To All of You,

Dengarkan Musik Ini

Super Mario Game

INFO SINGKAT

Beri Masukan Untuk Kami

Name :
Web URL :
Message :
:) :( :D :p :(( :)) :x

Minggu, Oktober 12, 2008

BUTTERFLY DANCE


Oleh: Pastor Mans Werang, CM
Pastor Paroki St. Yohanes, Matkomnai, Keuskupan Daru-Kiunga, Western Province, Papua New Guinea


Delapan orang anak kecil keluar dari semak-semak dan mulai menari. Ditangan mereka masing-masing memegang ranting-ranting pohon yang dihiasi dengan bulu ayam berwarna putih. Seluruh tubuh mereka juga dicat dengan warna putih. Mereka tidak berbusana. Sedangkan di depan dan di belakang barisan anak-anak, dua orang pemuda, yang juga tanpa busana, dengan tubuh mereka juga dihiasi warna putih menari sambil memukul gendang. Mereka hanya mengenakan koteka. Diwajah mereka dicat berbagai warna-warni, di kepala mereka disematkan hiasan mahkota dari burung paradise dan di belakang punggung mereka, dicat dengan tulisan “welcome”. Gerakan mereka menyerupai kupu-kupu yang sedang terbang. Beberapa kali mereka mengelilingi halaman dengan tarian yang bervariasi seperti kupu-kupu. Semua yang berkumpul di sana dengan khidmat berdiri, mengagumi tarian yang sedang diperagakan untuk penerimaan beberapa tamu dari keuskupan. Itulah tarian kupu-kupu untuk penerimaan orang-orang asing yang datang ke kampung kami. Kata seorang bapak kepada aku. Menurut legenda, tarian kupu-kupu berasal dari nenek moyang mereka yang diwariskan turun-temurun untuk menyambut tamu asing. Semula ada sebuah batu besar. Suatu saat ada orang asing datang membawa pesan yang berguna bagi kehidupan mereka. Kupu-kupu putih itu keluar dari sebuah batu besar untuk menyambut mereka. Ribuan kupu-kupu putih terbang dan mengelilingi kampung, sebagai tanda akan datang tamu yang membawa warta gembira. Warisan ini diteruskan dan dilanjutkan oleh orang-orang refugis dari west papua. Setelah penyambutan dengan tarian kupu-kupu, dilanjutkan dengan acara makan bersama. Mereka membakar babi, sebagai tanda keramahan mereka untuk menjamu para tamu. Ketika kutanya, apakah hanya karena tatkala kami datang, mereka berkata bahwa kami lakukan pada umumnya menyambut tamu asing yang datang ke tempat kami. Apalagi para tamu yang datang adalah orang-orang yang membawa pesan yang berharga bagi kampung kami. Peristiwa itu mirip seperti yang dilakukan oleh orang-orang Papua di paroki Matkomnai. Pada saat kaum muda dari Australia datang ke paroki kami, mereka juga menunjukkan keramahan melalui penerimaan mereka dengan pakaian adat mereka. Mulai dari anak-anak, para wanita sampai orang tua ingin mempersembahkan yang terbaik dengan tarian untuk orang-orang Australia. Mereka memakai pakaian dari jenis rumput-rumput, dengan telanjang dada. Sedangkan di kepala mereka disematkan mahkota dari burung paradise. Mereka menari dan membentuk gerakan yang meragakan penerimaan tamu dengan kegembiraan. Itulah bentuk keramahan orang-orang Papua.
Orang-orang Papua mempunyai kebiasaan menjamu orang-orang asing bila datang ke tempat mereka. Mereka berusaha untuk memberikan yang terbaik. Rumah mereka yang sangat sederhana tidak mengurangi keramahan mereka untuk mengundang, datang dan bertamulah ke rumah kami. Citarasa keramahan mereka membuat aku merenungkan hidup kita.

Rahmat yang berharga
Di dalam kitab suci diceritakan tentang semangat keramahan dari orang-orang yang menerima orang asing. Suatu hari, Abraham sedang duduk dibawah kemahnya di Mamre. Ketika ia mengangkat mukanya dilihatnya tiga orang asing. Ia menyongsong mereka dan mempersilakan mereka datang dan beristirahat sejenak untuk melepaskan dahaga mereka, membiarkan mereka membasuh wajah mereka dengan air. Setelah itu Abraham dan Sarah istrinya menyediakan bagi mereka, air, roti dan lembu tambun yang terbaik. Ketiga tamunya akhirnya mengungkapkan diri mereka kepadanya bahwa istrinya akan melahirkan seorang anak, meskipun istrinya sudah sangat tua. Demikian juga yang dilakukan oleh Janda di Zaraphat, sikap keramahannya juga diperlihatkan ketika ia menghidangkan makanan dan menampung Elia di rumahnya. Ia menyediakan makanan untuk Elia, yang sebenarnya makanan itu merupakan persediaan yang terakhir untuk anak-anaknya, setelah itu ia dan anak-anaknya akan mati. Elia mengungkapkan dirinya sebagai utusan Allah yang akan memberikan kelimpahan minyak dan makanan, dan akan membangkitkan anaknya dari kematian. Dalam injil, kita dapat menyimak kisah tentang dua orang murid Yesus yang pergi ke Emaus, dan tiba-tiba di tengah jalan, hadir seorang asing yang berjalan-jalan bersama-sama dengan mereka. Karena hari menjelang malam, kedua murid itu mengundang seorang asing itu, datang dan tinggal bersama mereka. Pada akhirnya Yesus memperkenalkan diriNya tatkala Dia memecahkan roti dan membagi-bagikan kepada dua orang muridNya. Dia hadir sebagai Tuhan dan penyelamat. Keramahan yang diperlihatkan oleh kisah di atas bukan merupakan suatu kewajiban untuk menerima orang asing di dalam rumah mereka, tetapi lebih dari itu, karena orang-orang asing membawa pesan dan rahmat yang berharga bagi mereka.


Ketiga kisah di atas menunjukkan bahwa keramahan menerima seseorang mendatangkan berkat yang melimpah bagi penerima tamunya. Ketika merenungkan pengalaman dan kisah kehidupan orang-orang di dalam kitab suci dan kisah kehidupan orang-orang Papua, aku terpana pada sikap keramahan yang ditampilkan. Kehadiran orang asing tidak membuat mereka menaruh curiga, tetapi sebaliknya menerima mereka dengan sukacita, layaknya seorang sahabat lama yang tidak pernah bertemu, dan suatu saat datang ke tempat mereka. Mereka semua berusaha untuk memberikan yang terbaik. Dalam artian tertentu memberi kesan yang membuat orang terpesona, atau “memanjakan mereka”. Cita rasa keramahan yang ditampilkan ini membuat penerima merasa damai, karena berani untuk memberi yang terbaik, dan yang datang juga merasa diterima, dimanjakan, yang membuat kesan tersendiri bagi orang lain.

Datang dan Lihatlah
Dalam injil Yohanes dikisahkan bagaimana keramahan yang ditampilkan oleh Yesus. Ketika dua orang murid Yohanes bertanya di manakah engkau tinggal? Yesus menjawab kepada mereka “datang dan lihatlah”. Suatu bentuk undangan dari Yesus untuk datang dan mengenal Dia secara lebih dekat. Tetapi dibalik itu semua suatu bentuk keramahan dari Yesus yang mengundang para murid Yohanes untuk memahami dan mengerti dengan benar bahwa Dialah Tuhan yang ditunggu-tunggu. Untuk mengenal pribadi Yesus tidak cukup hanya dengan mendengar saja, tetapi datang mengikuti Dia, berkunjung ke rumah Dia, mengenal Dia secara lebih mendalam. Pengenalan secara mendalam mengandaikan sikap untuk datang dan mengalami secara langsung. Sikap Yesus ini menunjukkan suatu sikap yang terbuka kepada siapapun yang datang kepadaNya. Yesus hanya menawarkan bentuk keramahanNya, tergantung dari kita, apakah kita berani untuk memenuhi undanganNya atau tidak.

Undangan itu mirip seperti yang dilakukan oleh orang-orang Papua. Dalam kesederhanaan, mereka selalu mengundang setiap orang untuk datang dan mengenal mereka secara lebih dekat. Mereka adalah pribadi-pribadi yang terbuka untuk disapa, untuk disentuh dengan kasih. Kehadiran kita akan membuat mereka selalu ingin menyuguhkan yang terbaik bagi siapa saja yang datang ke tempat mereka.
Ketika merenung seorang diri, aku menemukan hidup sekarang ini semakin memuja pada semangat individualisme. Artinya semangat yang berpusat pada diri sendiri, tanpa menghiraukan orang lain di sekitar kita. Semangat keramahan kepada orang lain semakin luntur, karena kita terbawah pada sikap tidak mempercayai orang lain. Orang lain adalah bukan aku yang lain. Orang lain adalah di luar dari hidup kita, sehingga ketika ada orang yang datang kepada kita, sikap yang kita tampilkan adalah sikap tidak ramah, untuk tidak mengatakan sikap menolak kehadiran mereka. Kita tidak membiarkan ruang sedikit pun untuk mengenal mereka secara mendalam, dan sebaliknya tidak ada ruang pula bagi mereka untuk mengenal kita secara lebih mendalam. Kita menutup jendela hati kita untuk mereka. Lantas undangan untuk masuk dalam perjamuan, menikmati bersama menjadi tidak ada lagi. Karena kehadiran orang asing adalah kehadiran yang merepotkan kita. Kehadiran orang asing adalah kehadiran yang membuat kita sibuk dengan segala banyak urusan. Lantas yang terjadi adalah sikap tidak ramah yang kita tampilkan.

Tetapi orang Papua berkisah lain tentang kehadiran orang lain. Orang lain adalah rahmat karena mereka membawa pesan bagi mereka. Maka suguhan yang paling baik diberikan. Tarian kupu-kupu dan tarian adat mereka tampilkan. Semua yang mereka lakukan hanya untuk memberikan kegembiraan dan kelegaan kepada para tamu. Sagu, pisang, dan segala bentuk makanan mereka sajikan hanya untuk membuat para tamu merasa dimanjakan. Dalam kesederhanaan, mereka tetap mengundang setiap orang asing untuk datang ke rumah mereka. Mereka tidak pernah malu untuk berkisah tentang rumah, kehidupan dan makanan yang sederhana yang disajikan oleh mereka. Karena itulah cita rasa keramahan mereka. Keramahan yang keluar dari ketulusan dan keterbukaan hati mereka untuk menerima siapapun yang datang berkunjung ke tempat mereka. Bagi mereka orang asing adalah tamu yang terhormat, maka memberi tempat yang terhormat dengan menyajikan sesuatu yang terbaik mendapat tempat yang pantas dalam budaya mereka.
Tarian kupu-kupu itu mengingatkan aku, dan mengingatkan kita akan semangat keramahan, dalam menerima orang lain. Kehadiran orang lain, siap pun orangnya, terlebih lagi orang miskin adalah kehadiran yang memberi pesan bagi kehidupan kita. Acap kali kita lalai terhadap kehadiran mereka di depan pintu rumah, di depan pintu pastoran kita, karena anggapan kita mereka adalah orang lain, mereka adalah orang asing. Namun kitab suci mengingatkan kita “barangsiapa menerima orang sekecil ini, ia menerima Aku”. Itulah kehadiran Yesus yang datang bertamu dalam rupa orang asing, dalam rupa orang miskin. Dalam diri orang yang kotor, bau badan, dengan pakaian seadanya. Tetapi kehadiran mereka membawa pesan, bahwa Tuhan sendiri yang datang berkunjung ke dalam rumah kita. St. Vinsensius berkata kalau ada orang yang datang ke tempatmu, dan pada saat itu kamu sedang berdoa, “tinggalkan Tuhan untuk bertemu dengan Tuhan, yang hadir dalam diri sesamamu. Kata-kata itu menjadi kekuatan kita untuk menerima orang dengan keramahan, dan dengan sikap yang terbuka dan tulus. Seperti Tuhan Yesus sendiri yang menerima kedua murid Yohanes, kita pun berani berkata “ datanglah dan lihatlah”. Disinilah damai itu dapat kita rasakan, karena kita melayani Tuhan yang hadir dalam diri mereka. inilah pesan kehadiran mereka orang-orang miskin.


Kiriman dari: Titi (Paroki Maria Bunda Karmel, Jakarta)

Kamis, Oktober 09, 2008

Misa Pelantikan Pengurus PDKK Kristus Salvator 2008-2011



Pastor Anton dalam misa pelantikan pengurus baru PDKK Kristus Salvator mengingatkan bahwa dalam setiap pelayanan dapat terjadi perselisihan paham atau pendapat tentang sesuatu hal. Demikian halnya pernah terjadi pada jaman Rasul Paulus dengan Petrus dan Yakobus seperti tertulis dalam surat Paulus kepada Jemaat Galatia tentang adanya permasalahan/perbedaan pendapat dalam hal perlunya Hukum Taurat diterapkan kepada golongan yang tidak bersunat atau non Yahudi yang telah menjadi Kristen.

Merujuk pada bacaan Injil, selanjutnya Pastor mengingatkan bahwa kita dipanggil untuk melakukan pelayanan dalam kasih agar dengan demikian kita tidak akan menjadi batu sandungan bagi yang lainnya.

Demikian dilaporkan dari Misa pelantikan malam hari ini (8 Oktober 2008).

Andreas Andy S.

Chat on MSN, YAHOO, AIM with eBuddy