Hari masih gelap. Pintu pastoran masih tertutup rapat. Tampak kabut putih menyelimuti bukit kecil di tengah hutan. Sepi! Sepertinya tak ada kehidupan. Sesekali terdengar suara alam yang menyanyikan senandung kidung pujian pagi. Semalam hujan turun dengan lebatnya menyebabkan aliran sungai di sekeliling bukit itu meluap. Tampak dari jauh seorang pemuda datang mendekat ke pastoran. Ia tidak pernah memakai alas kaki, dan hanya mengenakan celana pendek dengan baju yang agaknya sudah mulai sobek. Kumis dan jenggotnya dibiarkan begitu saja, dan tak pernah diurus dengan rapi. Di belakang punggungnya ada sebuah rangsel. Tergesa-gesa ia mengetuk pintu dan segera mengatakan “good morning father” kepadaku. Aku membuka pintu pastoran dan mengucapkan salam kepadanya. Dalam pikiranku, aku bertanya-tanya ada apa gerangan pagi-pagi Kwane sudah datang ke pastoran. Ternyata dia hanya bertanya apakah dia boleh ikut ke kota bersamaku? Aku menjanjikan dia, jam delapan nanti dia dapat pergi bersama denganku.
Dalam perjalanan menuju ke kota, Kwane bercerita bahwa ia datang ke kota hanya untuk jalan-jalan dan melihat situasi di kota. Kebetulan hari itu hari “pay day”, artinya hari di mana semua instansi pemerintahan dan swasta membayar gaji para pegawai dan karyawannya dengan system fort night, dua minggu sekali mereka mendapat gaji. Jadi orang-orang berbondong-bondong datang ke kota untuk belanja kebutuhan hidup mereka, dan sekedar jalan-jalan seperti yang dilakukan oleh Kwane. Aku memperhatikan saku celananya, tak terlihat ada dompet. Dia berkata bahwa dia tidak memiliki dompet, dan tidak membutuhkannya. Kalau pun ada uang, uang itu dimasukkan saja ke dalam saku celananya. Akupun memberikan nasihat bijak kepadanya; “bila engkau mempunyai dompet, uangmu tidak akan mudah hilang, dan tidak tercecer ke mana-mana, serta memudahkanmu untuk menemukan sewaktu-waktu kamu membutuhkannya”. Tetapi Kwane berkata kepadaku “ father this is life”. Yang terpenting dalam hidup ini bukan ke mana-mana membawa dompet berisi uang, tetapi kemana-mana membawa hati, senyum dan kegembiraan. Kekayaan kita bukan diukur sejauh mana kita memiliki barang, atau uang, tetapi kekayaan kita diukur sejauh mana kemurahan hati, kita berikan kepada orang lain. Aku hanya bisa diam, dan merenung kotbah bijak yang pertama kali aku dengar dari seorang pemuda Papua bernama Kwane.
Kaya di mata Allah
Tuhan Yesus memberikan sebuah perumpaan yang indah kepada orang Farisi tentang seorang kaya yang berlimpah-limpah harta kekayaan. Ia memikirkan bagaimana ia dapat menyimpan di tempat yang aman, kemudian membangun gedung yang besar untuk menyimpan kekayaannya. Ia berkata kepada jiwanya, “ada padamu banyak barang, tertimbun untuk bertahun-tahun lamanya; beristirahatlah, makanlah, minumlah dan bersenang-senanglah! Tetapi keesokkan harinya jiwanya diambil oleh Tuhan. Ia mati. Lantas segala kekayaannya yang berlimpah-limpah tidak ada gunanya lagi.
Orang kaya dalam perumpamaan ini melupakan satu hal yang penting dalam hidup ini yakni bagaimana membuat dirinya kaya di mata Allah. Ia hanya mengumpulkan segala harta kekayaan duniawi yang dapat memberikan kebahagiaan tubuhnya, tetapi lupa untuk membuat dirinya kaya di mata Allah. Kaya di mata Allah, artinya pribadi-pribadi yang menghayati hidup yang penuh kemurahan hati, cinta dan kebaikan kepada sesama. Ini lah harta yang tersimpan di surga. Tidak jarang, kita alpa untuk mencari dan mengumpulkan harta seperti ini. Kita lebih tergiur untuk mengumpulkan harta duniawi. Kecemasan dan rasa takut membawa kita tidak lagi memikirkan harta yang tersimpan di surga. Tuhan Yesus berkata “ carilah dahulu Kerajaan Allah, maka semuanya akan ditambahkan kepadamu”. Kata-kata Tuhan Yesus ini memiliki kekuatan yang luar biasa, karena Kerajaan Allah yang dimaksudkan oleh Yesus adalah cinta, kemurahan hati, kedamaian, pengampunan, belas kasih dan bila kita lakukannya dalam kehidupan kita sehari-hari, maka Allah akan menambahkan apa yang kita butuhkan saat ini. Janganlah cemas akan apa pun yang akan kamu makan, atau apapun yang akan kamu pakai, lihatlah burung di udara yang tidak pernah menabur, tetapi diberi makan oleh Allah. Kalau demikian manusia lebih berharga dari itu semuanya ini. Allah akan memperhatikan dan memelihara kehidupan kita.
Nyala Kasih
Kwane adalah seorang pemuda yang menghayati kata-kata Tuhan Yesus. Buatlah dirimu kaya di mata Allah. Ia masih muda, umurnya kira-kira 25 tahun. Ia gagal menjadi seorang perawat. Bahkan ia bercita-cita dan berkeinginan untuk menjadi seorang pastor. Selama dua tahun ia bekerja di paroki. Ia pekerja keras. Ketika ia menerima uang dari hasil kerjanya, uang itu diberikan untuk keluarga dan saudara-saudarinya. Sementara dia hanya mengambil sedikit untuk keperluaan hidupnya bahkan tidak sama sekali untuk dirinya. Ketika ia tidak bekerja lagi di paroki, ia berniat untuk kembali ke kampungnya dan membangun gereja di tempat asalnya. Ia sungguh-sungguh merealisasikan semangatnya dengan membangun iman umat di kampungnya. Ia sangat aktif dalam semua kegiatan rohani di gereja dengan mempersiapkan liturgi untuk umat yang datang pada hari minggu. Kadang-kala di hari-hari tertentu dia datang dari kampungnya dengan jalan kaki, kira-kira satu jam hanya untuk mencari lagu-lagu dan latihan nyanyi sendiri di gereja sampai sore hari. Semangat hidupnya itu juga ditunjukkan dalam semua aktivitas. Kalau bepergiaan untuk mengadakan kunjungan ke kampung selama satu minggu, dia selalu menyediakan dirinya untuk membawa barang-barang, bahkan suatu saat kami harus melewati sungai, dan kebetulan mesin motor kami mengalami kerusakan, dia turun dari perahu dan menarik perahu yang kami tumpangi di sungai, sampai ke tempat tujuan.
Ketika kutanya mengapa ia melakukan semuanya itu. Dengan senyum ia berkata bahwa dia melakukannya semuanya karena dia adalah instrument dari cinta Allah. Cahaya kasih harus dibagikan kepada orang lain, supaya orang lain juga dapat melihat terang. Inilah yang dapat dia bawa ke mana-mana, yakni cinta dan hati yang siap untuk membantu dan melayani orang lain. Aku meyakini bahwa jawaban Kwane adalah suatu jawaban dari kedalaman pengalaman dan penghayatan imannya terhadap cinta Tuhan. Ia melakukan dan menjalankan semuanya itu dari pengalaman hidupnya sehari-hari. Aku teringat kembali apa yang dikatakan oleh Kwane tentang dompet ketika kami melakukan perjalanan ke kota. Yang terpenting adalah kemana-mana tetaplah membawa cinta, kasih dan pengharapan. Rupanya apa yang dikatakan oleh Kwane mengalir dari kehidupannya sendiri. Sebagai seorang pemuda yang sangat sederhana, dia sudah mengerti tentang kehidupan dan arti cinta ini dengan sangat mendalam. Cinta adalah suatu peziarahan yang tidak pernah berhenti, keluar dari diri sendiri menuju orang lain melalui pemberiaan diri sendiri, pengorbanan, pengharapan sehingga orang lain pun mampu menemukan Allah.
Membawa Hati
Kemana-mana kita bepergiaan, kita selalu membawa dompet di saku belakang celana atau di dalam tas kecil kita. Di dalam dompet ada bermacam-macam jenis kartu. Ada kartu nama, kartu tabungan, uang, dan bermacam-macam lagi jenis barang yang kita simpan di dalam dompet kita. Sementara itu di saku pakaian kita yang lain, kita letakkan handphone. Bila sewaktu-waktu kita membutuhkan, atau orang menelepon kita, kita sudah menyiapkannya. Pendek kata segala sarana yang kita butuhkan kita ambil dan tak pernah kita lupa untuk membawanya. Inilah yang kita lakukan hampir setiap hari. Bahkan pada saat kita menghadiri perayaan ekaristi pada hari minggu, dompet dan handphone kita pun selalu tidak ketinggalan.
Namun, sangat berbeda yang dilakukan oleh Kwane, bila bepergiaan ke gereja sekalipun, ia tidak membawa dompet, apalagi handphone. Ia hanya membawa hati, kemurahan hati, kegembiraan, dan senyum. Inilah kekayaan hati yang dibawa ke mana pun Kwane pergi. Kekayaan bukan yang lagi ditentukan sejauh mana aku memiliki banyak barang, uang, handphone, tetapi kekayaan seorang kristiani sejauh mana kemurahan hati, kegembiraan, senyum, dan pelayanan aku bagikan kepada orang lain. Inilah sebuah nilai yang diajarkan oleh Kwane kepadaku “tentang mengumpulkan harta surgawi”. Inilah harta surgawi yang tersembunyi dalam diri orang-orang sederhana. Harta surgawi inilah yang selalu Kwane pelihara dan bawa ke mana-mana. Tidak memiliki dompet dan handphone membuat dirinya tidak memiliki banyak kebutuhan. Kebutuhannya yang sedikit membuat hidupnya lebih fokus pada pencarian harta surgawi.
Ketika aku memulai lagi suatu perjalanan, atau mlakukan suatu pekerjaan aku mengambil lagi dompetku, kuperhatikan isinya ada uang di dalamnya, kuperhatikan banyak kartu yang tersimpan di dalamnya. Tampak tebal di saku belakang celanaku. Sedangkan di saku celanaku yang lain, tidak pernah ketinggalan kuletakkan hand phone. Tiba-tiba aku diingatkan bahwa semuanya ini hanya sebuah sarana bagiku untuk menjadi seorang pembawa kabar gembira. Bukannya sarana ini menghalangi aku menjadi lebih leluasa membagi kasih dan kegembiraan kepada orang yang ada sekitarku. Dengan sarana ini pula menjadikan aku memiliki peluang yang lebih besar untuk mencintai dan melayani orang lain.
Kwane, pemuda sederhana telah mengajarkan kita akan arti pentingnya membawa hati ke mana pun kita pergi. Hati yang selalu memancarkan kegembiraan, dan bukan kesedihan, hati yang selalu belaskasih, dan bukan egoisme, hati yang selalu senyum, dan bukan hati yang selalu murung, hati yang selalu mencintai, dan bukan hati yang selalu menuntut, hati yang selalu menjadi pembawa damai, bukan hati yang membawa pertikaian, hati yang selalu percaya akan cinta Allah, dan bukan hati yang selalu takut. Inilah kekayaan hati yang selalu kita bawa, sehingga orang lain pun dapat mengalami Tuhan. Di dompet kita mungkin masih banyak barang mewah dan berharga, karena tersimpan uang, kartu kredit, foto orang-orang yang kita cintai, tetapi kedalaman hati Kwane mengajarkan kita bahwa kita juga mesti menyimpan hati kita yang murah hati ke mana pun kita bawa atau ke mana pun kita pergi. Inilah harta yang harus kita jaga, kita rawat dan kita bangun. Kini kabut putih yang menyelimuti pastoran sederhana di tengah hutan di sebuah bukit sudah tidak ada lagi. Kabut itu sudah pergi meninggalkan suatu jejak indah untuk selalu setia membawa hati ke mana pun aku pergi.
Fr. Mans Werang, CM
Pastor Paroki St. Yohanes, Matkomnai, Keuskupan Daru-Kiunga, Western Province, Papua New Guinea. ( ahmans2006@yahoo.com.au) atau (belina_cm@dg.com.pg
Dikirim oleh: Titi (Paroki Maria Bunda Karmel, Jakarta)
To All of You,
Dengarkan Musik Ini
Super Mario Game
INFO SINGKAT
Send texts to over 200 countries with CardBoardFish
Beri Masukan Untuk Kami
|
Minggu, April 20, 2008
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar