To All of You,

Dengarkan Musik Ini

Super Mario Game

INFO SINGKAT

Beri Masukan Untuk Kami

Name :
Web URL :
Message :
:) :( :D :p :(( :)) :x

Minggu, April 13, 2008

BUKAN BASA-BASI


Malam itu hujan turun dengan lebatnya. Beberapa umat kesulitan untuk kembali ke rumah mereka, setelah mereka latihan nyanyi di gereja. Diantara mereka, hanya sedikit yang membawa payung dan segera itu mereka meninggalkan gereja. Ada beberapa anak-anak datang ke pastoran meminta kantong plastik untuk meletakan pakaian mereka di dalamnya. Setelah itu mereka berlari di tengah kegelapan dan guyuran hujan. Mereka hanya menyelamatkan pakaian mereka agar tidak basah. Pakaian tersebut akan dipakai keesokan harinya untuk menghadiri perayaan ekaristi di Gereja. Pakaian yang mereka kenakan yang itu-itu saja. Bukan karena mereka senang dengan pakaian itu, tetapi karena yang mereka miliki hanya itu. Tampak sobek, agak kotor dan aroma khas yang menebar. Mereka tidak terlalu mempedulikannya, karena itulah hidup mereka di tengah kesederhanaan.

Untuk membeli pakaian bukanlah hal yang mudah atau gampang bagi mereka. Harga pakaian sangat mahal. Akses antar kota perdagangan dari provinsi lain ke western Provinsi sangat sulit. Semuanya hanya dapat dijangkau melalui sungai. Bila musim kemarau tiba, kapal-kapal tidak dapat masuk ke pelabuhan Kiunga, maka harga bahan makanan dan pakaian semakin melambung. Kurangnya perhatian pemerintah dalam menyediakan sarana transportasi, juga turut menyumbang membengkaknya harga barang-barang. Maka kebanyakan mereka memiliki dua atau tiga pasang pakaian, itu sudah cukup bagi mereka.

Cita rasa hidup
Samuel bercerita bahwa mode pakaian belum mendapat tempat di hati mereka. Mereka memakai pakaian seadanya saja. Lihatlah anak-anak Papua, setelah bermain atau berolaraga, mereka segera mandi di sungai, tetapi masih mengenakan pakaian yang sama lagi ke rumah mereka masing-masing. Keesokan harinya saat berangkat ke sekolah mereka masih menggunakan pakaian yang sama, dengan sobekan di mana-mana. Mereka tidak pernah merasa minder, apalagi malu, karena umumnya semua anak-anak demikian dalam cara berpakaian.

Suatu saat Samuel yang masih duduk di bangku Primary school mengajak aku ke sungai untuk melihat teman-temannya yang sedang ceria bermain dengan air di sungai. Di tepi sungai ia bercerita tentang teman-temannya. Ia tidak terlalu peduli apakah aku mengerti atau tidak dengan aksen yang kadang kala bahasa inggris, kadangkala bahasa pidgin, dan sesekali bahasa awim. Ia tidak pernah meminta dari aku pakaian atau makanan, tetapi bermain bersama dengan dia dan teman-temannya.
Samual adalah gambaran wajah anak-anak Papua. Mereka tidak memiliki hiburan yang menarik, selain bermain kelereng, bermain sepak bola dan bermain di sungai. Namun yang terindah adalah mereka menikmati hiburan itu dalam kebersamaan dengan teman-temannya. Ada jalinan komunikasi, keceriaan, dan kegembiraan yang mereka rayakan bersama-sama.

Hadir Bersama Mereka
Pakaian yang kita gunakan menentukan siapakah diri kita. Ketika seseorang menggunakan jubah, orang akan mengetahui dia seorang frater, atau pastor. Tatkala seseorang menggunakan jas dengan dasi, orang dengan mudah pula mengetahui pasti dia seorang eksekutif, atau memiliki kedudukan yang tinggi. Pakaian juga menentukan dengan siapa kita menjalin kerjasama atau berkomunikasi. Dengan pakaian yang rapih, orang akan merasa percaya diri ketika tampil berkomunikasi dengan orang lain. Dengan pakaian yang rapih pula memberi nilai plus pada dirinya, karena orang pasti akan memberikan apresiasi pada dirinya.

Orang-orang Papua adalah pribadi yang sederhana. Mereka tidak terlalu mempersoalkan bagaimana pakaian yang mereka kenakan. Bagi mereka, hidup dalam suasana kebersamaan, dengan merayakan kegembiraan bersama adalah sesuatu yang memberikan rasa damai di hati. Maka, kehadiran secara pribadi, duduk bersama mereka, dan mendengarkan kerinduaan hati mereka adalah jauh lebih mewah, karena disanalah mereka merasa dihargai, dihormati dan disapa hati mereka sebagai teman, sahabat dan keluarga. Mereka seringkali berkisah tentang hidup mereka, tentang kegembiraan, dan tentang pengalaman mereka dan membiarkan diri mereka dicintai.

Hadir bersama mereka adalah kebijaksanaan kuno yang seringkali kita lupa. Kita terbawa arus dalam gaya hidup baru yakni gaya hidup instant. Gaya hidup instant mempromosikan sebuah cita rasa untuk memenuhi selera pribadi, dan mengabaikan kebersamaan. Dengan kata lain, hidup instant memperkenalkan pencarian cita rasa untuk memenuhi keinginan diri sendiri, tanpa menghiraukan keberadaan orang lain. “ slogan yang sering kali kita dengar adalah “emangnya gua pikirin”. Lu, lu, gue..gue” Slogan yang memuliakan paham individualisme. Lantas, perayaan kebersamaan dengan menikmati indahnya duduk bersama, tertawa bersama, bermain bersama adalah sesuatu yang membosankan. Jalinan komunikasi antar pribadi juga menjadi semakin sedikit, karena dunia instant mendikte manusia untuk mengabdi pada kesenangan pribadi. Contoh jelas, kesibukan kita dengan aktivitas yang banyak, kian menyita sekian waktu yang diperlukan untuk membina relasi kebersamaan dalam keluarga. Kita memilih memenuhi selera pribadi kita dengan mengabaikan hadir bersama dengan orang-orang yang kita cintai. Kesenangan kita juga, seringkali menyita sekian waktu yang diperlukan untuk melayani orang lain. Kita memilih untuk mengabdi pada pemenuhan diri sendiri, dari pada merayakan kebersamaan dengan orang lain. Ketika pengabdian pada diri sendiri kian kuat, kita akan mengorbankan roh dari keluarga kita dan mengorbankan semangat pelayanan kita.

Menikmati Kebersamaan
Yesus adalah teladan hidup bagaimana menikmati kebersamaan. Ia selalu berusaha menjalin kebersamaan dengan para rasulNya. Yesus memandang bahwa kekuatan hadir bersama dengan para muridNya mendorong mereka selalu berada dalam komunio, dalam ikatan kesatuaan. Maka Ia selalu berusaha untuk duduk bersama para muridNya, bercanda bersama mereka, bahkan makan bersama mereka.

Hidup dalam kebersamaan dengan menikmati indahnya persaudaraan membuat para muridNya merasa dicintai oleh Guru mereka. Meskipun, Para murid Yesus adalah pribadi-pribadi yang sederhana yakni para nelayan, yang tidak memiliki latar belakang pendidikan yang memadai, namun Yesus tetap hadir bersama mereka. Yesus meyakini bahwa dengan hidup dalam kebersamaan, para muridNya merasa dihargai, dan dihormati sebagai pribadi. Yesus tidak hanya mengajarkan bagaimana menghayati nilai kebersamaan, tetapi ia mempraktekkan nilai kebersamaan itu. Dalam karya pewartaan dan perutusanNya dari desa-ke desa Yesus selalu hadir bersama mereka. Ketika menghadiri perjamuan di Kana, Yesus selalu datang dengan para muridNya. Tatkala pada malam perjamuan terakhir, ia merayakanNya bersama dengan para MuridNya. Ia duduk bersama semeja, dan menikmati kebersamaan dalam perjamuan itu. Bahkan ia berdoa bagi para muridNya kepada BapaNya, agar mereka selalu hidup dalam kebersamaan, dalam komunio sebagai tanda akan pentingnya hadir bersama. Setelah kebangkitanNya, Yesus selalu menampakkan diriNya dan hadir serta menikmati perjamuan bersama para muridNya; seperti kepada dua orang muridnya yang berjalan ke Emaus, atau ketika Yesus meminta makanan dari mereka. Yesus duduk bersama mereka yang sedang dalam suasana ketakutan, dan makan bersama mereka. Pada saat, Yesus mengucapkan syukur, para muridNya baru mengetahui bahwa Dia adalah guru mereka yang datang bersama mereka. Saat para muridNya diliputi suasana ketakutan, pasca kematian Yesus dengan berkumpul bersama di sebuah rumah, Yesus datang mengunjungi mereka, memberikan salam damai, hadir bersama mereka. Kehadiran Yesus bersama dengan para muridNya merupakan kekuatan cinta yang sungguh dirasakan oleh mereka.
Tuhan Yesus juga selalu berusaha hidup dalam persatuan dan kebersamaan dengan BapaNya. Yesus memandang pentingnya menjalin persatuan dan hadir bersama dengan BapaNya, karena dari sana mengalir kekuatan, dan harapan untuk melaksanakan karya perutusanNya. Tatkala Ia memulai karya pewartaanNya, Ia ingin menikmati kebersamaan dengan BapaNya di padang gurun. Ketika, mereka berjalan dari desa ke desa untuk mewartakan tentang Kerajaan Allah, Yesus selalu mengajak para muridNya untuk mengungsi ke sebuah tempat yang sepi untuk menikmati hadir bersama dengan BapaNya. Bahkan saat, Yesus berada di taman Getzemani, peluh dan darah mengalir, karena ketakutan menghadapi kematian, Yesus bertemu secara pribadi dengan BapaNya. Ketakutan berubah menjadi keberanian, ketika Yesus menikmati indahNya hadir bersama dengan BapaNya. “Biarlah Piala ini berlalu dari padaKu ya, Bapa, tetapi bukan karena kehendakKu, melainkan karena KehendakMu”. Yesus sungguh-sungguh merasa diubah oleh kekuatan dari BapaNya, setelah Ia menikmati kebersamaan dengan BapaNya, karena keyakinan bahwa BapaNya mencintai Dia, dan tidak akan meninggalkan Dia sendirian.

Mengalami Rahmat
Hadir bersama dengan orang lain, membuat kita dapat mengalami rahmat tersendiri. Rahmat mencintai dan dicintai oleh pribadi yang lain. Ketika kita mengabaikan hadir dalam kebersamaan, rahmat itu tidak akan kita rasakan, dan orang lain juga tidak akan mengalaminya. Rasul Thomas adalah contohnya, ketika para rasul yang lain sedang berkumpul di sebuah rumah, rasul Thomas tidak hadir dalam kebersamaan itu. Saat itu, Yesus menampakan diri kepada mereka dan memberikan semangat, serta dukungan bagi mereka supaya mereka jangan takut, karena Dia selalu menyertai mereka. Para muridNya mengalami kehadiran Yesus sebagai suatu rahmat, karena Yesus datang memberikan harapan baru bagi mereka. Namun, tidak demikian bagi Thomas, ketika para rasul menceritakan kepadanya, bahwa mereka melihat Tuhan datang, hadir bersama mereka, Thomas mengungkapkan ketidakpercayaannya; “Sebelum aku melihat bekas paku pada tangan-Nya dan sebelum aku mencucukkan jariku ke dalam bekas paku itu dan mencucukkan tanganku ke dalam lambung-Nya, sekali-kali aku tidak akan percaya." Thomas tidak dapat melihat Tuhan dan mengalami rahmat, karena dia tidak hadir dalam kebersamaan. Delapan hari kemudian murid-murid Yesus berada kembali dalam rumah itu dan Thomas bersama-sama dengan mereka. Sementara pintu-pintu terkunci, Yesus datang dan Ia berdiri di tengah-tengah mereka dan berkata: "Damai sejahtera bagi kamu!". Kemudian Ia berkata kepada Thomas: "Taruhlah jarimu di sini dan lihatlah tangan-Ku, ulurkanlah tanganmu dan cucukkan ke dalam lambung-Ku dan jangan engkau tidak percaya lagi, melainkan percayalah."Thomas baru mengalami rahmat dari Tuhan yang mencintainya, melalui kehadiran bersama dengan para rasul yang lain. Seandainya, Thomas memilih untuk mengikuti keinginan hatinya dan mengabaikan untuk hadir bersama dengan para murid yang lain, dia tidak dapat melihat dan berjumpa dengan Tuhan.

Jean Vanier pendiri komunitas L’arche, Daybreak di Kanada, sebuah rumah khusus bagi orang cacat mental berkata bahwa hadir bersama dengan orang lain membuat hidup kita menjadi lebih berarti dan bermakna. Karena kehadiran kita menjadi tanda rahmat bagi orang lain. Di sanalah mengalir solidaritas, karena kita berani berbagi hidup tentang kelemahan, dari pada berbagi kekuasaan dengan orang lain. Kehadiran kita sudah menjadi tanda rahmat bagi orang lain, karena orang lain merasa dicintai, berharga di mata kita. Sedangkan kita mengalami sukacita dan damai, karena boleh membagi kegembiraan, dan harapan bersama mereka. Mother Theresa, berkata bahwa hadir bersama mereka, berarti duduk bersama mereka, mendengarkan kata hati dan kerinduaan mereka yang terdalam, walaupun tanpa kata, tetapi sangat berarti dan bermakna bagi hidup mereka.

Anak-anak Papua adalah anak-anak yang sederhana. Mereka tidak terlalu memikirkan pakaian bermerek apa, yang akan mereka kenakan. Mereka juga tidak pernah berusaha untuk membeli pakaian yang mewah, atau datang mencarinya ke kota. Itu tidak mereka lakukan, karena kemewahan mereka adalah cita rasa akan kebersamaan. Mereka menikmati kebersamaan sebagai suatu yang terindah dalam hidup mereka. Mereka akan merasa lebih berharga dan dicintai lagi, kalau ada orang yang mau datang duduk bersama mereka, dan mendengarkan senandung kerinduan hati mereka yang terdalam di dalam hidup mereka. Mereka adalah anak-anak yang mengalami damai dan sukacita. Tertawa mereka yang khas mengundang rasa kagum akan keagungan Tuhan yang memberikan rahmat kepada mereka. Mereka membawa terang bagi hati kita yang kian hari kian tidak mempedulikan hadir bersama orang yang kita cintai. Mereka seperti nyala obor bagi penuntun jalan hidup kita, bahwa hidup damai dapat kita rasakan bila kita masing-masing memberi diri, hadir bersama dengan orang lain yang membutuhkan perhatian dan uluran hati dari kita.

Anak-anak di mana pun membutuhkan cinta, dihargai, dihormati dan diakung. Mereka membutuhkan kehadiran kita. Pribadi-pribadi yang merasa sendirian, kesepian, dipinggirkan juga adalah adalah pribadi-pribadi membutuhkan cinta dari kita. Pribadi-pribadi yang dipercayakan kepada kita untuk dilayani adalah pribadi-pribadi yang membutuhkan cinta, dihargai dan dihormati juga. Mereka adalah pribadi-pribadi yang merindukan kehadiran orang lain yang menyapa, yang menghangatkan dan menggetarkan hidup mereka untuk bangkit dari keterpurukan. Maka luangkan waktu yang terindah dalam hidup ini untuk berbagi kegembiraan dengan mereka.
Samuel adalah wajah anak-anak Papua yang mengajarkan kita akan nilai hadir bersama dengan orang lain yang agaknya mulai luntur di dalam hidup kita. Samuel masih mengenakan pakaian yang sama dengan aroma yang khas, tetapi kedalaman hatinya mengajarkan tentang sebuah makna hidup yang bernilai yakni hadir bersama mereka. Meskipun, hanya duduk diam bersama mereka, memberi senyum kepada mereka, bermain bersama mereka, tetapi memiliki makna dan arti yang mendalam. Kita akan merasakan suasana yang damai, setelah kita hadir bersama mereka. Karena kehadiran kita bersama mereka, bukanlah sekedar basa-basi, tetapi sungguh-sungguh kehadiran kita adalah tanda rahmat bagi mereka. Buktikan sendiri!

Fr Mans Werang, CM
Pastor Paroki St. Yohanes, Matkomnai, Keuskupan Daru-Kiunga, Western Province, Papua New Guinea. (ahmans2006@yahoo.com.au) atau (belina_cm@dg.com.pg)


Dikirim Oleh: Titi (Paroki Maria Bunda Karmel)

Tidak ada komentar:

Chat on MSN, YAHOO, AIM with eBuddy