safari gurun pasir. Ia mengantar saya dengan Land Cruiser miliknya ke daerah pinggiran Dubai - yang merupakan sebagian besar dari kota itu yang masih terlihat seperti beberapa tahun lalu...

Namun ketika Penguasa Dubai, Sheik Mohammed bin Rashid al-Maktoum (yang lebih dikenal dengan sebutan "Sheik Mo") melihat gurun pasir yang berdebu, berbatu, gersang ini, ia melihat sesuatu yang tidak dilihat oleh orang lain. Dalam imaginasinya, ia melihat pesona gedung-gedung pencakar langit yang menggapai bintang. Di antaranya, ia melihat gedung tertinggi di dunia. Ia juga melihat sebuat Hotel Bintang 7. Ia juga melihat seluruh pulau seakan bangkit dari lautan.



Hari ini, semua itu telah menjadi sebuah kenyataan.

Dubai sekarang merupakan gambaran dari seluruh dunia Arab.

Saya melewati satu bagian yang sangat kecil dari kota spektakuler ini. Saya melihat 60 gedung pencakar langit baru yang berdiri di atas pasir. Hal itu sangat mengejutkan.

Pulau terbesar buatan manusia sekarang ditemukan di sana. Saya mengunjungi Hotel Bintang 7-nya, dan saya pikir saya sedang berada dalam sebuah pesawat luar angkasa Star Trek. Gedung tertinggi di dunia sekarang ada di Dubai - the Burj Dubai.


Mengapa saya berbicara tentang Dubai?

Karena saya ingin bertanya satu pertanyaan pada Anda: Apa yang ada dalam imaginasi Anda?
Albert Einstein mengatakan, "Imaginasi lebih hebat daripada intelektual." Dan Stephen Covey mengatakan, "Segala sesuatu diciptakan dua kali. Pertama dalam pikiran, kedua dalam kenyataan."

Saya tahu banyak orang yang imaginasinya berfokus pada kegagalan dan dosa-dosa mereka. Mereka membayangkan betapa lemahnya mereka. Mereka membayangkan betapa jahatnya mereka. Mereka membayangkan betapa tidak adanya harapan bagi kondisi mereka. Setiap hari, hanya itu yang mereka pikirkan.
Coba tebak: Apa yang mereka bayangkan menjadi kenyataan mereka - lagi
dan lagi dan lagi!

Hidup Anda mungkin seperti sebuah padang pasir yang gersang, kering, hampa sekarang.

Anda merasa tak ada yang berhasil.

Dan Anda mempunyai segudang masalah.

Dan Anda ingin menyerah.

Teman, ini pesan saya: Berfokus pada apa yang ingin Anda capai.

Bukan pada apa yang terjadi pada Anda sekarang.

Karena masa lalu Anda tidak menentukan masa depan Anda.

Hidup Anda saat ini mungkin seolah sebuah gurun pasir, tapi kehebatan Anda ada dalam diri Anda, menunggu untuk digali.

Berfokus pada impian Anda.

Berfokus pada masa depan Anda.

Kehebatan Anda sedang menanti Anda!


Semoga impian Anda menjadi kenyataan,

BO SANCHEZ


Diterjemahkan Oleh: Jessica J. Pangestu
(Dikutip dari: Milis Bo Sanchez)

Minggu, Maret 23, 2008

BERANI MEMBUNGKUK KE BAWAH

Oleh: Pastor Mans Werang, CM

Matahari baru saja muncul dari bukit. Sebuah mobil truck Toyota berhenti di depan pastoran. Lebih dari 10 orang turun dari mobil dan bergegas masuk ke ruang pertemuan. Beberapa saat kemudian sebuah mobil truck Mazda juga berhenti di tempat yang sama. Lima belas orang turun dari mobil itu. Ada yang langsung masuk ke ruang pertemuan, ada yang masih ngobrol dengan teman-temannya dan ada lagi yang memandang ke sekelilingnya. Wajah-wajah mereka kelihatan sepertinya baru bangun tidur. Namun keceriaan dan kegembiraan hari itu tidak memperlihatkan mereka baru saja bangun dari tidur. Pakaian yang mereka kenakan sepertinya sudah lama tidak pernah diganti, tampak dari warna yang mulai luntur, ada garis-garis, bekas lumpur, debu pada pakaian tersebut, dan aroma khas yang menebar. Ada yang memakai sepatu yang penuh dengan lumpur, dan sebagian besar tidak memakai alas kaki. Mereka sepertinya sudah menyatu dengan kehidupan mereka. Beberapa dari mereka membawa tas selain berisikan buku-buku tetapi juga sirih pinang. Meskipun hari masih pagi, sirih pinang seperti pengganti “breakfast” bagi mereka. Mereka sunguh-sungguh menikmati. Keceriaan dan kegembiraan terpancar dari wajah mereka. Bila sirih pinang sudah agak lama dinikmati, mereka tidak segan-segan mengeluarkannya dari mulut mereka. Tampak di sana sini warna merah. Sambil tersenyum mereka menunjukkan sirih pinang yang sudah berubah warna tersebut. Bagi mereka mode pakaian, apalagi keindahan tubuh belum mendapat ruang untuk diapresiasi. Karena ada hal lain lagi yang lebih penting dari pada sekedar keindahan yakni bagaimana agar mereka bisa memenuhi kebutuhan makanan. Inilah kesederhanaan orang-orang Papua.

Orang-orang Papua berasal dari suku bangsa Melanesia, yang berarti “Black”. Suku bangsa Melanesia ini mempunyai berbagai macam ragam bahasa. Bahasa umumnya yang sering digunakan adalah Bahasa Inggris, Pidgin, dan Motu, dengan 700 bahasa lokal atau dialek yang beraneka ragam. Bahasa Inggris adalah bahasa resmi yang sering digunakan di kalangan pemerintahan, lembaga pendidikan, radio, bisnis dan surat kabar. Sedangkan Pidgin, dan Motu di daerah-daerah, desa, dan pegunungan. Lingkungan geografis di daerah ini sangat menantang. Mereka tinggal di daerah-daerah yang sangat sulit untuk diakses. Untuk datang ke kota Kiunga, atau Tapobil, terkadang mereka harus berjalan kaki berhari-hari. Terik matahari yang menyengat, tanpa alas kaki, dan jalan yang berlumpur tidak mengurangi semangat mereka untuk berjalan. Dalam kesederhanaan mereka menikmati. Senyum dan gaya mereka yang khas kadang mengundang decak kagum, bahwa mereka menyimpan mutiara yang sangat berharga yakni hati mereka yang selalu terbuka untuk disapa, diperhatikan dan dicintai.

Phobia Pada “Sangguma”
Masyarakat Papua adalah masyarakat yang sederhana. Cara berpikir mereka erat kaitannya dengan alam gaib. Maka misteri kematian selalu dihubungan dengan adanya kekuatan jahat yang mengakhiri hidup seseorang. Kekuatan jahat itu adalah orang-orang yang ada di dalam masyarakat, tetangga bahkan keluarga mereka. Umumnya mereka menyebutnya dengan “sangguma”. Sangguma diyakini sebagai pribadi yang dapat membunuh seseorang dengan cara gaib. Meskipun kematian seseorang itu karena alasan penyakit, atau apapun juga yang menyebabkan seseorang meninggal. Itu semua karena “sangguma”.

Ketika seseorang meninggal dunia, jenasahnya tidak langsung dikuburkan. Biasanya salah seseorang dari anggota keluarga yang meninggal akan mengumumkan ke seluruh kampung tersebut, bahwa “sangguma” lah penyebab meninggalnya salah satu anggota keluarga mereka. Maka yang merasa dirinya “sangguma” harus mengaku dirinya dan membayar kompensasi berupa uang. Selama belum ada yang mengaku dirinya sangguma, jenasah orang yang meninggal tidak akan dikuburkan, dan dibiarkan begitu saja. Kadangkala sampai berminggu-minggu, dan menimbulkan bau di seluruh kampung. Karena didorong rasa takut, maka seseorang yang divonis sebagai “sangguma” harus membayar kompensasi (ganti rugi) atas kematian anggota keluarga mereka. Dalam proses kompensasi, ada tawar menawar harga. Inilah “custem” orang-orang Papua yang sederhana memandang misteri kematian. Gaya berpikir yang demikian membuat orang-orang Papua hidup dalam dunia phobia, karena ada ketakutan divonis sebagai “sangguma”.

Budaya “Bikman”
Kebiasaan-kebiasaan dari nenek moyang dan leluhur mereka dilanjutkan oleh keturunan mereka. Kebiasaan-kebiasan seperti ini membelenggu mereka untuk dapat bertumbuh dan berkembang. Selain fobia pada sangguma, kebiasaan-kebiasaan lain yang sangat kental adalah relasi antara wanita dan laki-laki. Bagi masyarakat Papua, wanita adalah penopang kehidupan keluarga. Pemenuhan hidup berkeluarga ada di pundaknya perempuan. Sedangkan pihak laki-laki tidak bekerja. Laki-laki memiliki semacam “passio” untuk menjadi “bikman” (big man). Dalam kultur Papua, status ini menjadi kecenderungan untuk mendapat pengakuan dari masyarakat luas, atau dalam lingkup yang kecil, klan dan suku-sukunya.
Konsep “Bikman”, sebenarnya memiliki makna positif dalam arti pribadi yang memilki dedikasi tinggi terhadap Negara, memiliki integritas terhadap bangsa, dan masyarakat, memiliki visi, dan kehendak untuk menceburkan diri dalam persoalan-persoalan untuk mewujudkan “bonum communae”. Namun, konsep demikian bergeser, ketika keinginan dari masyarakat Papua memandang status dalam hidup bersama sebagai “big man” adalah status yang tinggi. Kedudukan sebagai “bikman” adalah orang yang hidupnya mapan, patut dilayani, yang suka menghibur diri dengan minuman. Kultur yang demikian membuat pihak yang lemah (perempuan, rakyat miskin) menjadi pengabdi pada “bikman”. Alih-alih, pihak yang lemah selalu ditekan, hidup dalam kemiskinan, namun tidak menyadari dirinya sebagai orang yang ditekan. Argumentasinya adalah bahwa kultur (custem) dalam masyarakat sudah demikian.
Lemahnya pendidikan dan kurangnya wawasan yang luas menjadi kontribusi sulitnya membongkar kebiasaan-kebiasaan yang ada dalam masyarakat, seperti fobia pada sangguma dan pereduksiaan konsep martabat kaum wanita. Kebanyakan masyarakat Papua yang ada di Western Province adalah masyarakat yang sangat sederhana. Pendidikan mereka sampai “grade 12, setingkat SMP kelas 3. Hanya ada sebagian orang yang mengenyam pendidikan sampai perguruan tinggi.

Dominasi Perusahan-Perusahan Asing
Hadirnya beberapa perusahan Asing di Western Propinsi bukan memberi kontribusi untuk perbaikan kesejahteraan orang-orang miskin di Papua, melainkan semakin membuat mereka berada dalam kondisi semakin terjepit. Perusahan-perusahan kebanyakan adalah milik orang-orang kulit Putih. Mereka memiliki kebijakan tersendiri dengan prioritas utama adalah diarahkan pada kantong pribadi atau “wantolk” (one talk) mereka, sehingga kesejahteraan rakyat bukan prioritas mereka. Konsep “wantolk” adalah konsep tentang jalinan kedekatan diantara pribadi atau kelompok tertentu, karena adanya ikatan suku/klan atau dari ras yang sama. Pertama-tama konsep ini dikenal dalam masyarakat Papua, tetapi akhirnya juga meluas bagi orang kulit putih yakni orang Australia, dan orang Philipina, (orang asing). Konsep wantolk ini sangat kental di Negara Papua New Guinea.
Beberapa perusahan asing di Western Province seperti “OkTedi”, dengan perusahan emasnya. Setiap tahun menguras sumber daya alam orang-orang Papua, namun rakyat tak pernah menikmati kekayaan alam mereka. Semuanya dinikmati oleh “wantolk”nya, sedangkan rakyat menangung bencana akibat perusakan lingkungan hidup, polusi dan berbagai penyakit akibat pembuangan limbah beracun melalui sungai. Kekayaan alam dan hutan diambil beberapa perusahan asing. Mereka hidup dalam kelimpahan harta, sedangkan rakyat tetap hidup dalam kemiskinan. Untuk membeli beras pun, kadangkala mereka tidak mampu. Nasi adalah harta yang paling mewah bagi mereka. Kebanyakan mereka hidup dari hasil berkebun mereka seperti umbi-umbian dan sagu, dan berburu”. Mereka sangat rentan menderita penyakit. Mereka tinggal di rumah-rumah yang sangat sederhana. Nilai keindahan dan kebersihan rumah mereka belum menjadi perhatian mereka, karena untuk kebutuhan akan makanan saja mereka belum dapat memenuhinya.

Membungkuk ke bawah seperti Orang Samaria
Paus Benediktus XVI menyebut para misionaris adalah pribadi yang siap untuk membungkuk ke bawah seperti yang dilakukan oleh orang Samaria. Tatkala, melihat orang yang sedang berada dalam penderitaan, ia tidak berpikir tentang filsafat atau teologi, atau bagaimana konsep membantu dan melayani orang lain, seperti yang dilakukan oleh orang Lewi dan seorang Imam yang hanya melihat dari jauh, dan lewat begitu saja, melainkan ia membungkuk ke bawah, membantu dia, membersihkan luka-lukanya, menaikan dia ke tumpangannya dan membawa dia untuk merawat dia sampai sembuh.
Misionaris adalah orang asing yang datang dengan berbagai latar belakang pemikiran, budaya, adat istiadat dan bahasa. Seringkali terjadi benturan antar budaya asing yang dibawa oleh para misionaris dengan pemikiran filsafat dan teologi baratnya dengan budaya lokal yakni budaya Papua. Pada titik ini pula iman juga menjadi tantangan tersendiri. Ajaran tentang Yesus sebagai pokok iman, dan satu-satunya Juru Selamat terkadang sulit dipahami, tatkala orang Papua memandang Yesus sebagai orang kulit putih. Orang kulit putih identik dengan orang kaya, hidup mapan, dan menjadi bikman. Sehingga iman menjadi kurang menyentuh kehidupan orang-orang Papua. Pada titik tertentu membuat para misionaris menjadi frustrasi, putus asa, kehilangan kesabaran, dan lunturnya semangat untuk berkarya dan melayani orang-orang Papua.
Untuk masuk dalam budaya Papua, dan mengenal kehidupan mereka jalannya adalah mengembangkan sebuah spiritualitas “menunduk ke bawah” seperti yang dilakukan oleh orang Samaria. Orang yang berani membungkuk ke bawah, tidak memikirkan siapa dirinya, musuh atau tidak; yang terpenting adalah berani untuk berkorban, rendah hati dan siap untuk menyeburkan diri dalam persoalan, dan segala macam pergulatan hidup, ketakutan, rasa sakit yang sedang dihadapi oleh mereka. Tanpa itu kehadiran Misionaris sepertinya tidak mampu memberi “rasa” bagi kehidupan mereka, karena terus menerus kiblat pada berbagai pemikiran filsafat dan teologi barat. Apalagi bagi orang Papua, seorang misionaris adalah orang yang kaya, “bikman”, kaya dengan segala fasilitas finansial, dan bukan suku bangsa Melanisia.

Berani untuk diinjili
St Vinsensius pernah berkata, orang miskin adalah tuan dan majikan kita. Perjumpaan dengan orang miskin membuat mata batin kita terbuka melihat nilai-nilai Injil yang terkandung dalam kehidupan mereka. Maka dalam artian tertentu, misionaris juga harus berani menunduk untuk memberi hormat pada orang miskin sebagai tuan dan majikan. Rm Edi Prasestyo, pernah berkata padaku “di tanah paradise ini kita belajar keutamaan kesabaran, kecepatan kita tidak sama dengan kecepatan mereka. Mereka hidup dengan budaya dan kebiasaan mereka”. Maka yang terutama adalah belajar kesabaran. Nilai kesabaran untuk menunduk, kesabaran untuk merawat, kesabaran untuk membersihkan luka-luka mereka adalah hal yang utama. Di kota-kota besar, Indonesia misalnya, umat sering mengeluh bahwa umatnya menunggu pastornya karena sering terlambat, tetapi di Papua, justru sebaliknya Pastornya harus menunggu umatnya. Maka ketika kita menginjakkan kaki di Papua ini, lakukanlah hal-hal yang sederhana seperti halnya orang Samaria, tetapi luar biasa. Itulah yang dapat menyembuhkan kehidupan mereka. Sentuhlah mereka dengan tangan dan hati. Beranilah untuk tunduk ke bawah, karena dari sanalah nilai-nilai injil itu akan diajarkan oleh mereka.

Pastoran yang sederhana, tak ada dering telepon, jauh dari keramaian kota, di sebuah desa kecil, dikelilingi hutan, nyala listrik yang hanya dua jam pada malam hari, tidak mengurangi semangat umat untuk datang ke pastoran. Mereka datang dengan berbagai persoalan dan intensi. Mereka datang untuk minta bantuan. Apapun persoalan, mereka selalu datang bertanya, meminta pendapat dan tak segan-segan minta uang untuk keperluaan hidup mereka. Pakaian yang dikenakan sangat sederhana, masih yang sama, kadangkala tinggal dibalik saja, dengan sobekan di mana-mana. Aroma mereka masih khas, wajah mereka seperti baru bangun tidur, di mulut mereka masih ada sirih pinang, namun mereka tetap datang mengetuk pintu pastoran. Mereka tidak pernah minta pakaian, mereka tidak pernah minta fasilitas yang mahal, apalagi untuk keperluan keindahan tubuh, namun mereka hanya minta hati seorang Samaria yang berani untuk menunduk, berani melihat dan menyapa mereka. Karena dibalik kesederhaan mereka itu ada paradise yang tersembunyi, yang terlupakan yakni kehadiran Yesus sendiri di dalam diri mereka. Vinsensius pernah berkata “ dalam diri orang miskin kita bertemu dengan Yesus”, Tinggalkan Tuhan untuk bertemu dengan Tuhan yang sedang datang bertamu denganmu”.

Dalam suara-suara alam Papua, bergema suara-suara kebijaksanaan tentang kebenaran kata-kata Yesus sendiri “Barangsiapa melayani orang sekecil itu, ia melayani Aku. Malam sudah tiba dan membawa suara-suara kebijakan menyapa di relung hati yang terdalam untuk tetap setia seperti orang Samaria yang berani untuk menunduk.

…..bersambung…..


Mans Werang, CM
Pastor Paroki St. Yohanes, Matkomnai, Keuskupan Daru-Kiunga, Western Province, Papua New Guinea. (ahmans2006@yahoo.com.au) atau (belina_cm@dg.com.pg)

BEATA TERESA DARI CALCUTTA

Agnes Gonxha Bojaxhiu dilahirkan pada tanggal 26 Agustus 1910 di Skopje, sebagai yang bungsu dari tiga bersaudara putra-putri Bapak Nikola dan Ibu Drane Bojaxhiu. Pada usia delapan belas tahun, bulan September 1928, Agnes masuk Biara Suster-suster Loreto di Irlandia. Ia memilih nama Suster Maria Teresa sebagai kenangan akan St. Theresia Lisieux. Pada bulan Desember, Sr Teresa berangkat ke India dan tiba di Calcutta pada tanggal 6 Januari 1929. Setelah mengucapkan Kaul Pertamanya pada bulan Mei 1931, Sr Teresa ditugaskan untuk mengajar di sekolah putri St Maria, Calcutta. Pada tanggal 24 Mei 1937, Sr. Teresa mengucapkan Kaul Kekalnya, dan menjadi "pengantin Yesus" untuk "selama-lamanya". Sejak saat itu ia dipanggil Ibu Teresa. Ia tetap mengajar di sekolah St Maria dan pada tahun 1944 diangkat sebagai kepala sekolah.

Pada tanggal 10 September 1946, dalam perjalanan kereta api dari Calcutta ke Darjeeling untuk menjalani retret tahunannya, Ibu Teresa menerima "inspirasi", "panggilan dalam panggilan"-nya. Pada hari itu, dengan suatu cara yang tidak pernah dapat dijelaskannya, dahaga Yesus akan cinta dan akan jiwa-jiwa memenuhi hatinya. "Mari, jadilah cahaya bagi-Ku." Sejak itu, Ibu Teresa dipenuhi hasrat "untuk memuaskan dahaga Yesus yang tersalib akan cinta dan akan jiwa-jiwa" dengan "berkarya demi keselamatan dan kekudusan orang-orang termiskin dari yang miskin". Pada tanggal 17 Agustus 1948, untuk pertama kalinya Ibu Teresa tampil mengenakan sari putih dengan pinggiran garis-garis warna biru. Ia keluar melewati gerbang Biara Loreto yang amat dicintainya untuk memasuki dunia orang-orang miskin.

Pada tanggal 21 Desember untuk pertama kalinya Ibu Teresa keluar-masuk perkampungan kumuh India. Ia mengunjungi keluarga-keluarga, membasuh borok dan luka beberapa anak, merawat seorang bapak tua yang tergeletak sakit di pinggir jalan dan merawat seorang wanita sekarat yang hampir mati karena kelaparan dan TBC. Setiap hari Ibu Teresa memulai hari barunya dengan persatuan dengan Yesus dalam Ekaristi, lalu kemudian pergi dengan rosario di tangan, untuk mencari dan melayani Dia dalam "mereka yang terbuang, yang teracuhkan, yang tak dikasihi". Setelah beberapa bulan, ia ditemani oleh, seorang demi seorang, para pengikutnya yang pertama.

Pada tanggal 7 Oktober 1950, kongregasi Misionaris Cinta Kasih memperoleh pengakuan dari Gereja Katolik dengan persetujuan Paus Pius XII. Awal tahun 1960-an, Ibu Teresa mulai mengutus para susternya ke bagian-bagian lain India. Dekrit Pujian yang dianugerahkan kepada Kongregasi oleh Paus Paulus VI pada bulan Februari 1965 mendorong Ibu Teresa untuk membuka rumah penampungan di Venezuela. Langkah tersebut diikuti dengan langkah serupa di Roma, Tanzania dan pada akhirnya di setiap benua. Pada tahun 1980 hingga 1990, Ibu Teresa membuka rumah-rumah penampungan di hampir di seluruh negara-negara komunis, termasuk Uni Soviet, Albania dan Kuba. Namun demikian, meskipun telah berdaya-upaya, ia tidak pernah dapat membuka satu pun di Cina.

Agar dapat menanggapi kebutuhan kaum miskin, baik jasmani maupun rohani, dengan lebih baik, Ibu Teresa membentuk Kongregasi Para Biarawan Misionaris Cinta Kasih pada tahun 1963, dan pada tahun 1976 membentuk Para Suster Kontemplatif, pada tahun 1979 Para Biarawan Kontemplatif, dan pada tahun 1984 Para Imam Misionaris Cinta Kasih. Ia juga membentuk Kerabat Kerja Ibu Teresa dan Kerabat Kerja Sick and Suffering, yaitu orang-orang dari berbagai kalangan agama dan kebangsaan dengan siapa ia berbagi semangat doa, kesederhanaan, kurban silih dan karya sebagai pelayan cinta kasih. Semangat ini kemudian mengilhami terbentuknya Misionaris Cinta Kasih Awam. Atas permintaan banyak imam, pada tahun 1981 Ibu Teresa juga memulai Gerakan Corpus Christi bagi Para Imam sebagai "jalan kecil kekudusan" bagi mereka yang rindu untuk berbagi karisma dan semangat dengannya.

Mata dunia mulai terbuka terhadap Ibu Teresa dan karyanya. Berbagai penghargaan dianugerahkan kepadanya, mulai dari Indian Padmashri Award pada tahun 1962, Hadiah Perdamaian dari Beato Paus Yohanes XXIII, Nobel Perdamaian pada tahun 1979 dan penghargaan-penghargaan lainnya seperti: Magsaysay (Philipina), Warga Kehormatan India, Albania, USA, Doktor Kehormatan bidang Teologi Kedokteran Manusia dan diberikan kehormatan berpidato di depan Majelis Umum PBB. Di samping itu berbagai media dengan penuh minat mulai mengikuti perkembangan kegiatannya. Ibu Teresa menerima baik penghargaan maupun perhatian dunia "demi kemuliaan Tuhan atas nama orang-orang miskin."

Sepanjang tahun-tahun terakhir hidupnya, meskipun mengalami gangguan penyakit yang cukup parah, Ibu Teresa tetap mengendalikan kongregasinya serta menanggapi kebutuhan orang-orang miskin dan Gereja. Pada tahun 1997, para biarawatinya telah hampir mencapai 4000 orang, tergabung dalam 610 cabang dan tersebar di 123 negara dari berbagai belahan dunia. Pada bulan Maret 1997, Ibu Teresa memberikan restu kepada Sr. Nirmala MC, penerusnya sebagai Superior Jenderal Misionaris Cinta Kasih. Setelah bertemu dengan Paus Yohanes Paulus II untuk terakhir kalinya, ia kembali ke Calcutta dan melewatkan minggu-minggu terakhir hidupnya dengan menerima kunjungan para tamu dan memberikan nasehat-nasehat terakhir kepada para biarawatinya.

Pada tanggal 5 September 1997 jam 9:30 malam, hidup Ibu Teresa di dunia ini berakhir. Jenazahnya dipindahkan dari Rumah Induk ke Gereja St. Thomas, gereja dekat Biara Loreto di mana ia menjejakkan kaki pertama kalinya di India hampir 69 tahun yang lalu. Ratusan ribu pelayat dari berbagai kalangan dan agama, dari India maupun luar negeri, berdatangan untuk menyampaikan penghormatan terakhir mereka. Ibu Teresa mendapat kehormatan dimakamkan secara kenegaraan oleh Pemerintah India pada tanggal 13 September. Jenazahnya diarak dalam kereta yang sama yang dulu digunakan mengusung jenazah Mohandas K. Gandhi and Jawaharlal Nehru, melewati jalan-jalan di Calcutta sebelum akhirnya dimakamkan di Rumah Induk Misionaris Cinta kasih. Segera saja makamnya menjadi tempat ziarah dan tempat doa bagi banyak orang dari berbagai kalangan agama, kaya maupun miskin. Ibu Teresa mewariskan teladan iman yang kokoh, harapan yang tak kunjung padam, dan cinta kasih yang luar biasa. Jawaban atas panggilan Yesus, "Mari, jadilah cahaya bagi-Ku," menjadikannya seorang Misionaris Cinta Kasih, seorang "ibu bagi kaum miskin", sebagai simbol belas kasih terhadap dunia, dan sebagai saksi hidup bagi Tuhan yang dahaga.

26 April 2002, kurang dari dua tahun sejak kematiannya, mengingat reputasi Ibu Teresa yang tersebar luas karena kekudusan dan karya-karyanya, Paus Yohanes Paulus II memberikan persetujuan untuk dimulainya proses kanonisasi Ibu Teresa. Pada tanggal 20 Desember 2002 Bapa Suci menyetujui dekrit keutamaan-keutamaannya yang gagah berani dan mukjizat yang terjadi atas bantuan doanya. 19 Oktober 2003 Paus Yohanes Paulus II memaklumkan Ibu Teresa sebagai "BEATA TERESA dari CALCUTTA".

[disarikan dan diterjemahkan oleh YESAYA: www.indocell.net/yesaya]


Dikutip dari: www.mirifica.net

Sabtu, Maret 22, 2008

JANGAN BATASI DIRI ANDA

Ukuran Anda Tidak Masalah;
Yang Jadi Soal Adalah Ukuran Impian Anda

Saya baru saja membaca biografi John Gokongwei, The Path of
Entrepreneurship.

Suatu kisah yang sulit dipercaya.

Tahukah Anda bahwa di ulang tahunnya yang ke-80, ia mendermakan separuh dari milyaran miliknya untuk amal? Saya ingin melakukan hal yang sama persis ketika saya berusia 80. (Saya masih punya waktu beberapa tahun untuk menghasilkan milyaran saya.)

Beberapa minggu lalu, saya mengunjungi Universitas San Carlos di Cebu.

Saya melihat dengan mata kepala sendiri sebuah bangunan sekolah yang indah dan besar sekali yang didonasikan oleh John Gokongwei - seharga 150 juta Peso. Ia juga mendonasikan beberapa bangunan kepada Ateneo de Manila dan Sekolah Hati Kudus di Cebu.

Lumayan bagi seorang pria yang biasa menjual kacang di halaman belakang rumahnya.

Sebenarnya, John Gokongwei terlahir di sebuah keluarga kaya. Ayahnya memiliki serentetan bioskop. Seorang supir pribadi mengantarnya ke sekolah. Dan di sekolah, ia memiliki banyak sekali teman karena ia akan mengundang mereka untuk menonton film gratis. Tapi ketika ia berusia 13, ayahnya meninggal secara mendadak karena sakit thypus. Karena kejayaan ayahnya dibangun atas hutang, mereka kehilangan segalanya - semua bisnis, rumah, semua mobil...

"Ketika tak ada lagi nonton gratis, saya kehilangan separuh dari teman-teman saya," katanya.

Ketika John harus berjalan sejauh 2 mil ke sekolah untuk pertama kalinya, ia mengadu sambil menangis pada ibunya. Tapi ibunya berkata, "Kamu harus merasa beruntung. Beberapa orang tidak punya sepatu untuk berjalan ke sekolah."

John yang baru berusia 13 tahun terpaksa harus bekerja.

Ia bangun pukul 5 pagi untuk mengendarai sepeda ke pasar dengan sekeranjang barang dagangan. Di sana ia memasang meja kecil untuk menjual sabun, lilin, dan benang.

Di Tahun 1943, ia memperluas bisnisnya. Dari Cebu, ia akan melakukan perjalanan melelahkan dengan sebuah kapal kecil yang disebut batel ke Manila. Itu merupakan perjalanan selama lima hari! Dan di Manila, ia akan membeli barang-barang yang dapat ia bawa untuk dijual di Cebu.

Secara cepat, saat ini John Gokongwei memimpin sebuah imperium multi-mliyaran yang terdiri dari Cebu Pacific, Sun Cellular, Universal Robina, Robinsons mal (yang jumlahnya lebih dari satu), dan sebagai tuan rumah bagi perusahaan-perusahaan lain. (Saya suka cemilan Jack n Jill, karena itu saya adalah seorang penggemar.) Bagaimana hal itu terjadi? Bagaimana bisa Cebu Pacific (maskapai penerbangan yang membuat harga tiket penerbangan menjadi sangat terjangkau) dimulai dari menjual kacang? Bagaimana bisa mal-mal Robinsons dimulai dari sebuah meja kecil di pasar?

Sederhana: John Gokongwei memulai hal kecil namun mempunyai impian besar. Impiannya begitu kuat, hingga hal itu memotori kehidupannya sehari-hari. Ia bekerja keras untuk membuat impiannya menjadi kenyataan.

Dan itu merupakan sebuah prinsip umum yang dapat Anda kembangkan.

Apakah Anda ingin menjadi sukses dalam hidup?

Mulai hal kecil, punya impian besar.

1) Mulai Hal Kecil

Saya kenal seorang yang sangat tidak sabar yang melakukan hal sebaliknya: Ia senang memulai sesuatu yang besar. Saya melihat pria ini setiap hari. Kapan? Ketika saya bercermin!

Ya, inilah kelemahan saya, dan saya telah membayar mahal untuk itu. Tapi saya belajar dari pengalaman. Inilah alasan mengapa kita perlu memulai dari yang kecil: Karena di awal masa pembelajaran kita, kita akan gagal. Anda bisa jadi mempertaruhkan hidup Anda untuk itu. Pemula akan gagal, titik. Namun jika kita mulai dari yang kecil, kegagalan kita tidak akan menghancurkan kita. Tapi jika kita langsung memulai yang besar, kegagalan kita akan besar juga, dan kita mungkin akan menyerah. Percayalah, dalam bisnis saya, saya telah kehilangan jutaan karena saya tidak tahu bagaimana memulai dari kecil. Saya tidak akan lupa pelajaran ini karena biaya les yang saya keluarkan sangat mahal!

2) Miliki Impian Besar

Saya kenal beberapa orang yang mempunyai impian-impian sederhana.

Dan impian-impian sederhana ini tidak terjadi. Karena sejak awal, mereka tidak cukup semangat. Bahkan mereka tidak sempat 'lepas landas'.

Ini yang saya temukan: Impian kecil memikat orang kecil. Impian besar memikat orang besar. Dan juga semua sumber daya besar yang ada di jagat raya.

Dalam pelayanan saya bagi Tuhan, saya belajar bahwa lebih mudah untuk mengumpulkan dana 1 juta Peso daripada 100.000 Peso. Dan lebih mudah untuk mengumpulkan 10 juta Peso daripada 1 juta Peso.

Teman, ukuran Anda tidak masalah.

Yang jadi soal adalah ukuran impian Anda.

Sebagaimana Anda bekerja dan berfokus pada impian Anda, Anda bertumbuh menjadi sebesar impian Anda.

Sebagaimana Anda menumbuhkan impian Anda, Anda juga akan terus bertumbuh.

Sebagaimana Anda mengembangkan impian Anda, Anda juga akan terus berkembang.


Semoga impian Anda menjadi kenyataan,
BO SANCHEZ


(Diterjemahkan Oleh: Jessica J. Pangestu)
Sumber: Milis Bo Sanchez

Kamis, Maret 20, 2008

SEKAPUR PINANG DARI PASTOR MANS WERANG, CM


Menyampaikan kisah adalah cara paling sederhana untuk memahami hidup ini dengan lebih utuh, dan membuka kemungkinan-kemungkinan baru untuk memberi pesan bagi kehidupan kita. Melalui berbagai peristiwa dalam pelayanan kami di Papua New Guinea, Keuskupan Daru-Kiunga, Western Province, kami ingin menyampaikan kisah tentang pernik-pernik pengalaman berjumpa, mengalami dan melayani mereka. Melayani mereka adalah suatu rahmat tersendiri bagi kami, meskipun berbagai kesulitan dan tantangan sering kami alami; seperti kehidupan mereka yang unik, kultur dan bahasa yang berbeda, dan lingkungan tempat tinggal yang sangat menantang. Namun, ketika kami merenungkan kembali berbagai pengalaman tersebut ada makna yang mendalam, karena dibalik itu semua ada sajian santapan rohani yang dihidangkan oleh mereka untuk dinikmati.

Menceritakan kehidupan orang-orang Papua adalah menyampaikan kisah tentang kekayaan hati mereka. Kekayaan hati mereka ini akan kami rangkum dalam sajian kisah “I LIKE IT”. Hidangan yang disajikan ini bukan hidangan seperti hamburger, Pitza Hut, atau fried chicken , yang membuat kita setelah makan masih tetap lapar, dan ingin untuk makan lagi. Tetapi hidangan yang kami berikan ini bernuansa gaya Papua yang memberikan kepuasaan bagi jiwa yang sedang mencari. “I LIKE IT” ingin menyampaikan kisah bahwa kehidupan orang-orang Papua adalah kehidupan yang unik, dan khas. Panas! Sarana transportasi yang sangat terbatas! Akses tempat tinggal yang sangat jauh sehingga harus berjalan kaki berjam-jam! Makan makanan yang kadaluarsa! Hidangan yang disajikan hanya pisang, sagu dan jenis umbi-umbian! Dengan kata lain semua keunikan dan kekhasan itu harus membuat kami suka dan dengan senang hati melakukannya, karena tidak ada pilihan lagi selain menikmati.

Kisah-kisah yang ditampilkan bukanlah kisah-kisah tentang heroisme, tetapi kisah tentang kehidupan dan religiositas keseharian mereka. Kisah tentang bagaimana kehidupan mereka yang dekat dengan alam. Kisah tentang semangat keramahaan yang ditampilkan ketika menjamu para tamunya dengan tarian, daging tikus, sagu, pisang dan umbi-umbian. Kisah tentang sulitnya sarana transportasi, dan kisah tentang kehidupan iman mereka. Namun, kisah-kisah ini memiliki gaung yang mendalam karena merefleksikan tentang makna hidup manusia. Makna hidup itu ditemukan dalam tugas-tugas keseharian, dalam rutinitas dan dalam kesederhanaan mereka.
Mother Theresa pernah berkata “...Ordinary things with extraordinary love, simple things with great love. It is not success that counts, but our faith... I remember one of you who once come to me and said mother Theresa, my vocation is to serve the lepers. No...I answered him your vocation is to belong Jesus” (Magazine, 30days in the church and In the World, 2008).
Seperti itulah semangat yang coba kami hayati dalam pelayanan dan kisah-kisah kami. Keyakinan bahwa dalam kesederhanaan dan rutinitas kita memiliki peluang untuk menjadi besar dengan jalan melayani orang lain dengan cinta yang lebih besar, dan melaksanakan rutinitas dengan kesetiaan. Disinilah letak kebesaran jiwa kita. Disini pula hati kita menjadi seperti orang Samaria yang berani membungkuk ke bawah, membantu, menolong, merawat dan menyembuhkan luka-luka mereka, bukan untuk mendapat penghargaan, atau bukan ingin menjadi orang terkenal, namun semata-mata cinta kepada Allah dan sesama.

Kisah-kisah yang kami tuturkan ini dapat kami rangkum menjadi sebuah buku, karena rahmat dan cinta Tuhan. Kebaikan itu dapat kami rasakan dalam perjumpaan dan pengalaman hidup dengan orang-orang Papua. Mereka mengajarkan nilai dan kebajikan hidup. Benar! Apa yang dikatakan oleh St. Vinsensius bahwa orang miskin adalah guru dan majikan kita. Kami sungguh-sungguh mengalami dan merasakan orang-orang miskin telah banyak mengajarkan kami tentang nilai-nilai injil. Wajah mereka yang sederhana, adalah tampilan wajah Kristus sendiri yang mengundang kita untuk tetap setia seperti orang samaria yang berani menunduk dan melayani mereka dengan kebesaran jiwa. Kami juga mengalami kebaikan melalui Ibu Melly Wijaya yang dengan giat membantu kami untuk mempublikasikan kisah-kisah kami; juga romo Sad Budianto, CM, yang selalu dengan senang hati menanti kiriman kisah-kisah dari kami, dan menuliskan kata pengantar untuk buku kami, dan juga para romo CM yang selalu setia membaca kisah-kisah kami di mailing Lazaris group dan memberi apresiasi yang mendalam untuk terus melanjutkan kisah dan merefleksikan hidup ini. Tanpa mereka semua karya sederhana kami ini tidak pernah menjadi sebuah buku untuk disajikan sebagai menu untuk hidangan bagi jiwa yang sedang mencari.

Sekapur pinang! Demikian judul pengantar dari kami. Sekapur pinang adalah symbol kesederhanaan orang Papua. Mereka menikmatinya dengan kegembiraan di mana saja mereka ingin menikmati, mereka akan melakukannya. Tidak peduli apa kata orang lain tentang sirih pinang! Mereka juga tidak terlalu peduli dengan stigmatisasi orang lain terhadap hidup mereka, sebagai orang miskin, sebagai orang yang tidak tahu menjaga kebersihan, sebagai orang yang tidak tahu merawat diri, sebagai orang yang kurang berpendidikan, atau sebagai orang yang masih terbelakang. Karena itulah ungkapan kesederhanaan mereka yang membuat hidup mereka tetap hidup. Dalam konteks demikian “sekapur pinang” kami tulis sebagai kata pengantar; hanya untuk mengatakan kami menuturkan kisah dengan kegembiraan, karena kami menemukan makna yang mendalam dibalik semua peristiwa. Selamat menikmati hidangan kami dengan kegembiraan pula.

Papua New Guinea
Mans Werang,CM
Pastor Paroki St. Yohanes, Matkomnai, Keuskupan Daru-Kiunga, Western Province, Papua New Guinea. (ahmans2006@yahoo.com.au) atau (belina_cm@dg.com.pg)


Kiriman dari: Titi (Paroki Maria Bunda Karmel, Jakarta)

Rabu, Maret 19, 2008

KABAR BAIK DARI PAPUA NEW GUINEA

Syalom Bapak, Ibu dan teman-teman semua,

Kabar baik dalam masa pra-paskah yang sangat menggembirakan kita semua yang saya terima dari Titik, teman kita satu perjuangan di dalam kepanitian Kursus Evangelisasi Pribadi (KEP) angkatan ke-7 Paroki Kristus Salvator-Jakarta, adalah diterimanya artikel bacaan rohani untuk mengisi blog ini dari seorang Pastor Congregasi Misi (CM) yang saat ini sedang bertugas di Papua New Guinea, negara tetangga kita. Atas kebaikan Tuhan Yesus melalui Pastor Mans Werang, CM dan Titik, sebentar lagi kita akan menikmati hidangan tulisan-tulisan Pastor yang berkisah tentang kehidupan dan religiositas keseharian orang-orang Papua; Kisah tentang pernik-pernik pengalaman Pastor Mans Werang berjumpa, mengalami dan melayani saudara-saudara kita di Papua. Sungguh menarik tentunya bukan ? Thank You, Lord.

Pada kesempatan ini kami alumni KEP Paroki Kristus Salvator, khususnya Panitia KEP-7 sebelumnya ingin mengucapkan banyak terima kasih atas kebaikan Pastor yang telah men-sharing-kan pengalaman rohaninya dalam misi kepada kami. Kebaikan Pastor telah memotivasi dan memberikan dukungan kepada kami untuk terus mengisi dan memelihara blog ini. Melalui blog ini kami mau ber-introspeksi, belajar, memberitakan kebaikan Tuhan dan bertumbuh bersama serta mendapatkan kekuatan dalam iman kepada Yesus. Kekuatan dalam Tuhan sangat kami perlukan bagi perjalanan hidup dan karya kami di dunia ini mengarungi gelombang kehidupan sampai dengan akhir hayat kami. Kami memang harus terus berjuang untuk sampai pada akhirnya Tuhan menjumpai kami dalam keadaan tetap setia kepada-Nya. Roh Kudus kami mohonkan kekuatan dan bimbingan-Mu agar senantiasa mampu mengatasi godaan dan cobaan dalam perjalanan hidup kami di dunia ini.

Sebelum membaca tulisan Pastor nanti, berikut ini adalah informasi diri dan karya dari Pastor Mans Werang, CM:


Mans Werang, CM, Lahir, Lebao Solor, 10 Oktober 1976. Setelah menyelesaikan pendidikan di Seminari Menengah San Dominggo Hokeng, pada tahun 1997 bergabung dengan CM (Congregasi Misi). Menyelesaikan pendidikan Filsafat dan Teologi di STFT Widya Sasana Malang pada tahun 2006. Pada tanggal 30 Agustus 2006, ditahbiskan menjadi imam CM di Surabaya, dan mendapat tugas berkarya menjadi misionaris di Papua New Guinea. Mulai menulis sejak SMA Seminari, beberapa tulisannya pernah dimuat di harian surat kabar, seperti “Pos Kupang”, “Banjarmasin Post”, “Surabaya News”, dan beberapa majalah seperti, “Educare”, Rohani, “Serikat Kecil”, “Lazaris”, dan pernah menulis reportase untuk Majalah Hidup. Sekarang bertugas sebagai Pastor Paroki St. Yohanes, Matkomnai, Keuskupan Daru-Kiunga, Western Province, Papua New Guinea. (ahmans2006@yahoo.com.au) atau (belina_cm@dg.com.pg).

Selamat mengikuti artikel dari Pastor Mans Werang, CM yang rencananya pada setiap hari Senin akan dapat kami sajikan.

Salam dalam Kristus,
Andreas Andy S.

Jumat, Maret 07, 2008

SEMINAR KATOLIK



TANGGAL 13 APRIL 2008
JAM 09.00 - 14.00
Aula Atas Gereja Katedral


Tiket Rp35.000,- (incl. Snack & Makan Siang)

Bagi teman-teman di Paroki Kristus Salvator,
Mohon menghubungi:
Andreas Andy S.
HP: 08999132356 atau
E-mail: atpkres@gmail.com

BEBERAPA SIMBOL DALAM GEREJA


NIMBUS
Kata "Nimbus" dipakai untuk menunjuk pada lingkaran yang mengelilingi kepala Tuhan, Bunda Maria dan para orang kudus. Kita melihat dalam banyak gambar orang kudus, ada lingkaran yang mengelilingi kepala. Itulah Nimbus yang mau menunjukkan bahwa kemuliaan Ilahi ada dalam diri mereka itu.


XP
Kerap kita melihat simbol PX, yakni huruf P ditempatkan persis di tengah huruf X, sehingga, menjadi PX sebagaimana yang terlihat pada gambar. PX ini sebenarnya berasal dari kata YUNANI "Christos" yang berarti Kristus. Tetapi kata Yunani Christos ditulis demikian XPIETOE (dibaca Christos). Maka jelaslah XP itu adalah dua huruf pertama dari Kristus dalam huruf Yunani. XP menunjuk pada Kristus.


IHS
IHS kerap dihubungkan dengan singkatan Iesus Hominis Salvator yang berarti "Yesus Penyelamat Dunia". Itu juga diasosiasikan dengan kata "In Hoe Signo" (Vinces), yang berarti "Dengan Tanda Ini" (kamu akan menang), kata yang dipakai oleh Kaisar Romawi pertama yang menjadi Kristen, yakni Kaisar Konstantinus Agung. Tanda yang dimaksud adalah tanda salib. Tetapi sebenarnya IHS adalah tiga huruf pertama dari nama Yesus dalam huruf Yunani. Kata latin dari Yesus adalah IESUS. Nah dalam bahasa Yunani I sama dengan I, E sama dengan H, dan S tetap sama dengan S. Maka kita mendapatkan IHS. Jelaslah bahwa IHS menunjuk pada Yesus.

Dikutip dari: Percikan Hati, Vol 6 No.05, Januari 2008

(Kiriman dari: AChi)

Sabtu, Maret 01, 2008

TERIMA MUKJIZAT TERBAIK UNTUK HIDUPMU

Jangan menyerah.  Lakukan yang Anda bisa.  Dan biarkan Tuhan memberi
kejutan bagi Anda!


Andrea Helene Gogna menunjukkan pada kita bahwa tak ada yang mustahil
bagi Tuhan.

Hal itu sungguh benar.

Tawa dapat menghapus jutaan tetes air mata.

Mari saya perkenalkan Anda pada bayi Andrea Helene Gogna.  Ia adalah
malaikat cantik Arun dan Lalaine Gogna.  Arun Gogna adalah salah satu
pengkotbah Kerygma yang luar biasa dan Lalaine adalah salah satu teman
baik isteri saya.

Tidakkah Anda perhatikan?

Akhir-akhir ini, para orang tua memberi minimal dua nama bagi bayi
mereka.  Saya pernah seorang bayi dengan hanya satu nama.  Tapi
setelah penantian panjang selama 9 tahun, Arun dan Lalaine bisa
memberi 9 nama bagi buah hati mereka, dan tak seorangpun komplain.

Ya, selama 9 tahun, mereka berdoa untuk memiliki seorang bayi.

Selama 9 tahun, mereka rindu sekali untuk mengisi rahim yang kosong.

Selama 9 tahun, mereka mengunjungi banyak dokter, diinjeksi, mengikuti
prosedur medis yang menghabiskan banyak biaya.

Dan tak satupun dari semua itu berhasil.  Tak satupun!

Saya ingat saat-saat menyedihkan ketika isteri saya menelepon Lalaine
untuk menghiburnya.  Apa yang harus ia katakan?  Kata-kata apa yang
dapat mengatasi kesedihan yang sangat dalam itu?  Yang terjadi, kedua
wanita itu akan menangis bersamaan di telepon.

Justru di saat mereka menyerah dan tidak lagi mengikuti prosedur medis
- Andrea Helene muncul dalam dunia mereka.

Waktu baru menunjukkan pukul enam pagi ketika Lalaine membangunkan
Arun.  Ia memegang strip tes kehamilan mungil berwarna putih di depan
wajah Arun.  Dengan air mata berlinang dan dengan suara gemetar, ia
berkata, "Sayang, ada dua garis biru...  Itu artinya kamu adalah seorang
ayah..."

Mereka belum pernah melihat dua garis sebelumnya.

Selama 9 tahun, strip tes kehamilan mungil berwarna putih itu selalu
menunjukkan satu garis.

Dengan penuh kegembiraan, Arun bertanya pada isterinya, "Kamu yakin
kamu tidak menggambar garis kedua itu?"

Selama 9 tahun penantian itu, mereka menyeka banyak kali tetesan air
mata.

Namun pada hari yang menyenangkan itu, tawa mereka menghapus semua air
mata mereka.

Minggu lalu, saya menghadiri pembaptisan Helene.

Tapi itu bukan hanya sebuah pembaptisan.

Itu merupakan suatu perayaan iman.

Mukjizat itu masih terjadi.

Sebagaimana saya menulis kisah ini, saya tahu bahwa ada banyak orang
tua yang membaca ini yang sedang berdoa untuk memiliki seorang bayi.
Mungkin lebih dari 9 tahun.

Saya punya tiga hal untuk dikatakan pada Anda.

Pertama, jangan kehilangan harapan.

Sama sekali tak ada yang mustahil bagi Tuhan.

Kedua, lakukan yang Anda bisa.

Untuk beristirahat secara fisik, Prof. Arun berhenti dari pekerjaannya
sebagai pengajar di La Salle dan Dra. Lalaine mengurangi jam kerja
klinik giginya.  Ia juga melakukan operasi untuk mengangkat myoma
dalam rahimnya.

Tapi pada akhirnya, mereka bersandar pada Tuhan.

Ketiga, biarkan Tuhan memberi kejutan bagi Anda.

Saya punya teman-teman lain yang selama bertahun-tahun berdoa bagi
anak-anak mereka.

Bagi beberapa mereka, Tuhan memberi mereka kejutan mukjizat adopsi.

Teman, adopsi adalah salah satu ekspresi cinta terbesar di seluruh
dunia.  Saya serius.  Bagaimana mungkin Anda menyambut seorang asing
dalam rumah Anda dan menjadikannya darah daging Anda?  Hal ini
merupakan tindakan tidak masuk akal yang hanya dapat dilakukan oleh
Yang Maha Kuasa.

Tapi itulah sebabnya mengapa adopsi mempunyai sidik jari Tuhan di atas
semuanya.

Teman, Anda mungkin tidak berdoa untuk memiliki seorang bayi.

Mungkin Anda berdoa untuk kesembuhan.

Mungkin Anda meminta sebuah pekerjaan yang baru.

Mungkin Anda ingin berimigrasi ke negara lain.

Mungkin Anda ingin menikah.

Saya punya tiga kalimat yang sama bagi Anda.

Jangan menyerah.

Lakukan yang Anda bisa.

Dan biarkan Tuhan memberi kejutan bagi Anda.

Tugas Anda adalah menyambut mukjizat terbaikNya bagi hidup Anda.


Semoga mimpi Anda menjadi kenyataan,
BO SANCHEZ

 

Terjemahan Oleh: Jessica J. Pangestu

 

(Dikutip dari milis Bo Sanchez)

BAGAIMANA MENJADI SEBUAH MAGNET BERKAT

6 STRATEGI UNTUK MENJADI POSITIF DALAM DUNIA YANG NEGATIF

Saya tidak tahu harus bersikap bagaimana.

Saya membaca pesan pada HP saya.

"Ms. Chiqui Lara, jam 7:30 pagi, Hotel Intercon."

Saya akan makan pagi bersama Presiden dan CEO sebuah perusahaan multi-
nasional yang berbasis di London.

Saya mulai berandai-andai.

Saya membayangkan wanita yang menduduki jabatan Presiden ini pastilah
seorang yang berpostur tinggi, impresif, wanita hebat dalam balutan
setelan berwarna gelap, bersepatu tumit tinggi, lengkap dengan tas
kantor dari kulit.

Saya sangat kaget ketika berjalan masuk seorang wanita yang usianya
terlihat tidak lebih dari kepala 5 (menurut saya), mengenakan blus
putih polos, celana panjang hitam, dan sebuah senyuman yang lembut.
Tanpa make-up.  Tanpa perhiasan.  Tanpa tas kantor.

Ia menghampiri saya dan mengulurkan tangannya.  (Juga tidak bercat
kuku.)

Segera, saya merasakan sesuatu yang spesial dari wanita ini.

Apakah itu kedamaian batin?

Saya baru tahu mengapa setelahnya.

Dua tahun lalu, Chiqui didiagnosa terkena kanker.

"Persisnya dua kanker utama," katanya.   Artinya dua tumor ganas
tumbuh dalam ovarium dan rahimnya pada saat yang bersamaan.

Semua orang mengira akan melihat seorang wanita yang hancur.

Namun sebaliknya, justru pada masa pencobaan itu orang-orang melihat
betapa luar biasa positifnya Chiqui.

Mata saya mulai basah (yang saya seka ketika ia tidak melihat)
mendengarkan ia menuturkan bagaimana keluarga dan para sahabatnya
mengasihinya di saat ia membutuhkannya.  "Bo, saya dikelilingi oleh
kasih yang luar biasa!"

Hari ini, kankernya tidak ada lagi.

Saya bertanya padanya, "Chiqui, apa yang membuat Anda menjadi seorang
yang begitu positif?"

"Keluarga saya," ia tersenyum.  "Saya menerima cinta yang melimpah
dari mereka."

Ia memberi sebuah contoh yang sangat luar biasa tentang kasih yang ia
alami.

"Natal bertahun-tahun yang lalu, sebuah panti asuhan mengadakan suatu
program yang disebut Share-A-Home (Berbagi Sebuah Rumah).  Hanya
selama liburan Natal, orang tua saya sepakat untuk menerima dua anak
yatim piatu, kembar laki-laki, berusia satu setengah tahun.  Tapi
setelah satu minggu berlalu, ibu saya tidak mengembalikan mereka ke
panti asuhan.  Kedua anak kembar itu harusnya tinggal bersama kami
selama satu minggu.  Mereka telah tinggal bersama kami selama 25
tahun."

Ia juga menceritakan pada saya kisah lain yang menyentuh.

"Ayah saya meninggal dalam usia 72.  Pada hari terakhir pemakaman,
keluarganya yang lain muncul.  Seorang wanita dan tiga anak..."

"Oh tidak...," kata saya.

"Ya.  Kami sangat terkejut."

"Tak seorangpun mengetahuinya?" tanya saya.

"Tak seorangpun tahu.  Ayah saya selalu pulang ke rumah setiap hari.
Jadi ketika keluarganya yang lain muncul, saya ingat kalau saya
berbicara pada ibu saya dan bertanya, "Apa yang harus kita lakukan?"
Ibu saya menjawab singkat, "Saya sudah memaafkannya."

Saya melongo.

"Ya," kata Chiqui, "Itulah tipe ibu yang saya miliki.  Ia memiliki
kasih yang melimpah untuk diberikan.  Sekarang Anda tahu mengapa saya
seperti ini."

"Amin."

"Saya sangat diberkati, Bo.  Saya sungguh diberkati"

Dalam usia 32, ia sudah menjadi seorang Presiden dari sebuah
perusahaan periklanan raksasa, dan kemudian, sebagai Vice Chairman.

Sekarang, ia adalah Presiden dan CEO dari sebuah perusahaan fantastis,
Y&R Philippines, bagian dari perusahaan multi-nasional yang sudah
berumur 60 tahun.

Dalam terminologi saya, Chiqui adalah sebuah "Magnet Berkat".

Mengapa?  Karena ia menarik banyak berkat dengan caranya berpikir,
merasa, percaya, dan bertindak.

Berikut adalah 6 cara bagaimana Anda dapat menjadi sebuah magnet-
berkat, dan menjadi positif dalam sebuah dunia yang negatif:

1.  Rasakan cinta.  Terima cinta dari orang-orang di sekeliling Anda,
tidak perduli betapa kecil dan tidak sempurnanya cinta itu.  Rayakan
setiap isyarat cinta yang Anda terima.  Jadikan itu sebagai suatu hal
besar!  Dan Anda akan menemukan bahwa Anda akan menerima cinta yang
lebih dan lebih lagi.

2.  Bersyukur.  Bersyukurlah untuk setiap berkat kecil yang Anda
terima.  Sebelum tidur, hitunglah paling tidak 5 berkat yang Anda
terima pada hari itu.  Bahkan bersyukurlah untuk hal-hal buruk, karena
pasti ada berkat di dalamnya.  Rasa syukur menarik leibh banyak berkat
untuk menghampiri Anda.

3.  Percaya.  Ya, lakukan semua yang dapat Anda lakukan!  Tapi pada
akhirnya, berhentilah merasa kuatir.  Sebaliknya, bersandar dan
percayalah pada Tuhan.  Percaya bahwa yang terbaik akan datang.

4.  Miliki sebuah visi.  Saat Anda mempunyai sebuah visi yang
terperinci, tergambar, mengobarkan semangat dalam hati Anda, Anda
pasti akan menjadi positif.  Dan ini adalah pengalaman hidup saya yang
sangat nyata: Visi yang sangat kuat dalam bayangan Anda akan menarik
semua berkat yang Anda butuhkan untuk memenuhi visi tersebut.  Anda
akan terkejut.  Berkat-berkat itu akan datang begitu saja, bergulir ke
kaki Anda, memohon Anda untuk menerimanya.

5.  Cintai diri Anda.  Bersungguh-sungguh dalam mencintai diri Anda.
Hormati diri Anda.  Jangan meremehkan diri Anda, jangan membatasi diri
Anda, dan jangan menghina diri Anda.  Penuhi kebutuhan Anda.
Perhatikan diri Anda dengan seksama.  Jika Anda lakukan itu, orang
lain akan menghormati Anda, mencintai Anda, dan memenuhi kebutuhan
Anda juga.

6.  Cintai orang lain.  Apapun kasih yang Anda beri, Anda akan
menerimanya kembali berlipat-ganda.  Karena itu bangunlah setiap pagi
karena Anda ingin mencintai.  Jadikan cinta sebagai tujuan hidup
Anda.  Ketika Anda menjadikan cinta sebagai alasan untuk segala
sesuatu yang Anda lakukan, sekalipun jika badai gelap menyelimuti
Anda, matahari akan selalu bersinar dalam hati Anda.


Semoga mimpi Anda menjadi kenyataan,
Bo Sanchez

 

Terjemahan oleh: Jessica J. Pangestu

 

(Dikutip dari milis Bo Sanchez)

Chat on MSN, YAHOO, AIM with eBuddy