Senja baru saja kembali ke peraduaannya. Awan berarak pulang, terbang bersama suara alam memberitakan kidung malam. Nyanyian malam yang mengisahkan tentang kesunyiaan hati warga Papua. Nyanyian yang tidak bisa didengar dengan telinga, tetapi hanya bisa dirasakan dalam lubuk jiwa insan yang mengalaminya. Malam tak ada cahaya lampu lagi di rumah-rumah. Saat di mana persediaan minyak tanah di rumah mereka sudah tidak ada lagi. Saat di mana mereka datang ke kota untuk mencarinya di sana, tetapi di kota pun sudah habis. Saat di mana, beberapa minggu hujan tidak turun di kota, sehingga menyebabkan sungai mengalami kekeringan, dan kapal tidak dapat masuk ke pelabuhan Kiunga. Maka satu-satunyanya harapan mereka adalah cahaya lilin untuk menerangi hidup mereka di malam hari. Demikian juga di pastoran, tak ada lagi nyala listrik, persediaan disel untuk generator sudah habis. Yang ada cuma nyala lilin kecil di pastoran.
Di jalan masuk menuju gereja, terlihat beberapa umat yang berjalan dengan nyala lampu senter yang bergegas menuju pastoran. Mereka datang ke pastoran untuk mencari lilin. Kebetulan malam itu, di pastoran juga persediaan lilin sudah tidak ada lagi. Biasanya persediaan lilin selalu ada, tetapi saat itu sudah habis. Kami lupa membelinya di kota. Aku tahu keluarga Joan dan Jack serta anak-anaknya itu sangat mengharapkan ada persediaan lilin di pastoran. Ketika kukatakan bahwa tidak ada lilin lagi, mereka hanya berkata “no problem father”. Mereka terus duduk di beranda pastoran dan bercerita tentang kehidupan keluarga mereka, tentang anak mereka, dan tentang tak ada cahaya lampu lagi di malam hari. Aku hanya coba mendengarkan kisah tentang kehidupan keluarga mereka. Tak ada kata yang dapat aku ungkapkan, karena aku tahu mungkin ini yang bisa aku lakukan adalah mendengarkan kisah kehidupan mereka.
Lorong-Lorong Gelap
Joan adalah seorang guru yang mengajar di Elementary School. Suaminya bekerja sebagai security. Mereka dianugerahi dua orang anak. Suatu saat, Jenevi, anak yang paling terakhir, jatuh sakit. Ini merupakan pukulan berat bagi keluarga mereka. Berminggu-minggu, dan berbulan-bulan, dia dan suaminya harus menjaga Jenevi di rumah sakit. Jenivi yang masih kecil itu tidak dapat menahan rasa sakit. Hari-hari dia hanya bisa menangis. Ayah dan ibunya bingung dan sedih melihatnya. Jenivi tidak dapat mengerti dan menghayati rasa sakitnya. Yang dia lakukan adalah menangis, dan kadangkala dia berteriak, karena merasakan sakit yang luar biasa. Hari-hari Ayah dan ibunya hanya berdoa dan berdoa. Mereka sepertinya masuk dalam lorong-lorong hidup yang gelap. Tak ada terang yang memberi secercah harapan bagi anak mereka. Karena anak mereka terus menerus menangis. Keluarga ini sebenarnya takut, kalau-kalau terjadi sesuatu pada Jenevi. Jenevi sebenarnya mempunyai saudari kembar, tetapi sudah dipanggil oleh Tuhan. Rasa takut akan pengalaman yang sama membuat mereka berada dalam lorong-lorong kehidupan yang gelap. Doa sebagai satu-satunya harapan dan tempat mereka berkanjang menjadi tumpuan hidup keluarga mereka. Namun lorong-lorong penderitaan yang dirasakan oleh anak mereka membuat mereka bertanya “mengapa Tuhan”? Sebuah pertanyaan bernada menggugat. Karena takut kalau anak mereka mengalami kelumpuhan atau mengalami nasip yang sama yang dialami oleh saudari kembarnya Jenevi.
Sebagai keluarga kristiani yang setia dan berani berkorban dan melayani sesama. Pertanyaan mengapa Tuhan, penderitaan ini harus dialami oleh anak kami? Bukankah kami sudah setia mengikuti engkau? Bukankah kami tidak pernah melupakan engkau? Bukankah kami setia melayani engkau? Bukankah kami selalu giat mengikuti setiap kegiatan rohani dan sangat aktif membantu kehidupan iman umat di paroki? Pertanyaan-pertanyaan ini tidak pernah terjawab, mengapa penderitaan, rasa sakit, dirasakan dan dialami oleh orang-orang yang setia kepada Allah, dan yang dermawan kepada orang lain? Namun akhirnya mereka menyadari misteri cinta Allah yang tersembunyi dan tidak dapat diketahui untuk saat ini. Mereka meyakini bahwa rencana Allah selalu indah bagi kehidupan mereka. Ada pesan dibalik semua penderitaan ini. Maka yang kami lakukan adalah terus berdoa. Malam hari kami melakukan doa bersama. Sebuah doa yang sederhana, mengingatkan bahwa pertolongan datang kepada kami dari Allah yang membuat langit dan bumi. Kami berusaha menemukan beberapa tindakan cinta untuk menghayati dan merasakan kehadiran Allah yakni melayani Jenevi dengan penuh cinta, hadir di tengah dia dan bersama dengan dia. Kami “menunggu” dan di dalam keheningan kami merasakan kasih Allah yang menyelamatkan. Lalu, sesudah itu kami melihat anak kami bisa tertidur. Kami tidak tahu apa yang terjadi keesokkan harinya, tetapi pada akhirnya kami merasa lebih baik. Lorong-lorong gelap itu tampak mulai ada cahaya, karena yakin bahwa pertolongan Tuhan datang pada waktunya. Dalam masa penantiaan menunggu, kami mencoba menghayati dalam keheningan. Di sanalah kasih Allah kami rayakan.
Pengalaman Getzemani
Ketika Yesus mengetahui bahwa dia akan menghadapi dan mengalami penderitaan, Yesus sungguh merasakan ketakutan yang luar biasa. Di taman Getzemani peluh darah mengalir di tubuhnya, karena ketakutan yang akan dihadapinya. Yesus berdoa sampai tiga kali. Bahkan Dia meminta para muridNya untuk menemani Dia dalam berdoa “tidak bisakah kamu bersamaku satu jam saja”? Yesus menggugat kesetiaan para muridNya. Namun akhirnya Dia menyadari karya perutusanNya “ Ya Bapa, biarlah piala ini berlalu dari padaKu, namun bukan karena kehendakKu, melainkan karena kehendakMu”. Tuhan Yesus sungguh-sungguh menyakini kasih BapaNya akan selalu menyertaiNya.
Saat mengalami penderitaan di Kayu salib, Tuhan Yesus merasa sendirian. Dia merasa ditinggalkan oleh BapaNya. “Ya Allahku, ya Allahku, mengapa Engkau meninggalkan Aku? Yesus memasuki lorong-lorong gelap, karena merasa ditinggalkan oleh BapaNya. Namun, lorong-lorong gelap mulai ada cahaya ketika Yesus meyakini dan pasrah kepada kehendak BapaNya. Dia diutus untuk melanjutkan karya perutusan BapaNya di surga. Karya dan perutusan ini harus dilaksanakan. Puncak karya perutusanNya adalah penderitaan, dan wafat di kayu salib. Pada titik ini Yesus menyadari dan mengetahui bahwa BapaNya mempunyai rencana yang indah bagi DiriNya.
Sahabat Allah
Pengalaman penderitaan merefleksikan suatu pengalaman manusia yang tidak mengenakan. Seperti halnya yang dialami oleh Yesus ketika menghadapi penderitaan adalah rasa takut dan merasa ditingalkan oleh BapaNya di surga. Pengalaman yang sama acap kali juga kita alami dalam hidup kita yakni merasa ketakutan dan ditinggalkan oleh Tuhan. Maka pertanyaan bernada menggugat seperti ini seringkali kita lakukan adalah “mengapa Tuhan ini terjadi padaku”. Mengapa aku harus menanggung penderitaan seperti ini? Mengapa keluargaku harus menanggung penderitaan seperti ini? Namun pertanyaan seperti ini tak pernah tuntas terjawab, karena kemampaun kita sangat terbatas untuk menyelami rencana Allah atas hidup kita. Disini pentinglah kita memiliki iman seperti yang dilakukan oleh keluarga Joan dan Jack. Ungkapan mereka adalah rencana Allah selalu indah, bahkan pada saat kita mengalami situasi penderitaan. Hanya iman dapat membuat kita memiliki pengharapan, bahwa sesuatu akan terjadi yang tidak dapat kita ramalkan yakni tangan Allah selalu menyapa dengan lembut. Jika kita memiliki pengharapan, maka kita akan memiliki keberanian untuk sabar menanti pertolongan dari Tuhan.
Saat-saat mengalami penderitaan adalah saat-saat kita merasakan keterbatasan kita sebagai manusia. Namun rencana Allah yang indah dibalik itu akan kita rasakan, bila kita memiliki iman. Betapa kita semakin dekat dengan Tuhan. Saat-saat seperti itu adalah saat-saat kita membiarkan diri kita menjadi sahabat Allah. Kesempatan kita untuk merajuk persahabatan dengan Tuhan dalam doa-doa kita. Waktu kita menjadi tersedia untuk Tuhan. Karena satu-satuNya harapan dan tempat kita mengadu adalah berseru kepada Allah. Keluarga Joan dan Jack sudah mengalami saat-saat seperti itu. Tatkala lorong-lorong gelap mereka tapaki, ketakutan dan keputusasaan mereka alami, namun ketika iman dan keyakinan berkobar dalam hati mereka, mereka menjadi sadar bahwa pertolongan dari Tuhan akan datang pada waktunya. Kekuatan yang memungkinkan mereka berada dalam keberanian untuk bersabar adalah karena Tuhan adalah sahabat mereka. Mereka mengisi hari-hari bersama dengan Jenevi dengan doa, melayani Jenevi dengan penuh cinta dan senyum.
Nyala Kasih
Kisah kehidupan keluarga Joan dan Jack membuka mata hatiku akan misteri kasih Allah yang tersembunyi. Allah mempunyai rencana indah bagi hidup kita. Yang terjadi adalah seringkali kita gagal untuk melihat cinta Allah karena terlanjur hidup dalam keputusasaan. Saat-saat penderitaan kita lihat sebagai bentuk hukuman dari Allah. Allah bagi kita adalah seorang hakim yang siap memukul gendang palu untuk memberikan hukuman atas segala sikap hidup kita. Dengan demikian, kita gagal melihat Allah sebagai seorang Bapa yang penuh belas kasih. Bapa yang mau menerima anaknya kembali. Bila kita mampu melihat kasih Allah yang demikian, nyala kasih itu sedang menerangi lorong-lorong gelap kehidupan kita. Hanya dengan iman, harap dan kasih, kita akan mampu melihat semuanya itu. Pertanyaan mengapa Tuhan akan tersingkapkan kepada kita. Karena dibalik semua penderitaan ada pesan bagi kehidupan kita yakni nyala kasih terpancar di sana.
Nyala lilin di pastoran sudah hampir habis. Hampir dua jam, keluarga Jack dan Joan berkisah tentang pengalaman iman mereka. Pengalaman yang sungguh mengalir dari kedalaman hidup mereka. Ketika mereka pamit kembali ke rumah, pertanyaan mengapa Tuhan masih ada di benakku. Mengapa Tuhan mereka sudah miskin, dan sekarang tidak ada lagi persediaan minyak tanah? Mengapa hujan tidak turun di kota sehingga sungai kering dan kapal laut tidak dapat merapat ke pelabuhan. Mengapa aku tidak menyediakan lilin di pastoran? Aku sendiri pun tidak menemukan jawaban yang tuntas. Namun aku ingat kisah kehidupan Jack dan Joan, berdoalah bahwa pertolongan akan datang pada waktunya. Lakukan sesuatu yakni mencoba mendengarkan kisah kehidupan mereka dengan kasih. Miliki pengharapan bahwa Tuhan selalu mempunyai rencana yang indah.
Dua minggu kemudian, nyala lampu di rumah-rumah penduduk mulai terang kembali. Persedian minyak tanah di rumah-rumah dan di kota sudah ada lagi. Bahkan disel untuk generator di pastoran pun sudah ada lagi . Hujan mulai turun lagi membasahi jalan-jalan di kota dan mengenangi sungai kembali. Kini aku sadar seperti itulah kehidupan. Kita perlu mengalami dan merasakan lorong-lorong yang gelap dalam hidup kita. Seperti Mother Theresa juga mengalami pengalaman berada dalam lorong-lorong gelap. Dalam surat-suratnya yang ditulis untuk superior jendral, ia menulis tentang pengalaman kekosongan dan kegelapan dalam hidupnya. (“...God, please forgive me. When I try to raise my thoughts to Heaven, there is such convicting emptiness that those very thought return like sharp knives and hurt my very soul. I am told God loves me, and yet the reality of darkness and coldness and emptiness is so great that nothing touches my soul. Did I make a mistake in surrendering blindly to the call of Sacred Heart)( Time, September 3rd 2007). Mother Theresa sendiri pun mengalami pengalaman berada dalam lorong-lorong gelap. Kepada Father Lawrance Picachy, August 1957, Ia menulis “Tell me, Father, why is there so much pain and darkness in my soul?” Mother Theresa juga bertanya “mengapa aku mengalami penderitaan dan saat gelap dalam hidup ini. Tetapi Mother Theresa juga menulis dalam pengalamannya (“If this brings you glory, if souls are brought to you, with joy I accept all to the end of my life”). Seperti Mother Theresa, kita sendiri juga mengalami saat-saat gelap dalam hidup kita. Saat kita sendiri sakit, atau saat orang yang kita cintai menderita pengalaman yang pahit atau juga saat anak-anak kita mengalami sejumlah kegagalan dalam hidup atau, saat anak-anak kita tidak lagi peduli dengan kehidupan kita. Saat-saat seperti itu mungkin kita selalu bertanya “mengapa Tuhan”? Namun dibalik peristiwa itu ada makna yang mendalam, agar kita semakin mengerti bagaimana mencintai dan bagaimana belas kasih itu kita hayati.
Mans Werang, CM
Pastor Paroki St. Yohanes, Matkomnai, Keuskupan Daru-Kiunga, Western Province, Papua New Guinea
Kiriman dari: Titi (Paroki Maria Bunda Karmel, Jakarta)
To All of You,
Dengarkan Musik Ini
Super Mario Game
INFO SINGKAT
Send texts to over 200 countries with CardBoardFish
Beri Masukan Untuk Kami
|
Jumat, Agustus 15, 2008
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar